Piknik

6 0 0
                                    

"Yang semalam itu cukup berkesan." Valerie memasukkan potongan buah apel yang ia bawa dari rumah itu ke dalam mulut kecilnya. Program hidup sehat, katanya.

Kedua gadis itu tampak sedang duduk bersantai-santai, menikmati pemandangan yang disuguhkan di hadapan keduanya. Pagi tadi, Giselle tiba-tiba datang ke rumah Valerie tanpa ada janji sebelumnya. Kedatangan Giselle ke rumah Valerie tentu bukan tanpa maksud, gadis bersurai kecoklatan itu ingin mengajak Valerie pergi menonton bioskop. Tapi, keduanya malah berakhir piknik di pinggir danau.

"Tentu saja akan sangat berkesan, dia kan incaranmu." Jawab Giselle.

Valerie memutar kedua bola matanya,  "Hey, ini bukan sekedar perkara incar-mengincar. Aku tulus padanya, mana ada gadis cantik yang begitu tulus sepertiku. Cuma aku, ingat itu! Cuma aku."

Giselle menangguk-anggukkan kepalanya dengan malas, dia sudah biasa dengan watak Valerie yang seperti itu. Sudah ribuan kali Giselle mendengar pengakuan-pengakuan yang terkesan terlalu membanggakan diri yang keluar dari bibir Valerie. Untung saja yang dikatakan Valerie itu memang semuanya benar.

Tapi, tidak sepenuhnya yang ada dalam diri Valerie itu buruk. Wajah contohnya, Valerie cantik. Soal kepribadian, Valerie ini memang agak sedikit pemarah dan sombong. Tapi sebenarnya dia juga memiliki sisi baik. Dulu saat Valerie dan Giselle masih duduk dibangku Sekolah Menengah Atas, ada seorang siswa yang menjadi bahan olok-olokan di sekolah karena siswa tersebut miskin dan culun. Valerie orang pertama dan satu-satunya yang menolong siswa tersebut, apa yang dilakukan Valerie waktu itu membuat satu sekolah heboh. Pasalnya, gadis itu terkenal dengan keangkuhan dan kesombongannya.

Giselle tau, bahwa temannya itu memang tidak seburuk itu. Itu sebabnya, Giselle betah-betah saja beteman dengan Valerie.

"Tapi, apa kau tidak merasa aneh?" Tanya Giselle.

"Aneh? Aneh kenapa?"

"Jeno tiba-tiba mengajakmu berkencan, aneh bukan?"

"Iya, tadinya juga aku berpikir begitu. Tapi aku tidak mau terlalu banyak memikirkan hal yang tidak-tidak, aku ingin menikmati hari-hariku sebagai kekasih Jeno Aidan Rathmore."

Giselle memasang wajah jijik yang dibuat-buat, "Aku ingin muntah rasanya."

"Ya ya ya, muntah saja. Tidak ada yang larang."

Suasana menjadi hening, keduanya sibuk mengunyah makanan sembari menikmati pemandangan tepi danau.

Ini pertama kalinya mereka berdua menghabiskan waktu bersama lagi setelah sekian lama. Sejak masuk semester 2 di perkuliahan, mereka jarang pergi menghabiskan waktu bersama. Dulu Valerie dan Giselle sering pergi ke bioskop, taman, piknik, jogging, pokoknya selalu bersama. Sebenarnya, Valerie sering mengajak Giselle jalan-jalan untuk sekedar refreshing dari tugas-tugas kuliah yang begitu menumpuk, tapi sayangnya Giselle selalu menolak dengan alasan sibuk. Valerie tidak tau apa kesibukan Giselle sebenarnya, pasalnya mereka berdua itu satu universitas, satu fakultas, satu program studi, dan satu kelas. Valerie tidak mau membuat beban lebih di kepalanya. Giselle punya kehidupannya sendiri yang tidak harus Valerie ketahui. Toh, yang penting sekarang hubungan pertemanan mereka baik-baik saja.

Langit tiba-tiba berubah warna menjadi keabu-abuan, angin berhembus kencang disertai suara gluduk. Rintik-rintik air hujan mulai turun, membuat kedua gadis itu berteriak dan buru-buru membereskan makanan mereka.

Keduanya berlari kencang menuju pondok yang berada di sekitar danau.

"Huft, kenapa tiba-tiba hujan." Keluh Valerie.

"Iya, padahal tadi aku sempat lihat ramalan cuaca di ponsel dan disitu tertulis bahwa hari ini cuacanya cerah, tidak ada hujan."

"Jangan percaya ramalan cuaca."

"Tuhan pun kau tidak percaya, jadi tidak heran kalau kau tidak percaya ramalan cuaca." Sindir Giselle.

Valerie tidak menggubris perkataan Giselle, Valerie tengah sibuk menyisir-nyisir rambutnya yang kini telah basah terkena air hujan menggunakan jari-jarinya.

Omong-omong soal perkataan Giselle barusan, Valerie bukannya tidak percaya Tuhan. Valerie hanya sedikit mempertanyakan eksistensi-Nya saja.

Hari mulai petang, langit kian gelap tapi tidak ada tanda-tanda hujan akan berhenti. Valerie dan Giselle sudah sangat kedinginan, terlebih Giselle yang menggunakan dress dengan panjang diatas lutut.

Valerie menggosokkan kedua telapak tangannya, mencari kehangatan dan bibirnya juga sudah pucat. Valerie benar-benar kedinginan.

"Dingin sekali aku tidak tahan," ujar Giselle.

"Sama, aku juga. Aku hubungi Jeno saja, bagaimana? Biar dia menjemput kita."

Giselle tampak terkejut, "Tidak usah... Nanti jadinya merepotkan."

"Kenapa merepotkan? Dia pacarku."

"T-t-tapi —"

"Stttt, tidak ada tapi-tapi. Aku mau pulang, kalau kau tidak mau ya sudah. Kau saja disini sendirian," ujar Valerie.

[ANOTHER WORLD]

"Bibirmu pucat sekali," ujar Jeno —khawatir.

"Aku kedinginan."

"Kenapa bisa kehujanan? Sebelum pergi memangnya kau tidak lihat ramalan cuaca dulu? Kalau tidak, harusnya kau lihat dulu." Oceh Jeno.

Valerie menghembuskan napasnya kasar, "Jen... Tanyanya satu-satu dulu." Ucap Valerie sembari memasang seatbelt. "Lagi pula, tadi Giselle sudah lihat ramalan cuaca dan disitu tertulis cuaca cerah. Jangan percaya ramalan cuaca."

Jeno melirik ke arah Giselle yang duduk dibelakang, kini giliran laki-laki itu yang menghembuskan napasnya kasar. "Jangan mati, Val."

Valerie menaikkan alisnya sebelah, gadis itu tampak bingung dengan ucapan Jeno barusan.

"Jen, air hujan tidak akan membuatku mati."

"Tapi kau kedinginan, terlalu dingin bisa membuat manusia mati."

Valerie tidak menggubris perkataan Jeno, entah kenapa Jeno jadi aneh seperti ini. Khawatirnya terlalu berlebihan. Padahal dulu laki-laki satu itu selalu cuek bebek pada Valerie, aneh bukan?

Mobil merah itu kini berhenti dipekarangan rumah Valerie.

"Aku turun ya, antar Giselle dengan selamat sampai rumah. Awas kau kalau terjadi hal buruk pada temanku!" Peringat Valerie.

Jeno hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja.

Setelah dilihatnya Valerie masuk ke dalam rumah, Jeno hendak menjalankan mobilnya. Tapi —"Pindah ke depan, aku bukan supirmu." Perintah Jeno, agak sedikit kasar.

Diperjalanan tidak ada satupun dari mereka yang mencari topik pembicaraan untuk sekedar mengobrol. Keduanya sama-sama diam. Mereka diam bukan karena tidak saling kenal, tentu saja mereka saling kenal karena saat masa orientasi mahasiswa dulu, Jeno dan Giselle pernah satu kelompok. Untuk masalah kedekatan diantara keduanya, tidak ada yang tau mereka cukup dekat atau tidak. Pasalnya, tidak ada interaksi diantara mereka selama di kampus. Apakah Valerie tau kalau Giselle sudah mengenal Jeno terlebih dahulu? Jawabannya tidak. Valerie saja baru mengetahui eksistensi Jeno di dunia saat kejadian di perpustakaan.

"Kau jangan berbuat yang tidak-tidak pada Valerie." Kali ini Jeno membuka suara.

Giselle tersenyum kecut, "Untuk apa aku menyakitinya?"

"Menurutmu untuk apa?"

Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang