9. Laksana Bintang di Langit Atas

366 80 12
                                    

LEVI menatap ponselnya yang menampilkan sebuah pesan dari satu nama. Dia sudah lama menyadari ini, bahwa melihat nama pengirim pesan ini saja sudah membuat bibirnya menyunggingkan senyum.

Sejak datang kondangan berdua, Levi dan Eren memang lebih sering ngobrol. Sesekali Eren menemani Connie datang ke studio Levi untuk belajar. Sesekali juga Levi menemani Eren mengerjakan skripsinya di S Coffee, walau Levi tetap tidak tahu mengapa Eren suka sekali nongkrong disana, karena baginya tempat itu tidak ada bagus-bagusnya. Tidak ada bir, itu masalahnya.

Empat hari belakangan, dia sama sekali tidak berkomunikasi dengan Eren baik secara langsung maupun melalui telepon. Levi sibuk mengurus sebuah pameran lukisan di Trost, yang digelar bersama beberapa pelukis muda lain, dan baru tiba di Mitras kemarin. Sementara Eren tetap sibuk dengan revisi-revisi skripsinya.

Ketika melihat nama itu muncul di ponselnya, Levi menyadari bahwa ternyata dia merindukan pria itu. Senyumnya mengembang walaupun Eren hanya mengirim pesan bahwa majalah QuarterLife yang memuat artikel tentang Levi sudah dikirim ke alamatnya.

Artikel hasil wawancara mereka memang tidak jadi terbit di bulan pertama kali mereka bertemu, melainkan dua bulan berikutnya. Hal ini sempat membuat Eren berang mengingat dia bekerja keras untuk wawancara itu, di bawah "ancaman" Yelena pula. Levi pun sempat terkena berangnya ketika iseng menanyakan mana bukti artikel tentangnya itu.

"Artikel? Lo tanya artikel? Tanya noh sama temen lo si bos besar!" Begitu katanya. Senyum Levi semakin lebar mengingat ekspresi tersebut.

Levi membenci segala sesuatu yang tidak bisa dia kontrol. Hal-hal di luar kontrolnya, seperti mimpi-mimpi memuakkan yang sering mendatanginya, adalah hal yang mengerikan. Dan apa yang dia rasakan terhadap Eren, tentang pria yang masih sangat muda itu, termasuk hal yang tidak dapat dia kontrol.

Eren mulai menjadi faktor x dalam hidupnya, dan itu mengerikan. Levi tidak pernah mengizinkan ada faktor x dalam hidupnya selain dirinya sendiri. Eren datang seperti mimpi, mimpi yang tidak bisa dia kendalikan sesuka hati. Namun mimpi yang ini, Levi sengaja membiarkannya hadir. Levi membiarkan dirinya larut dalam kebersamaannya dengan Eren.

Ketika Levi mengetik balasan untuk Eren, Petra keluar dari kamar mandi dengan aroma sampo lavender yang menusuk hidung. Pagi tadi, begitu bangun tidur Petra langsung berlari ke kamar mandi dan muntah-muntah seperti orang hamil. Levi sudah menghafal kebiasaan jackpot temannya.

Petra selalu menjadi partner in crime-nya dalam mabuk-mabukan, seks, dan kegiatan-kegiatan gila-gilaan lainnya. Beberapa kali teman-teman dari lingkaran pergaulan mereka membuat gosip tentang dirinya dan Petra. Namun baik Levi maupun Petra terlalu malas untuk menanggapi dan membiarkan orang-orang berasumsi bahwa mereka sepasang kekasih.

"Siapa, Lev?" Petra bertanya sambil menunjuk sebuah sketsa setengah jadi di kanvas berukuran kecil yang tergeletak di meja kerja Levi. "Tumben amat lo ngelukis wajah orang?" Petra mengerutkan dahi. "Kayaknya gue pernah lihat."

Levi tidak menjawab, sibuk mengetik SMS untuk Eren.

"Jadi ini yang bikin lo nggak tertarik lagi sama seks?" Petra mengerling. "Apa iya, seorang Levi Ackerman sedang jatuh cinta?"

Levi berdecak dan menyuruh Petra menjauh karena aroma sampo lavender itu mengganggunya.

Petra tertawa lebar. "Awas aja kalau nggak dikenalin ke gue," ancam Petra. "Dan awas aja kalo dia orangnya nyolot. Siapa pun dia, harus dapet legitimasi dari gue dulu ya!"

Balasan SMS Eren tidak kunjung datang. Levi mulai menggerutu. Merasa tidak ditanggapi, Petra ikut menggerutu dan kembali ke kamar Levi untuk memakai kembali pakaiannya.

PERFECT PAINTING || [RIVAERE] ✔︎ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang