[1] Gorila dan Buaya

31 11 18
                                    

Selama ini, Ordya hanya menyukai gorila ... dalam bentuk miniatur sebagai penghilang kebosanan. Bahkan terkadang sampai mengantongi mainan itu ke sekolah, mengakui gorila sebagai hewan favoritnya, lalu teman-teman akan menyebutnya agak gila.

Gadis itu akan mengabaikan celotehan di belakang. Ia terus memikirkan desain tambahan yang cocok dengan kamar super hitam. Terkadang hatinya hampa, kehilangan kata-kata untuk mengerti dirinya sendiri. Untuk apa? Di saat masih banyak hal lain yang jauh lebih manusiawi untuk disukai.

Orang-orang dengan pikiran mereka mengatakan Ordya terlalu kecewa karena perpisahan sepihak dari mantan terakhirnya. Gadis itu jengkel, ia hanya menyukai sesuatu, bukan hilang akal. Sejauh ini, ia tidak pernah masuk judul berita utama sebagai tersangka pencurian induk gorila dari margasatwa.

"Dyaaa!"

"Iya ...."

Ordya masih merem-melek, menyesuaikan cahaya yang masuk ke mata secara tiba-tiba. Namun, cukup jelas untuk mendapati sang mama tengah berkacak pinggang di depan pintu. Gadis itu sudah membuka mata tiga puluh menit lalu, mencuci muka dan kembali menarik selimut.

"Sarapan! Kamu ini mau sekolah, apa nggak?" Mama melipat kedua tangannya di depan dada lantas menggeleng.

Ordya mengerucutkan bibirnya. "Sekolahnya besok aja."

"Kalau hari Sabtu bisa diulang dua kali, kamu boleh sekolah besok!" balas mama merasa gemas dan kesal secara bersamaan, "buruan siap-siap. Awas kalau kamu sampai bolos!"

Ordya menghela napas berat, mulutnya kembali tertutup ketika mama kembali berucap, "Atau mau mama buang kamu ke kebun binatang? Biar ketemu sama temenmu itu! Tidur aja di sana sekalian!"

"Ketemu gorila?!" pekik Ordya dengan kedua mata berbinar, "nggak papa, kok! Buang aja. Buang aku!"

Mama berdecak, kagum dengan antusias putrinya alih-alih takut atau menjadi penurut. Beban di pundaknya terasa bertambah berkilo-kilo lagi, "Ordya, mau sekolah kok nggak mandi! Malu sama ayam tetangga!"

Wanita itu terdiam, merasa tidak ada sahutan membuatnya kembali berseru, "Ordyaa!"

"Iya-iya, ini mau mandi."

***

"Tumben lo wangi, mandi parfum, ya?"

Gadis itu sangat sadar kalau Angela tengah mengejek rahasia besarnya. Ia sontak memprotes. "Mana ada!"

Angela tertawa keras. "Gitu dong, Dya. Biar ada yang mau jadian sama lo."

"Biar nggak berkubang dalam luka dari si ketua OSIS narsis lo itu," ledeknya lagi.

Ordya mendesis kesal. "Gue mandi ataupun enggak, tetap ada yang suka sama gue."

Angela kembali tertawa, lucu sekali temannya ini. "Pasti yang suka sama cewek jorok kayak lo cuma ada di dongeng!"

"Nistain aja gue, terus!"

Bukan berarti tidak memiliki teman lainnya, tetapi keduanya sudah seperti stempel dan perangko. Ke mana-mana bersama sudah cukup tanpa perlu menambah personil. Apalagi zaman sekarang, orang-orang datang pergi seperti musim. Mereka hanya mendekati Ordya untuk menumpang nama atau panjat sosial.

Gadis itu teramat bingung dengan alasan nama orang-orang di sekitarnya bisa naik. Ia bukan selebgram dan hanya memiliki empat puluh pengikut, itu pun atas keberhasilannya memaksa semua teman sekelas agar mau mutualan.

Akhir-akhir ini, ia mengetahuinya. Mereka berlomba-lomba membuktikan apakah Ordya telah move on dari mantan terakhirnya. Menariknya, seseorang yang bisa membawa barang bukti akan mendapat imbalan lima ratus ribu rupiah! Ordya tidak menyangka akan merasakan hal absurd seperti ini di sekolah.

Gila! Sangat-sangat gila!

Memangnya, pemberi sponsor untuk berita aneh ini mengincar apa darinya? Ia merasa dirugikan!

Mungkin sekarang ia bisa memahami wejangan mantan-mantannya Argan agar berhenti berhubungan dengan cowok itu. Susah melupakan, jabatan lumayan mentereng membuat kekasih tokoh utama selalu tersandang dalam berita simpang-siur yang dipastikan hoax. Terseret kepada hal-hal remeh yang membuat kepala gadis itu migrain seketika. Beruntungnya ia telah terlepas dari kandang macan.

"Ngomong-ngomong, lo udah move on, 'kan, dari Argan?" tanya Angela mendadak serius.

"Nggak tau, gue fokus sama hal lain soalnya," jawab Ordya tak kalah serius.

"Hah? Hal lain apa?" tanya Angela tertarik, mengingat temannya penganut slogan putus sedetik, galau sebulan!

"Gorila, lah!"

Angela berdecak, rasa penasarannya jatuh berserakan, "buat apa sih lo mikir binatang kayak gitu? Mending lo nyari pacar aja, deh, Dya. Lo kayaknya nggak baik-baik aja setelah mutusin Argan."

"Dia yang mutusin gue!"

"Ya ... ya ... ya, tetap aja! Lo harus bangkit, Dya!" seru Angela menyemangati. Gadis itu refleks memegang kedua pundak temannya seakan meyakinkan, "Dunia berisi banyak cowok buat dijadiin pacar, simpanan, selingkuhan, calon suami juga oke!"

"Gue mending fokus sama gorila, daripada lo stuck kok sama buaya," sindir Ordya membuat Angela melotot kesal.

Jika Ordya jarang mandi, maka Angela hanyalah gadis yang naksir sesosok playboy urakan. Sebuah cinta yang buta.

Ordya menggeleng miris, pandangannya terhenti pada pintu kelas, menunggu guru makin membosankan. Tiba-tiba seseorang melintas dengan buku terbuka dan earphone menyumpal telinga kirinya. Mereka pernah sering bertemu, tetapi sudah lama sekali.

"Aven!"

_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_
Hello ....

Cerita ini pernah dipublikasikan 17 Oktober 2021, tidak sampai tamat sebab saya mager, yahaha~

Aku, Zure 💋
~ and you are ZUERS

See u

24 Mei 2024

Sayang SaudaramuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang