Chapter 3

2.1K 259 143
                                    

Rara Santang dan Walangsungsang yang sudah selesai dengan tugas mereka bertemu di tempat sebelumnya. Mereka mulai berdebat soal keberadaan adik mereka yang belum kembali. Kekhawatiran mereka dijeda dengan kedatangan satu burung merpati yang membawa gulungan kertas.

Walangsungsang mengambil gulungan tersebut dan membukanya. "Dari rayi Kian Santang." Ujarnya dengan rasa senang, menatap pada Rara Santang yang tersenyum lega mendengarnya.

Isi pesan:

"Assalamualaikum.
Raka, yunda, aku berhasil mendapatkan informasi dari mereka.
Semua pembunuhan yang mereka lakukan adalah untuk sebuah ritual, tidak ada detail apapun soal ritual itu.
Mereka bunuh diri untuk lari.

Tapi aku baik-baik saja...
Karena hari sudah hampir petang, aku memutuskan untuk istirahat sampai matahari terbit.
Jadi tidak perlu menungguku.

Kalian pulanglah lebih dulu dan sampaikan kabar ini pada rayi prabu Surawisesa.
Wassalamu'alaikum."

Rara Santang dan Walangsungsang sama-sama menghela nafas lega. "Syukurlah rayi Kian Santang baik-baik saja." Ujar Rara Santang mengungkapkan kelegaannya.

"Ya, kau benar. Rayi Kian Santang juga berhasil mengukap tujuan dari para pembunuh itu. Semoga rayi Kian Santang selalu dalam perlindungan Allah SWT." -Walangsungsang.

"Aamiin..."

"Rayi, kau ingin kembali sekarang atau beristirahat sejenak?" Tanya Walangsungsang.

"Aku sudah cukup beristirahat di perjalanan tadi. Hari sudah mulai gelap, tapi aku ingin cepat-cepat kembali ke istana dan menyampaikan hal ini langsung pada rayi prabu Surawisesa."

Walangsungsang setuju dengan ide itu. Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju istana Pajajaran... Tanpa mengetahui keadaan Kian Santang yang sebenarnya.

______________________________________

Ternyata Kian Santang cukup betah untuk tidur di tanah, buktinya dia baru terbangun saat sudah hampir dini hari.

Sakit yang sama seperti sebelumnya masih ia rasakan. Dengan perlahan berganti ke posisi duduk dan mengamati sekitar. Gelap. Hanya cahaya remang bulan yang menerangi.
Kian Santang benar-benar berada di tengah hutan belantara. Beruntung tidak ada hewan buas yang berani untuk mendekatinya apalagi menyerangnya disaat sedang tidur.

Kian Santang memegangi kepalanya yang mulai terasa lebih menyakitkan. "Sudah berapa lama aku tak sadarkan diri? Kepalaku sakit sekali..."

Kian Santang berdiri dengan susah payah dan mencari tempat yang lebih nyaman untuk beristirahat.

Di bawah sebuah pohon besar, Kian Santang kembali mendudukkan dirinya. Hanya berjalan beberapa meter namun dirinya sudah terengah-engah.

Seperti biasa, Kian Santang mulai mengobati diri.

Mengatur hawa murninya. Meskipun sakit kepalanya tidak kunjung mereda, sakit di tubuhnya mulai membaik secara berangsur-angsur.

Pusingnya mulai mengambil alih kesadarannya, sehingga selesai Kian Santang mengobati diri dia memutuskan untuk kembali beristirahat hingga matahari menyingsing.

______________________________________

Istana Pajajaran...

Surawisesa senang saat Walangsungsang dan Rara Santang kembali membawa kabar baik mengenai misi yang mereka jalankan. Dia juga mendapat pesan dari rakanya, Kian Santang. Yang juga mengatakan kalau dia akan melanjutkan perjalanan pulang saat fajar tiba.

Meski demikian, Surawisesa tetap mencemaskan keadaan rakanya. Saat ini sudah esok hari, Surawisesa masih menunggu Kian Santang dengan gelisah. Satu masalah baru terselesaikan, dia tidak ingin ada masalah lain lagi, dia tidak bisa tidak merasa gelisah jika tidak ada Kian Santang di sampingnya. Kehadirannya tentu membuatnya tenang dan damai, masalah dapat diselesaikan dengan cepat dengan adanya Kian Santang. Namun kini yang menjadi masalah adalah Kian Santang sendiri.

Raden Kian Santang (Mahkota Baru Pajajaran)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang