Kesempatan

19 9 10
                                        

Jeno duduk di atas sofa yang terletak di ujung ruang kamar pasien. Sejak tadi yang ia lakukan hanya membuka lembar demi lembar novel Dead Poets Society yang baru ia beli kemarin. Jeno memang hobi membaca buku, tak heran jika laki-laki satu ini dijuluki the most perfect oleh orang-orang yang mengenalnya. Bagaimana tidak? Tidak hanya tampan dan pintar, Jeno juga kaya.

"Yang tadi itu pacarmu?" Tanya nenek Jeno.

"Bukan nek, dia temanku." Jawab Jeno, seadanya.

Tapi memang benar kan? Valerie memang bukan pacarnya. Tapi, sejak kapan Jeno menganggap Valerie adalah temannya? Pasalnya, pertemuan mereka itu sangat unik. Mereka bertemu untuk pertama kalinya di perpustakaan, saat itu Jeno membantu Valerie yang sedang terlihat kesusahan mengambil buku yang terletak di rak paling atas. Jadilah, Jeno membantu Valerie. Bukannya mengucapkan terima kasih, gadis itu malah mengatakan "kau tampan sekali, sepertinya aku sedang jatuh cinta," semenjak itu Valerie tiba-tiba selalu ada dimana pun Jeno berada. Bahkan Jeno baru mengetahui nama gadis itu adalah Valerie ketika gadis itu menyatakan cinta padanya untuk yang ke-6 kalinya. Makanya, cukup aneh kalau Jeno mengatakan kalau Valerie adalah temannya.

"Pacaran juga tidak papa kok, dia cantik. Nenek suka," nenek tersenyum jahil pada Jeno.

"Iya, dia memang cantik tapi otaknya sedikit gila."

"Ah, baiklah jika seperti itu. Cucuku harus mendapat pasangan yang waras, kan?" Jawab neneknya, kembali memejamkan matanya.

Jeno hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Neneknya ini sedang menggodanya atau bagaimana?

Jam menunjukkan pukul 9 malam, Jeno segera menutup novelnya dan memasukkan novel itu ke dalam tas hitam miliknya. Saatnya Jeno pulang ke rumah, besok dia harus berangkat pagi ke kampus. 

"Nek, Jeno pulang ya. Besok Jeno mampir lagi kesini," ujarnya yang hanya ditanggapi oleh dehaman neneknya. 

Nenek, mempunyai penyakit jantung. Sudah 2 hari neneknya itu di rawat di rumah sakit. Kedua orang tua Jeno menyuruhnya untuk menjaga neneknya di rumah sakit karena saat ini mereka sedang berada di luar negeri.

Jeno berjalan dengan langkah tenang menyusuri lorong rumah sakit, udaranya sedikit dingin. Laki-laki itu berhenti sebentar di depan gudang yang ia datangi tadi siang. Jeno menaikkan sebelah alisnya mengingat kejadian tadi. "Siapa orang yang tadi aku lihat? Dia mirip sekali dengan ku." Tak mau ambil pusing, Jeno kembali berjalan melewati gudang tersebut. Menghiraukan segala rasa penasarannya. Toh, mungkin itu hanya perasaannya saja.

[ANOTHER WORLD]

Tangan kiri Valerie digunakan untuk memasukkan roti kedalam mulutnya, sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk menulis catatan materi kuliah. Gadis itu sedang tidak merasa baik-baik saja saat ini, terlebih setelah kejadian kemarin. Dia masih memikirkan perkataan Jeno kemarin, soal pacar. Kalau gadis lain yang mengalami hal tersebut pasti dia akan menangis-nangis. Tapi tidak untuk Valerie, bukannya menangis, gadis itu malah bertanya-tanya kapan hubungan Jeno dengan pacarnya itu segera berakhir? Valerie memang berbeda dari yang lain.

"Sedang apa?" Tanya seseorang dengan suara beratnya.

Valerie menengok ke arah sumber suara. Ternyata yang barusan itu Jeno, "KAU BUTA?!" Jawabnya dengan nada sedikit —ah bukan sedikit tapi sangat-sangat tidak santai.

Jeno berdesis sembari menggosok-gosakan jarinya di telinga. "Aku tanya baik-baik, kenapa jawabnya seperti itu."

Valerie tidak perduli, dia memposisikan duduknya dan kembali menulis catatan. Jujur, gadis itu masih sedikit kesal dengan Jeno, entah kesal karena apa? Karena Jeno terlihat jahat padanya kemarin atau mungkin karena Jeno yang sudah memiliki pacar?

"Aku tidak punya pacar," ucap Jeno —seolah mengerti apa yang membuat Valerie bersikap dingin padanya.

"Memangnya aku tanya?"

"Tidak, aku hanya ingin meluruskan kesalah pahaman diantara kau dan aku saja." Jawab Jeno, terus terang. "Kau sedang tidak ingin diganggu ya?" Lanjutnya.

"Ya."

"Ya sudah, aku pergi."

Belum sempat Jeno melangkahkan kakinya, tanggannya sudah ditahan oleh Valerie. "Yang kemarin itu benar bukan pacarmu?" Tanya Valerie.

Jeno kembali duduk di kursi, "iya, dia teman sekolahku dulu."

Mendengar hal itu, Valerie hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Suasana hatinya tiba-tiba menjadi sangat baik. Tapi tunggu dulu, kenapa Jeno repot-repot ingin meluruskan masalah ini? Padahal dia bisa saja berpura-pura memiliki kekasih agar Valerie tidak terus-terusan mengejarnya.

"Kalau begitu, aku masih punya kesempatan."

"Kesempatan apa?" Tanya Jeno kebingungan.

"Jadi pacarmu."

Jeno mengangguk, "iya, kau masih punya kesempatan."

Mendengar jawaban laki-laki disampingnya itu membuat mata Valerie berbinar-binar. "Ya Tuhan, apa sekarang Jeno menyukaiku." ucapnya dalam hati.

"Tapi, keputusan ada ditanganku. Yang suka padaku kan banyak, mereka juga punya kesempatan jadi pacarku."

Valerie menatap Jeno dengan pandangan yang seolah berkata oh ayolah, yang suka padamu memang banyak. Tapi aku yang paling pantas jadi pacarmu.

"Nanti kalau aku sudah lelah mengejarmu, kau baru tau kalau aku ini berharga."

"Tau dari mana?"

"Ya tau saja, manusia kan seperti itu."

Valerie kembali melanjutkan aktifitasnya, tidak meperdulikan Jeno yang sedari tadi hanya menatapnya dengan pikiran-pikirannya.

"Val," panggil Jeno.

"Ya?"

"Ayo, jadi pacarku."

Gadis itu berhenti dari kegiatan menulisnya, kini padangannya tertuju pada Jeno. Ini Valerie sedang tidak bermimpi kan?

"Kau bercanda?"

"Apa aku terlihat sedang bercanda?"

Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang