Sayup-sayup terdengar dering ponsel dari ponsel yang berada di sebelah Aras mulai mengganggu tidur nyenyaknya, dengan mata masi terpejam Aras mengangkat panggilan tersebut.
"Halo?" ucap Aras dengan suara khas bangun tidurnya.
"Ras, sibuk ngga nih?" tanya suara dari seberang sana, dahinya mengkerut heran mendengar suara tersebut. Dilihatnya nama kontak yang menelponnya.
Mampus, mati gue!
"Ras? Halo?"
"Eh, iyaa. Ngga sibuk nih, Kak. Kenapa ya?"
"Sini ke sekolah, Ras. Mau buat video dialog gitu."
"Oh, okey Aras prep dulu. Bye." Ucap Aras lantas menutup panggilan, kemudian menghembuskan nafas lega. Aras pun bergegas mandi dan bersiap-siap menuju sekolah.
🏡
Kaos oblong berwarna abu-abu dengan jeans hight-waist berwarna senada, dilengkapi dengan tas selempang berwarna hitam dan converse putih siap menemani Aras melewati hari ini. Rambutnya yang panjang ia biarkan terurai, tak lupa ia oleskan lipbalm dengan tipis di bibirnya.
"Perfect!" ucapnya, ia segera bergegas keluar dari kamarnya dan berpamitan pada sang ibu.
"Aras pergi dulu yaa, Maa."
"Loh, mau kemana?"
"Ke sekolah, jangan kangen yaa." Jawab Aras diakhiri dengan tawa renyah. Kemudian ia segera menuju ke dluar rumah, kasian Mas ojolnya udah nungguin daritadi.
"Sorry ya, Mas, lama." Ucap Aras.
"Iyaa, Neng, gapapa. Ini helm-nya," ucap Mas ojol sembari menyodorkan helm, segera Aras gunakan dan menaiki motor. Bersama Mas ojol merayap, menjadi bagian dari dari kesibukan kota di hari Minggu ini.
Ah, sampai lupa. Namanya Senandika Arasatya, anak kemarin sore. Iyaa, baru menginjak kelas 10 SMA. Yang waktu itu diprank situs ppdb, nama Aras sempat hilang di hari h-1 sebelum pengumuman, kemudian akhirnya namanya muncul kembali di hari pengumuman. Beberapa minggu yang lalu juga coba-coba untuk ikut seleksi osis dan, kebetulan keterima.
Tak seberapa lama, akhirnya Aras tiba di sekolahnya, segera ia lepaskan helm dan mengembalikannya kepada Mas ojol.
"Makasih yaa, Mas." Ucapnya, tak lupa dengan senyum.
"Siap, Neng, sama-sama. Jangan lupa rating bintang 5 yaa, Neng." Ucap Mas ojol, Aras tertawa.
"Siap, Mas. Saya duluan yaa," dengan mengangguk, segera ia masuk ke daerah sekolah, menuju ruangan yang sudah ditentukan.
"Ras," ucap seseorang, menepuk bahunya. Aras menoleh pun menoleh.
"Eh, Rara. Disuruh dateng juga?"
"Iyaa nih, yok bareng."
Kedua gadis itu pun segera menuju ruangan, yang ternyata Tirta sedang berbicara di depan. Ketukan pintu dari Aras membuatnya berhenti sejenak.
"Maaf, Kak, telat. Boleh izin gabung?"
"Iyaa, gapapa, langsung duduk aja."
Setelah Aras dan Rara duduk, Tirta pun melanjutkan kembali, menjelaskan ulang untuk apa mereka datang ke sekolah hari ini. Katanya, salah satu guru meminta tolong untuk membuat video dialog. Dialog untuk dua orang, yang pasangannya ditentukan dengan hitungan secara random.
"Ras, pasanganmu siapa?" tanya Arum, dia teman sekelas Aras juga sama seperti Rara.
"Em, belum tau nii, Rum. Yang dapet nomer 5 siapa?"
"Dirimu nomer 5? Ih, enak kali dapet nomer 5. Kak Sandy nomer 5 loh." Ucap Arum, btw, Sandy itu pembimbing kelas Aras semasa mpls kemarin. Dia juga yang memotivasi Aras dan yang lainnya untuk ikut seleksi osis.
