Hamparan bintang-bintang tampak begitu cantik menghiasi langit malam kota Capitale, ibu kota Paix. Suasana malam ditengah kota itu begitu tenang malam ini, tidak banyak orang berlalu lalang. Mengingat hari ini adalah hari kematian Princess Azure, anak kedua dari Napoleon V —Raja yang memimpin negara Paix. Banyak rakyat Paix yang berdiri di depan istana kerajaan untuk memberi penghormatan terakhir untuk Princess Azure.
Sepasang kaki jenjang itu berjalan menyusuri gang-gang sempit di pusat perbelanjaan. Raut wajahnya terlihat begitu dingin, siapa saja yang melihat ekspresinya saat ini pasti akan menghindar.
"Ah, sial." Umpatnya. Kakinya tak sengaja tersandung batu.
Ia melanjutkan langkah besarnya menuju suatu ruko kecil yang terletak di ujung gang. Ia berjalan begitu tergesa-gesa.
Laki-laki itu membuka pintu ruko dengan kasar. "Brengsek, akan ku habisi kau malam ini!" Ucapnya, dengan emosi yang membara.
"Tuan, aku bisa jelaskan." Suara pria paruh baya itu bergetar. Ia begitu takut dengan lawan bicaranya.
"Kau menipuku!"
"Prospère, pergilah ke negara itu. Kau akan mendapatkan obat yang tepat disana."
Laki-laki yang dipanggil tuan oleh pria paruh baya itu mengepalkan tangannya dan menjatuhkan sebuah tinjuan ke wajah tua dengan keriput di wajahnya. "Lihat, sekarang kau mencoba menipuku lagi."
Kakinya menendang pria tua itu, "omong kosong apa ini?! Prospèr? Bahkan di dunia ini aku tidak pernah mendengar nama negara itu."
"Y-ya, Prospèr memang tidak ada di dunia kita. Prospèr berada di dunia lain yang saling berinteraksi dengan dunia yang kita tinggali sekarang." Pria paruh baya itu bersusah payah mendudukan bokongnya dengan benar. Tinjuan dari anak muda tadi begitu kuat hingga membuatnya tersungkur.
Anak muda itu mengerutkan keningnya, "Apa maksudmu? Tidak usah membual yang tidak jelas padaku, atau aku habisi nyawamu sekarang juga."
"Kau percaya teori dunia paralel?"
Anak muda itu tertawa, "Uh? Kau percaya dengan ilmuan gila di negeri ini yang membual dan berkhayal tentang dunia lain?"
"Dunia paralel memang benar ada, kau tau gudang rumah sakit tempat gadismu diwarat?" Tanya pria tua itu.
"Ya, aku tau."
"Pergilah kesana. Percayalah padaku," titah pria tua itu. "Dan ku mohon, berhenti memukul dan membunuh."
"Diam kau, tidak usah ikut campur. Kalau bukan karena aku membutuhkanmu, sudah kubunuh kau saat ini juga."
[ANOTHER WORLD]
Valerie sedang duduk di meja belajarnya, matanya dari tadi sibuk terus menerus milirik layar ponsel pintarnya. Bibirnya mengerucut, merasa apa yang ia nanti-nantikan dari ponsel pintarnya itu tak kunjung muncul.
"Huh," Valerie berdiri dan mejauh dari meja belajarnya kemudian menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur empuk miliknya.
Gadis itu menatap langit-langit kamarnya. Rasanya seperti mimpi. Iya, berkencan dengan Jeno itu rasanya seperti mimpi. Mengingat, laki-laki itu sudah menolaknya puluhan kali walaupun berujung dia yang akhirnya mengajak Valerie berkencan. Jeno itu tidak mudah ditebak, bisa saja sejak pertama kali bertemu Valerie, dia diam-diam menyukai gadis itu juga. Tapi bisa juga dia menyukai gadis itu dipertengahan perjuangan gadis itu menarik perhatiannya. Tidak ada yang tau, Jeno susah ditebak.
"Valeriena Aylin, ada tamu yang ingin bertemu denganmu." Ibu memanggil Valerie dari lantai bawah. Agak sedikit berteriak agar putrinya itu mendengarnya.
Valerie tersadar dari lamunannya, padahal sebentar lagi gadis itu sudah akan memejamkan matanya. Siapa yang bertamu? Biasanya orang-orang datang bertamu untuk menemui Ayah Valerie. Bukan bertamu untuk bertemu dengan Valerie.
"Jeno."
"Hai," sapa laki-laki yang sekarang berstatus sebagai kekasih Valerie.
"Hai," gadis itu tersenyum.
"Belum tidur?"
Valerie memutar kedua bola matanya malas, "Jen, jangan bertanya hal yang tidak masuk akal. Aku berdiri dihadapan mu saat ini. Artinya aku belum tidur. Oh, ayolah... mata ku bahkan terbuka lebar."
Laki-laki itu hanya membalas dengan tawa kecil.
Yang dikatakan Valerie ada benarnya juga. Jangan sampai Jeno bertanya pada gadis itu seperti pertanyaan "sudah makan atau belum?" Bisa-bisa Valerie menjawabnya dengan kalimat "Jen... orang tuaku kaya, kalau kau tidak tau. Tidak usah khawatirkan soal makan."
"Mau tidak, jalan-jalan denganku sebentar."
"Kemana?"
"Taman kota, mau tidak?"
"Tentu saja aku mau," Jawab Valerie antusias. "Tunggu sebentar, aku ambil jaket ku dulu. Diluar udaranya dingin."
•••
Suasana malam di taman kota begitu cantik. Sinar rembulan yang terpantul di danau taman menambah kesan indah dan cantik pada danau tersebut. Tidak banyak orang yang datang ke taman kota saat malam hari. Hamparan bunga-bunga di taman ini juga begitu cantik.
"Kau suka tempat ini?" Tanya Jeno.
"Ya, aku suka. Aku tidak pernah ke tempat ini malam-malam seperti ini."
"Kalau siang hari pernah?"
"Pernah."
"Kesini bersama siapa?"
"Giselle."
Jeno hanya merespon jawaban Valerie dengan sebuah anggukan. Tidak tau ingin bicara apa lagi.
"Jen, kenapa kau tiba-tiba mengajakku berkencan?" Tanya Valerie memecah keheningan.
"Karena aku menyukaimu," Jawabnya, singkat.
"Sejak kapan? Kau selalu menolakku."
Laki-laki itu hanya menaikkan kedua bahunya sebagai bentuk respon atas pertanyaan yang dilontarkan oleh Valerie. Sejujurnya, Jeno juga tidak tau sejak kapan laki-laki itu mulai menyukai Valerie. Itu terjadi begitu saja, secara alami.
"Kau sedang tidak menyusun rencana jahat untukku kan? Jen, aku tulus padamu lho. Kalau kau sampai mempermainkanku, akan kubunuh kau."
Jeno bergidik ngeri, "hey... isi kepalamu ini hanya prasangka buruk dan tindakan kriminal saja."
"Habisnya, aku tanya serius kau bukannya jawab pertanyaanku dengan benar malah begitu."
Malam di taman mereka habiskan dengan obrolan-obrolan ringan. Tak sedikit kalimat yang keluar dari mulut Jeno malam itu yang membuat Valerie kesal. Tapi Jeno melakukan hal itu dengan sengaja. Wajah Valerie menjadi sangat lucu saat sedang kesal.
"Val, kau percaya teori dunia paralel?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Another World
FantasyDuk... dukk... dukkk... Suara yang dihasilkan dari benda yang saling berbenturan itu terdengar begitu jelas, siluet laki-laki berpakaian serba hitam, lengkap dengan topi terlihat sedang mengayun-ayunkan palu yang ia pegang ke arah korbannya. Rintiha...