Chapter 5

2.3K 234 17
                                    

Kepulangan raffi ke mansion membuat kehebohan tersendiri bagi mereka khususnya cucu wijaksa yang siap menyambut dengan tangan terbuka dan siap menjadi kakak untuk si kecil. Setiap hari, setiap waktu mereka luang pasti akan menemani raffi entah untuk mengajaknya mengobrol, menjahilinya, atau hanya sekedar tidur disisinya.

Satu minggu sudah raffi berada di mansion. Selama satu minggu itu pula valeri dan bram bolak-balik mansion dan rumah sakit untuk mengetahui kabar si kecil yang masih dalam masa perawatan. Tidak hanya bram dan valeri saja yang menjenguk raffa di rumah sakit. Terkadang oma, opa, adelia, thomas dan cucu mereka juga ikut berkunjung walau hanya bisa melihatnya melalui kaca transparan saja.

Namun, ada hal yang mengganjal di hati valeri adalah raffi yang biasanya jarang menangis di rumah sakit berbanding terbalik saat ia tinggal di mansion. Bahkan terasa lebih rewel dan sulit untuk ditenangkan. Begitu juga dengan raffa yang masih di rumah sakit. Kondisinya tidak mengalami perkembangan yang signifikan membuat si kecil harus di rawat lebih lama disana.

"Mas, tidak kah kau merasa aneh?" Ujar valeri yang ingin berbagi keluh kesahnya dengan sang suami

"Aneh tentang apa sayang?"sahut bram sambil mengelus pelan wajah mungil raffi yang sedang tertidur di ranjang sejak 15 menit lalu setelah lelah menangis dan berujung terlelap.

"Apa sebaiknya kita tidak memisahkan si kembar?"  Ucap valeri

"Ma.. maksudku apa sebaiknya kita jangan menjauhkan mereka di dua tempat yang berbeda. Bukanlah lebih baik jika mereka tinggal diatap yang sama. Bukan maksudnya untuk memaksa raffa untuk segera dibawa pulang karena kondisinya yang belum stabil. Tapi aku merasa bahwa justru mereka akan semakin kesepian. Mereka sudah bersama sejak dalam kandungan dan kini mereka terpisah. Bukankah itu membuat keduanya merasa tidak baik?. Mas juga tau kan jika raffi semenjak pulang justru lebih sering menangis. Aku hanya menduga dia juga ingin menemani raffa dan tidak mau jauh dari adiknya. Dia mungkin tau kalau adiknya sedang kesepian dan kesakitan walau tempat mereka berbeda" lanjut valeri menjelaskan apa yang ada dalam pikirannya.

Bram diam dengan tetap menatap si kecil dan memikirkan kembali apa yang baru saja istrinya katakan.

"Nanti mas akan konsultasikan ke dokter. Jika perlu kita harus membawa dokter dan perlengkapannya kemari" putus bram melihat ke arah valeri.

Cup

"Baby rindu adek hmmm makanya dari tadi nangis terus hmm,, maafkan daddy memisahkan kalian. Daddy secepatnya membawa adek kesini hmm" bisik bram setelah mengecup pelan pelipis si kecil. Entah raffi mendengar dan mengerti atau tidak. Setelah mengatakan itu, dengan samar raffi terlihat tersenyum tipis.

▪️▪️▪️▪️

Setelah perbincangan valeri dan bram tempo lalu, akhirnya kesempatan untuk membawa raffa pulang ke mansion terpenuhi. Rencana itu juga disetujui sang opa, bahkan opa membawa dokter spesialis dan juga suster untuk memantaunya langsung di mansion. Semua perlengkapan khusus yang dibutuhkan juga sudah tersedia di mansion di ruangan khusus yang telah opa siapkan.

"Lucunya adek kakaaakk" lirih brian melihat raffa di dalam kotak bayi sambil memegang tangan mungilnya.

"Baru pulang kok kesini? Mommy tungguin dibawah. Makan dulu, bersih-bersih dulu dong" ucap valeri lembut saat melihat brian sudah bertengger diruangan raffa dengan masih menggunakan seragam sekolahnya. Sehari sebelum raffa dipindahkan semua perlengkapan yang dibutuhkan disiapkan dimansion disitulah semua cucu wijaksa tau jika raffa akan tinggal satu atap dengan mereka

"Hehe... mo liat adek mommy. Ngga sabar. Hehe" cengir brian

"Iya boleh,, tapi yakin dibadan brian ngga ada kuman yang nempel dan nanti kumannya nular ke adek hmm?" Tanya valeri dengan lembut

THE BABY TWINS : RAFFI-RAFFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang