Chapter 8

2.4K 237 142
                                    

"Raka prabu!" Surosowan bernafas terengah-engah setelah berlari.

Mereka semua yang ada di sana bingung dengan tingkahnya. "Ada apa ini? Kenapa berlari seperti itu, rayi?" Surawisesa sontak bertanya.

"Raka... Raka Kian Santang! Seseorang telah menyerang raka Kian Santang!" Ucapnya sembari mengatur nafas.

Bak disambar petir, mereka semua mematung terkejut dengan hal yang baru saja mereka dengar. Tadi Kian Santang masih baik-baik saja di ruangan ini bersama mereka. Namun sekarang mereka dengar bahwa dia telah diserang?

"Apa maksudmu, rayi? Di mana raka Kian Santang sekarang?" Surawisesa bertanya dengan cemas.

"Raka Kian Santang ada di wismanya bersama dengan raka Gagak Ngampar." Surosowan segera memimpin jalan menuju kamar Kian Santang.

"Jagat Dewa Batara... Kapan Engkau akan memberi raka Kian Santang istirahat. Dia baru saja pulih." Surawisesa membatin dengan sedih.

______________________________________

Seorang laki-laki duduk diam di mulut gua memandang bulan yang sudah hampir purnama sempurna. Menikmati hembusan angin malam yang sejuk.

Dia tidak bosan-bosannya meskipun sudah berjam-jam dia duduk di sana.

Memandang bulan yang bersinar terang dan langit indah bertabur bintang membuatnya kembali merasakan rindu yang amat sangat pada seseorang.

Helaan nafas panjang menandakan bahwa dia sangat lelah dan kesepian.

"Aku ingin kembali ke sana."

Hanya satu kalimat itu yang meluncur keluar dari mulutnya sejak dia duduk di tempat itu.

.

.

.

______________________________________

Surawisesa masuk ke dalam kamar Kian Santang yang di sana sudah ada Gagak Ngampar, Praharsini, dan tabib yang sedang mengobati rakanya.

"Gusti prabu." Ketiganya memberi hormat padanya.

Surawisesa memperhatikan Gagak Ngampar yang membersihkan bercak merah di sudut mulut Kian Santang. Dia pun tidak melewatkan aroma pekat darah yang memenuhi ruangan itu.

Melihat darah yang ada di lantai membuat dirinya semakin penasaran dengan apa yang telah terjadi.

"Astagfirullahal Adzim, putraku..."

Berbagai macam reaksi terpampang di wajah mereka. Namun yang paling menonjol adalah kekhawatiran dan keterkejutan.

"Apa yang sebenarnya telah terjadi?" Surawisesa bertanya saat dia berjalan mendekat pada rakanya.

"Tanyakanlah pada rayi Surosowan. Dia yang berada di sini lebih dulu." Ujar Gagak Ngampar. Jika harus jujur, Gagak Ngampar sangat mencurigai bahwa Surosowan ada hubungannya dengan ini. Mengetahui bagaimana wataknya, sangat tidak mustahil untuk Surosowan mencelakai Kian Santang.

Surawisesa menatap adik kandungnya.

"Aku baru saja akan kembali ke ruang makan saat melihat prajurit yang sudah tidak sadarkan diri di lorong. Pintu wisma raka Kian Santang juga terbuka. Saat aku masuk, aku melihat raka Kian Santang yang sudah tidak sadarkan diri di lantai dengan darah di tangan dan mulutnya. Lalu raka Gagak Ngampar datang." Surosowan bercerita dengan bumbu-bumbu kebohongan.

"Jagat Dewa Batara... Siapa yang berani melukai raka Kian Santang seperti ini..." Surawisesa sangat marah sekarang ini. Namun apa daya, lagi-lagi dia harus menahan emosinya. Karena siapa yang melukai Kian Santang belum diketahui saat ini.

Raden Kian Santang (Mahkota Baru Pajajaran)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang