Saat malam semakin sunyi, Nara masih setia berdiri dibalkon kamarnya. Sejak dua jam yang lalu, gadis bersurai panjang itu sama sekali tidak beranjak dari tempatnya. Tidak menghiraukan hawa dingin yang menusuk kulitnya.
"Nara?"
Nara yang terkejut langsung menoleh ke asal suara, dan ternyata itu ayahnya yang sekarang sudah berada disamping Nara.
"Eh, ada apa, Yah?" tanya Nara.
"Tadi ayah ketuk pintu berkali-kali nggak ada sahutan, jadi Ayah langsung masuk aja, dan ternyata kamu disini lagi melamun sendirian" jelas Andi sambil menatap putrinya.
"Maaf, Yah. Nara lagi nyari udara segar aja, hehe" jawab Nara kikuk.
Andi ikut melihat objek yang sedari tadi dilihat Nara, lalu tak lama ia berucap, "kamu merasa ga nyaman tinggal disini?" tanya Andi tiba-tiba.
Nara tersentak, ia diam sejenak untuk mencari jawaban yang cocok. Sebenarnya ia merasa tidak nyaman tinggal dirumah ini, Nara merasa ia seperti berada di dunia lain, apalagi orang-orang disini sepertinya tidak menyukai Nara.
Nara sangat ingin berkata jujur, namun ia juga tidak mau membuat Ayahnya sedih karna niat baiknya ditolak.
"Kalau kamu tidak suka disini, Ayah bisa belikan kamu rumah sendiri dan kebutuhan kamu lainnya" kata Andi menawarkan.
Nara menggeleng cepat, "eh, enggak kok Yah. Nara suka tinggal disini" tolak Nara cepat. Bagaimana tidak? Ayahnya dengan enteng ingin membelikannya rumah, bagi Nara itu sangat berlebihan.
Andi tersenyum lalu mengelus kepala Nara pelan, "Ayah senang mendengarnya, ayah harap kamu bisa cepat beradaptasi dengan baik dirumah ini"
Nara mengangguk canggung, "iya, Yah"
"Oh iya, besok kamu boleh sekolah. Ayah sudah mendaftarkan kamu disekolah yang sama dengan Claudia dan Leo" ujar Andi yang lagi-lagi membuat Nara terkejut.
"Ayah, Nara gapapa kok sekolah ditempat yang dulu" kata Nara mencoba menolak dengan halus.
"Tolong jangan menolak ini, Nara. Ayah mau kamu mendapat pendidikan disekolah terbaik juga seperti saudara kamu yang lain" ujar Andi.
Nara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, karena merasa tidak enak menolak Ayahnya, akhirnya Nara perlahan mengangguk menyetujui, "iya Yah"
"Sudah larut, sebaiknya kamu masuk dan tidur. Diluar terlalu dingin" ujar Andi sembari menggiring Nara untuk masuk kedalam kamar.
Nara berbaring dikasur, lalu Andi menaikan selimut sampai batas dada Nara, setelah itu mengecup kening Nara lembut, "selamat malam, sayang" ucap Andi sembari tersenyum.
"Malam juga, Yah"
-🍁-
Jam baru menunjukkan pukul dua dini hari, namun kini Nara terbangun dari tidurnya karena ia merasa lapar. Mengingat hari ini ia belum mengisi perutnya sama sekali, bahkan ia tidak sempat minum. Perutnya sakit sekali, apalagi ia memiliki maag.
Nara gelisah ditempat tidurnya, mencoba memaksa untuk tidur pun tidak bisa.
"Ya Tuhan, Nara laper banget. Apa Nara boleh minta sedikit makanan dirumah ini?" gumam Nara pada dirinya sendiri.
Dengan sedikit keberanian, Nara mulai membuka pintu kamar perlahan. Diluar tampak sepi, dan akhirnya Nara berjalan mengendap-endap menuju lantai bawah.
Rumah ini sangat luas, dan Nara tidak tau letak dapur berada dimana, "ini dapurnya dimana ya?"
PRANG!
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT
Teen FictionDia manusia biasa sama sepertiku, tapi pada kenyataannya kita berbeda. Ada banyak perbedaan yang membentengi kita, sehingga luka dan kecewa selalu hadir disetiap tawa yang hanya sementara. Ini kisahku dengan dia. Orang yang aku cintai dengan perbeda...