5. Suatu Tujuan

600 86 10
                                    

LEVI menyeruput tehnya lalu diam. Di dalam benaknya muncul lagi pertanyaan-pertanyaan yang kerap muncul tiap kali label seniman menjadi sumber keheranan orang.

Levi tidak mengerti mengapa semua orang menganggap seniman haruslah idealis ampun-ampunan.

Levi tak paham hubungan logis antara seniman dan keharusan hidup terlunta-lunta di jalanan.

Levi juga tidak pernah paham anggapan orang tentang idealisme.

Di mana hubungannya idealisme dengan larangan untuk hidup berkecukupan dan bekerja mencari uang?

Mengapa semua orang selalu berpikir bekerja demi uang adalah haram bagi seniman?

Padahal, bagaimanapun juga hidup butuh uang.

Levi berpikir pria ini pastilah menganggap dunia seni itu suci. Mungkin baginya, seniman adalah nabi yang tidak mungkin membuat karya seni untuk memperoleh uang.

Ck. Levi berdecak.

Opini orang tentang seni sering kali tertinggal di abad pertengahan.

Idealisme bagi Levi adalah, ketika dia tetap menjalani pekerjaan dengan senang hati. Tidak bertentangan dengan hatinya. Selama prinsip itu belum dilanggar, Levi merasa idealismenya baik-baik saja.

Eren menatap cangkir kopinya yang isinya tinggal setengah. Sudah tidak ada uap lagi di sana, menandakan kopinya sudah dingin.

Dia merasa cukup lega sebenarnya. Sebelumnya, dia sempat mengira Levi tak akan menerima permohonan wawancara yang tidak resmi ini.

Ketika memutuskan untuk ke sini pagi-pagi tadi, satu-satunya motivasi Eren hanyalah mencoba melaksanakan tugas dari Yelena.

Namun di sinilah dia sekarang.

Di dapur seorang seniman berbakat, Levi Ackerman, melakukan wawancara sambil minum kopi.

Levi berkata lagi. "Gue tahu gimana orang menilai gue, bocah. Tapi gue nggak peduli. Terserah aja lo anggap gue idealis nanggung. Toh, lo nggak tahu apa-apa soal hidup gue."

"Jadi setelah lo selesai melukis, lo akan dibayar gitu? Kayak tukang jahit."

Levi tertawa lebar. "Lalu bayarannya gue bagi ke artisan-artisan gue, kayak mandor jahit, iya."

Eren mengangkat alis. "Lalu apa bedanya Levi Ackerman dengan pelukis-pelukis jalanan? Itu, yang suka ngelukis orang di Blok M atau di pinggir-pinggir jalan? Mereka juga melukis demi uang."

Kali ini Levi tidak segera menjawab.

Setengahnya dia cukup senang mendapatkan pertanyaan ini, yang menurutnya paling berbobot dari seluruh pertanyaan Eren.

Setengahnya lagi, Levi sedang memilih kata-kata yang mudah untuk menjawab.

Bicara dengan orang yang tidak mengerti dunia seni memang harus begitu, Levi berpikir, ia harus pintar-pintar menyederhanakan persoalan.

"Bedanya adalah...” Laki-laki itu menghentikan kalimatnya. "Levi Ackerman diakui sebagai seniman oleh publik seni. Dan mereka tidak."

"Itu nggak adil," tandas Eren tanpa berpikir.

Di kepalanya muncul puluhan pertanyaan.

Apa yang menjadi dasar pengakuan publik seni?

Karena Levi memiliki hubungan dengan publik seni, termasuk akses ke galeri sedangkan seniman jalanan tidak?

Bagaimana jika ada seorang seniman jalanan yang memiliki potensi luar biasa, yang mungkin jauh lebih baik daripada pelukis ini, tidak pernah ditemukan oleh publik seni?

PERFECT PAINTING || [RIVAERE] ✔︎ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang