Ini yang ke 23 kalinya Valerie menyatakan cinta pada laki-laki berparas menawan dengan rahang tegas bernama Jeno Aidan Rathmore. Dan ke 23 kalinya juga Valerie mendapat penolakan, gadis itu bingung apa yang membuat Jeno selalu menolaknya mentah-mentah. Apa karena Valerie jelek? Atau karena Jeno merasa Valerie tidak cocok bersanding dengan wajah tampannya dan proposi tubuhnya yang sempurna? Ah rasanya bukan itu alasan Jeno menolak Valerie, gadis itu bahkan primadona kampus, wajahnya yang cantik terpahat sempurna seperti boneka porselen, dia juga tinggi. Pokoknya, sempurna.
"Ah, Jeno Aidan Rathmore memang sudah gila." Valerie berjalan menyusuri lorong kampus dengan kaki yang sedikit dihentak-hentakan. "Dia itu buta atau bagaimana? Ini sudah ke 23 kalinya pria gila itu menolakku. Aku cantik begini disia-siakan," aku Valerie.
Entah perbuatan buruk apa yang telah Valerie lakukan di waktu lalu hingga membuat hari seninnya begitu sial, pengakuan cintanya ditolak dan sekarang dia lupa membawa tugas-tugasnya yang harus ia kumpulkan detik ini juga.
"Sstttt, Giselle. Heyyy, Giselle." Panggil Valerie yang tidak kunjung mendapat jawaban dari temannya yang duduk di depannya.
"Giselle..." Tak mau menyerah, kali ini Valerie mengetuk-ngetukkan penanya ke kursi Giselle.
"Apa lagi?"
"Aku lupa membawa tugas ku, bagaimana?" Jawab Valerie dengan wajah memelas.
"Siapa yang lupa membawa tugasnya?"
Suara Mr. Jhon, menginterupsi. Valerie memejamkan matanya, demi Tuhan gadis ini bodoh atau apa? Dengan lantang mengucapkan lupa membawa tugas disaat suasana kelas sedang hening-heningnya. Kalau begini, tidak heran Jeno menolaknya. Mungkin Jeno tidak suka dengan gadis bodoh dan ceroboh.
"Saya bertanya sekali lagi, siapa yang tidak membawa tugasnya?"
Valerie menghembuskan napasnya kasar, "saya, Mr. Jhon."
"Keluar."
[ANOTHER WORLD]
"Ahh, lucunya. Ini sini yang lain merapat." Gerombolan kucing-kucing jalanan itu mendekat ke arah Jeno yang sedang membawa makanan kucing. "Ayo, makan ini." Wajahnya terlihat bahagia mencetak senyuman yang begitu manis.
Jeno Aidan Rathmore memang pencinta kucing, tapi sayangnya karena alergi bulu kucing membuatnya harus memakai masker jika ingin berdekatan dengan hewan-hewan paling imut sedunia ini. Dulu saat masih berumur 8 tahun, ia ingin mengadopsi kucing liar yang ia temui setelah pulang sekolah. Tapi, orang tuanya melarangnya dengan alasan khawatir pada kesehatan Jeno.
"Jeno!" Panggil seorang gadis dengan surai hitam. Gadis itu berlari menghampirinya.
"Willona, ya?"
"Iya, aku Willona." Gadis itu tersenyum.
"Apa kabar, Will?"
"Aku baik, kau sendiri bagaimana?"
Jeno melangkahkan kakinya menuju kursi dipinggir taman, Willona mengekorinya. "Aku sangat baik-baik saja."
Willona ini dulu teman sekelas Jeno semasa duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Willona menyukai Jeno, tapi karena Willona bukan tipe perempuan yang terang-terangan seperti Valerie jadi Jeno tidak tau kalau Willona menyukainya. Yaa, Jeno memang sangat tampan. Makanya banyak disukai gadis-gadis.
"Kegiatanmu apa sekarang?" Tanya Willona pada Jeno.
"Aku kuliah, kau sendiri bagaimana?"
"Aku kerja, orang tua ku tidak mampu membiayai kuliah untukku. Jadi apa boleh buat, bekerja menjadi pilihan yang tepat."
Jeno hanya menangguk-anggukkan kepalanya saja, "semangat ya Will kerjanya." Laki-laki itu melihat jam tangannya, "Will, aku duluan ya. Aku ada urusan lain."
Jeno berlari tergesa-gesa, entah urusan penting apa yang membuatnya begitu tergesa-gesa.
Disisi lain, ternyata tidak sengaja Valerie melihat Jeno sedang duduk berduaan dengan Willona tadi. Wajah Valerie yang sudah masam tambah masam. "Apa ini alasan Jeno menolakku?" Valerie tampak begitu kesal, "Kenapa tidak bilang saja dari awal kalau sudah punya pacar? Kenapa harus menolakku sampai 23 kali. Shit, umurku saja baru 20 tahun. Bisa-bisanya dia."
[ANOTHER WORLD]
Valerie melangkahkan kakinya ke lorong rumah sakit, entah apa yang membawa Jeno ke tempat orang sakit ini? Apa keluarganya ada yang sakit? Kakinya terus melangkah mengekori Jeno dengan penuh kewaspadaan, takut-takut ia tertangkap basah sedang membuntuti Jeno. Valerie mengernyitkan alisnya, "untuk apa Jeno masuk ke gudang rumah sakit?"
"Jeno," sontak saja keduanya, baik Jeno dan Valerie menengok ke arah sumber suara.
"Nenek," Jeno agak sedikit terkejut dengan kehadiran neneknya.
"Nenek?" Kali ini Valerie yang membuka suara.
Jeno tambah terkejut lagi menyadari kehadiran Valerie, "apa-apaan ini." Batin Jeno.
Setelah mengantarkan neneknya keruang inap, Jeno menghampiri Valerie yang berdiri di bawah pohon rumah sakit. "Apa yang kau lakukan disini? Kau membuntutiku ya?" Tanya Jeno, to the point.
"Santai saja kenapa sih," sewot Valerie.
Jeno menaikkan sebelah alisnya, harusnya dia yang marah karena gadis dihadapannya ini sudah tidak sopan mengikutinya tanpa izin.
"Aku ingin meminta pertanggung jawaban," Valerie melipat kedua tangannya ke dada.
"Aku rasa kita tidak pernah bermalam bersama di hotel, jadi aku harus tanggung jawab atas dasar apa?"
Valerie benar-benar tidak percaya dengan jawaban yang diberikan Jeno, jauh sekali pikirannya. Memangnya tanggung jawab hanya sekedar urusan hamil-menghamili saja?
"Bukan tanggung jawab yang itu!"
"Lalu? Tanggung jawab apa? Tidak usah bertele-tele."
Valerie memutar kedua bola matanya, malas. "Aku minta pertanggung jawaban atas harga diriku yang sudah kau permainkan."
Jeno kembali menaikkan alisnya sebelah, tidak mengerti apa yang Valerie maksud.
"Seharusnya kau bilang kalau alasanmu menolakku karena kau sudah punya pacar! Kau tau? Kau menolakku sudah 23 kali! Itu menyakiti harga diriku!"
"Aku tidak tau, aku tidak pernah hitung. Memang siapa suruh kau menyatakan cinta padaku?"
Valerie menggeretakkan giginya, gila. Iya, Jeno terlihat tidak berperasaan dihadapan Valerie sekarang. "Jen, apa dimatamu aku jelek ya?"
Dengan cepat Jeno menggelengkan kepalanya, "kau cantik."
Valerie kembali menatap Jeno, "lalu kenapa kau menolak ku?" Tanya Valerie.
"Kau sendiri kan yang bilang tadi kalau aku sudah punya pacar."
•
•
•Kira-kira digudang ada apa ya? Hehehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Another World
FantasyDuk... dukk... dukkk... Suara yang dihasilkan dari benda yang saling berbenturan itu terdengar begitu jelas, siluet laki-laki berpakaian serba hitam, lengkap dengan topi terlihat sedang mengayun-ayunkan palu yang ia pegang ke arah korbannya. Rintiha...