Hai... Hai.....
Assalamualaikum...
Kembali lagi di novel Atharaz ya....
Semoga bisa mengambil hikmah dari kisah iniHappy reading
❤️❤️❤️❤️❤️"Ndis.... Aku nyesel, aku khilaf melakukan nya dengan Meta, dia yang merayuku Ndis, kamu kan tau cintaku hanya untuk mu Ndis". Mahenda duduk di sebrang meja kerja di sebuah ruangan CEO bernama Gendis, wanita yang telah dia selingkuhi, dan mengatas namakan khilaf untuk membenarkan tindakan bejatnya.
"Oh ya... Kasihan sekali Meta harus mengandung benih dari pria pengecut sepertimu. Hendra, kamu sudah membuktikan kamu tidak layang untukku." Senyum miring penuh kebencian muncul dari wajah gadis berkulit kuning, namun wajahnya tidak memungkiri kalau dia memiliki darah Eropa.
"Oh... Kamu menganggap aku tak pantas untukmu Ndis, setelah sekian tahun aku bersabar di sampingmu menjadi kekasih yang setia, yang sabar dengan sikap aroganmu??" Kali ini Hendra berdiri dan mendekat ke arah Gendhis, tatapan Hendra begitu nyalang ke pada Gendhis seolah singa lapar siap menerkam Gendhis hidup-hidup.
"Aku menyesal mengapa aku menjaga kesucian cintaku untukmu Ndis, aku nyesel kenapa tidak dari dulu aku merenggut kesucian mu." Mahendra mendekat ke arah Gendhis, yang mulai mundur ketakutan melihat tindakan Hendra yang sepertinya akan melecehkannya
Hendra menarik pundak Gendhis dan berusaha mencium Gendhis, berulangkali Gendhis meronta dan melakukan perlawanan, barang-barang yang ada di meja kerja Gendhis mulai berserakan berjatuhan ke lantai, di gantikan dengan tubuh gendis dengan air mata yang berderai dan rambut acak-acakan berusaha melawan Mahendra yang sudah kesetanan.
Tiba-tiba pintu ruangan Gendhis terbuka dan muncul sosok pria muda dengan pakaian OB dan membawakan minuman yang tadi di minta oleh sekretaris Gendhis untuk menjamu tamu bosnya.
Seperti menemukan air di gurun pasir, Gendhis memiliki kesempatan dan menendang keras kemaluan Mahendra. Mahendra bangkit dan
Plak
mahendra menampar pipi Gendhis sampai sudut pipinya berdarah.
Si OB langsung menjatuhkan nampan berisi dua cangkir teh, kemudian sontak lari ke arah Mahendra dan menghajar Mahendra tanpa ampun.
Kegaduhan di ruangan Gendhis menarik perhatian banyak orang dan tak lama datanglah dua orang scurity.
"Kamu Mahendra, sikapmu sangat rendahan, sikapmu menunjukan kwalitas dirimu." Gendis mendekat ke arah Mahendra yang sudah di pegangi dua scurity.
"Gendhis... Kita belum selesai, dan kau OB bodoh, tunggu pembalasanku." Mahendra di tarik keluar oleh dua scurity .
Gendhis menangis meratapi kisahnya yang harus berakhir seperti ini. Dia terduduk di kursinya dan menutup rapat wajahnya dan menangis sejadi-jadinya.
Si OB yang bernama Rosid memunguti kekacauan yang di timbulkan oleh Mahendra, dan sesekali dia melihat bosnya yang terlihat sedang tak baik-baik saja.
Setelah selesai membereskan meja dan pecahan kaca, Rosid kembali menatap Gendhis yang mulai membuka wajahnya yang sembab.
"Ibu butuh sesuatu??" Rosid sangat khawatir melihat bosnya yang sudut bibirnya berdarah dan sepertinya memar.
"Tolong buatkan aku teh lemon tanpa gula". Teh lemon tanpa gula adalah minuman kesukaan Gendhis. Rosid bergegas membuatkan pesanan si Bos
Tak lama Rosid datang dengan membawa nampan berisi secangkir teh lemon, dan ada kotak P3K di sebelah cangkir
"Maaf bu, bibir ibu terluka, boleh saya obati, atau ibu mau saya panggilkan perawat perusahaan??" Tawar Rosid
"Apa lukaku terlihat parah??" Tanya Gendis tanpa memedulikan kehadiran sosok Rosid.
"Ya... Emhmmm sebenarnya tidak terlalu, namun kalau tidak segera di obati alan membekas dan akan butuh waktu untuk kembali seperti semula." Jawab Rosid.
"Hemmm namamu Rosid?" Kali ini etensi Gendhis ke arah OB yang usianya sekitar dua puluh dua tahunan, dengan name tag Rosid.
"Iya bu....".
"Tolong obati aku, tapi di sofa saja ya" Gendis bergegas ke Sofa dan di ikuti oleh Rosid.
"Terimakasih ya, sudah menolongku".
"Sudah kewajiban saya bu, untuk menolong perempuan, apalagi perempuan tadi atasan saya."jawab Rosid sambil menuangkan revanol di kapas.
"Hemmmm maaf bu... Saya akan mulai membersihkan luka di sudut bibir ibu". Gendhis terpejam dan menikmati sensasi peri di sudut bibirnya saat kapas dingin menyentuh lukanya.
"Dia mantan pacarku, dia menghianatiku dan menghamili sahabat baikku, dia tidak mau bertanggung jawab, dan memaksaku untuk menikah dengannya." Sebenarnya Rosid tidak ingin tau permasalahan bosnya, namun sepertinya sang bos yang berusia tujuh tahun di atasnya itu butuh teman curhat.
"Trus ibu meolak dan kemudian dia ingin. melecehkan ibu??". Tanya Rosid jadi penasaran dengna tragedi bosnya.
"Yah seperti yang kamu lihat". Gendhis bangkit dari duduknya setelah Rosid selesai mengobati lukanya.
Ekor mata Rosid menangkap Gendhis yang sedang mengusap air matanya.
"Kalau ibu mau menangis, menangis saja, jangan di tahan, tapi setelah ini ibu harus bersyukur, belum sempat menikah dengan pria tadi, belum sempat di lecehkan olehnya. Dan pasti akan ada pria yang lebih baik untuk ibu." Rosid berusaha mewaraskan akal Gendhis yang sepertinya terpuruk.
"Bocah.... Kamu sok tau" Gendis tertawa melihat wajah Rosid sok bijak menasehatinya, tapi ada benarnya apa yang di katakan Rosid.
"Maaf bu... Bukan maksud say-" belum sempat menyelesaikan kalimatnya Gendhis sudah memotongnya.
"Iya aku tau bocah, sudah kamu kembali ke tempat kerjamu, aku akan melanjutkan pekerjaanku." Entahlah berbicara dengan Rosid terasa lebih lega.
Gendhis memang kurang care dengan kedatangan OB yang setiap hari keluar masuk di ruangannya, bahkan namanya pun baru dia ketahui setelah dia menolongnya, tapi baru kali ini mereka terlibat pembicaraan cukup panjang.
Bersambung.....
Jangan lupa vote & coment ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
G E N D H I S
General FictionMemiliki anak tanpa ikatan pernikahan, itu hal yang sangat di inginkan Gendhis, bisakah itu terjadi, adakah laki-laki yang bersedia menjadi partner Gendhis untuk berkembang biak?? *** Kisah pernikahan dengan perjanjian rumit demi mendapatkan keturun...