"Eh, Kak Sandy?" tanya Aras memastikan, yang diangguki oleh Arum. Aras menatap Rara, dan Rara pun langsungtau apa yang dimaksudkan oleh Aras. Setelah teks dialog dikirimkan sesuaidengan pasangannya masing-masing, mereka mulai melatih dialog dengan masing-masing pasangan. Aras, Rara dan Arum masih mengobrol membahas tugas yang diberikan guru mapel kemarin.
"Yang dapet nomer 5 sapa nii?" Tanya Sandy yang baru saja duduk di bangku depan Aras.
"Ih, Kak Sandy sama Aras loh, enak kaliii." Ucap Arum dengan nada yang dibuat-buat. Rara menatap Aras, seolah mengerti apa yang dimaksudkan, keduanya mencoba menahan tawa mereka. Kira-kira begini maksud tatapan Rara, Najis, temen lo caper banget.
"Ayok, Ras, Latian dulu, biar pas record lancar jaya," ajak Sandy, Aras pun mengangguk dan mereka mulai berltaih dialog masing-masing. Sesekali mereka tertawa karena Sandy yang kurang fasih membaca dialog, sesekali Aras memperbaiki kekeliruan Sandy dalam membaca dialog.
Sandy grogi karena di ruangan ini ramai, sehingga terus-terusan menggaruk kepala sebab terlalu banyak keliru membaca dialog. Aras pun mengerti.
"Kak, mending di luar aja deh yaa. Disini rame banget, tabrakan suaranya." Ajak Aras.
"Di luar?" tanya Sandy, Aras pun mengangguk.
"Iyaa, dimana gitu yang gak ramean."
"Ayok," Sandy beranjak keluar, kemudian diikuti oleh Aras. Sandy memilih tempat di pinggir lapangan volly, teduh sebab ada pohon dipinggirannya. Kemudian mereka pun kembali melanjutkan membaca dialog lagi.
🏡
Setelah kegiatan latihan dan record dialog selesai, mereka free. Para laki-laki memilih mabar game yang sedang trend saat itu, among us. Sedangkan para wanita, yaa biasalah, kalo gak tiktokan, selfie, ada juga yang ngegibah. Sedangkan Aras, sibuk dengan dunianya sendiri, ngewattpad.
"Eh, Ras, buk wa." Ucap Rara yang baru duduk di sampingnya, Aras menatap bingung. Ia pun segera beralih membuka wa.
Rara IPA 1 sending 3 pictures
"Apaan nih?" tanya Aras, kemudian ia membukanya. Di foto itu, terlihat Aras dan Sandi yang sedang berlatih dialog di pinggir lapangan tadi. Di foto satunya, mereka berdua sedang berdialog. Satu kata yang muncul di benak Aras, lucu.
"Ih, candid banget anjir, thanks yaa." ucap Aras, masih memperhatikan foto yang dikirimkan Rara.
"Eh, warna bajunya couple anjir!" sahut Rara, dahi Aras mengkerut dan kembali memperhatikan lagi.
"Lah iyaa, aa kebetulan macam apa iniii." Aras gemas sendiri,'kan jadinya. Rara hanya tertawa dibuatnya.
Mungkin menurut orang lain kebetulan, hanyalah kebetulan saja. Tapi menurut Aras, bukan hanya sekedar kebetulan. Katanya, kebetulan adalah takdir yang menyamar, segala sesuatu terjadi pasti ada alasannya.
Jadi, Aras selalu menunggu setiap kebetulan-kebetulan yang akan terjadi nantinya. Entah seperti apa, yang jelas, menurutnya, itu semua sangat menyenangkan.
—To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah [on hold]
Teen FictionDia bilang, cari tempat di mana kamu dihargai dan diterima dengan baik. Cari tempat di mana kamu merasa nyaman dan damai, lalu jadikanlah tempat itu rumah untuk berpulang. Sialnya saya temukan tempat itu di dia. Tapi sepertinya saya salah. Ya dia me...