[jogjakarta] pt. 1

1K 93 85
                                    

Kresna sedang bermalas-malasan di tempat tidur saat sang Bunda tiba-tiba masuk ke kamarnya yang terlihat seperti kapal pecah. Namun, Kresna sama sekali tidak mengalihkan fokus dari Nintendo-nya.

“Aduuuh, anak lanang! Udah siang, lho!" Kalimat pertama yang keluar dari mulut Ibunda tiap kali masuk ke kamar anak lelakinya.

"Kalo libur kok mandinya sehari sekali tho, Mas?” lanjut sang Bunda sambil membuka jendela kamar Kresna dan membiarkan sinar matahari masuk ke kamar yang bisa dibilang ‘sumpek’ itu.

Hari ini memang hari libur nasional dan akhirnya mahasiswa semester akhir itu bisa sedikit melepas penat dengan puas rebahan seharian sambil bermain game kesukaannya.

“Kan biar hemat, Bu, hehe,” sahut Kresna asal dengan fokus yang enggan beralih dari layar Nintendo. Sementara Ibu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah anak semata wayangnya itu.

Wès kamar kayak kapal pecah. Dirapihin tho, Mas. Kan udah gede,” ujar sang bunda lagi sambil merapihkan kertas yang berserakan. Maklum, mahasiswa sedang skripsian adalah manusia paling tidak ramah lingkungan mengingat banyaknya kertas yang mereka hamburkan.

Yo, sek tho, Bu. (Ya, sebentar dong, Bu.) Mas rapihin juga nanti berantakan lagi,” timpal Kresna seadanya.

“Nantinya kamu tuh kapan ya, Mas? Nunggu lulus?” tanya sang Ibu sarkastik dan hanya bisa ditanggapi dengan kekehan oleh lelaki berusia 21 tahun itu.

Sang Ibu pun akhirnya duduk di sisi tempat tidur anaknya sambil melipat selimut Kresna yang tergeletak di lantai. "Mas, Ibu mau minta tolong."

"Menopo, Bu?" (Kenapa, Bu?)

"Nanti siang anaknya temen Ibu dari Jakarta dateng. Mas tolong jemput ya?" kata sang Ibu yang jelas tidak direwes oleh sang anak.

"Duh, emangnya dia nggak bisa sendiri?" sungut Kresna karena ia yakin jika anaknya teman sang ibu bukanlah anak kecil.

"Ya, dia nggak minta dijemput sih, Mas. Cuma temen Ibu itu nitipin anaknya ke Ibu, minta diperhatiin selama dia di sini," jelas sang Ibu yang akhirnya membuat Kresna meletakkan Nintendo-nya dan bangkit dari posisi bersandar pada sandaran tempat tidurnya.

"Lha, emangnya Ibu baby sitter? Kok suruh jagain?"

Sang Ibu menghela napasnya sembari berpikir bagaimana cara yang tepat menjelaskannya pada Kresna mengenai anak dari sahabatnya ini.

"Kasihan, Mas. Anaknya baru aja kena masalah." Kalimat tersebut jelas membuat Kresna semakin fokus mendengarkan sang Bunda. "Dia dua tahun lebih muda dari Mas tapi kuliahnya seangkatan sama Mas. Cuma dia lagi cuti satu semester ini gara-gara masalah itu. Tapi Ibu nggak bisa ceritakan semua sama Mas. Bukan kapasitas Ibu."

"Intinya," sang Bunda kini menatap anak lelakinya lekat sebelum melanjutkan kalimatnya. "Nak Jenara ini ke Jogja buat nenangin diri. Tapi dia nggak bolehin keluarganya nemenin dia. Dia butuh waktu sendiri katanya."

Kresna masih terdiam. Manusiawi jika ia justru semakin penasaran dengan cerita di balik sosok Jenara yang diceritakan oleh bundanya barusan, meskipun Kresna belum pernah bertemu sang gadis sama sekali.

"Lha, kalo Mas jemput apa nggak diamuk sama dia, Bu? Kan katanya dia mau sendiri?" tanya Kresna akhirnya.

"Cuma jemput dari bandara ke hotelnya aja kok, Mas. Biar dia tau kalau dia nggak sendirian di sini. Kita kan nggak tau kapan dia bakal butuh bantuan."

Cukup masuk akal. Jogja memang aman, but it's not the safest place either. Dan setelah Kresna tau fakta jika sang gadis ini memiliki riwayat yang cukup tidak mengenakkan, sepertinya bukan keputusan yang baik untuk membiarkan gadis itu kesana kemari sendirian.

Joy Is Our JoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang