Yibo bersiap pulang, membuka seragamnya, meninggalkannya di loker. Kaus oblong putih dipadu jaket tebal juga celana jeans saat ini dia gunakan.
Berjalan melewati gang di samping kantor polisi menjadi pilihannya. Perutnya lapar, dia mencari kios penjual mie langganannya yang tidak jauh dari sana.
Wang Yibo tengah duduk dan menyantap hidangan yang dipesan, dan beberapa saat kemudian, suara keributan terdengar dari ujung lorong, beruntung saat ini dirinya telah menyelesaikan acara makannya. Sebagai seorang aparat penegak hukum, jiwanya terasa terpanggil, walau seragam telah ditanggalkan dia bergegas menuju asal suara dengan sebelumnya membayar makanan yang telah dia habiskan.
Seorang lelaki paruh baya tengah menggoda seorang wanita pejalan kaki, lelaki itu mencoba menariknya, berniat ingin mengajaknya ke suatu tempat. Yibo yang menyaksikan itu spontan menarik lelaki itu hingga terjatuh. Lalu menunjukkan kartu anggota kepolisian miliknya yang sontak membuat lelaki itu segera melarikan diri.
Wanita itu masih tampak terkejut dengan yang baru saja terjadi. Tanpa memperhatikan keadaan.
"Apa kau tidak apa-apa, Nona?" Yibo bertanya menenangkan. Tangannya spontan mencoba menyentuh pundaknya, tetapi apes, wanita itu berbalik dan tak sengaja tangan Yibo menyentuh dada wanita tersebut.
Plak!!!
Wang Yibo terkejut. Entah kaget karena ditampar oleh wanita itu atau kaget, karena tangannya dengan kurang ajar telah menyentuh aset orang itu.
"Dasar lelaki berengsek, mesum!!" Wanita itu mencaci Yibo sebelum akhirnya pergi meninggalkannya.
Wang Yibo saat ini masih bingung, dengan yang baru saja terjadi. Tanpa dia sadari dari balik bangunan di bawah bayangan hitam seseorang tampak tengah memperhatikannya.
Seorang lelaki ramping dengan kaki jenjang berjalan sendirian di tengah malam, sebuah payung dia kenakan melewati jalan sepi. Di depannya seorang Wang Yibo masih berdiri diam di bawah rintik hujan.
Bahu dan bahu saling bertabrakan.
"Maaf," ucap pemuda yang menabrak Yibo dari belakang.
Yibo menoleh dan mendapati aliran darahnya terasa terhenti. Wajahnya mendadak pucat. Di hadapannya saat itu sosok remaja dari orang yang sangat dia rindukan, benar-benar mirip, bahkan tahi lalat itu begitu indentik dan sama persis, mata itu ... tetapi otaknya masih dapat berpikir jernih.
Pemuda ini bukan 'dia'. Xiao Zhan-nya saat ini pasti seumuran dengannya bukan sosok remaja manis seperti sepuluh tahun yang lalu. Ini hanya orang yang kebetulan mirip.
"Kenapa kau berdiri di tengah gerimis?" tanya ramah lelaki itu sambil memegang payung. Membuyarkan lamunan Yibo.
"Hari sudah malam, ditambah tingkat kejahatan semakin tinggi. Kenapa kamu ada di luar?" Wang Yibo balik bertanya karena merasa orang yang saat ini tengah bertanya ini adalah sasaran empuk penjahat.
"Aku baru pulng bekerja dan barusan mendengar kegaduhan."
"Keadaan sudah aman sekarang, kau bisa segera pulang."
"Tetapi aku takut, katanya jalan ini berhantu juga terdapat banyak lelaki usil."
"Apa kau ingin aku temani?" tawarnya spontan.
Dengan malu-malu, pemuda itu mengangguk.
Mereka berjalan beriring di bawah payung kecil, rintik hujan membasahi bahu, tidak bisa melindungi dua orang itu dari tetesannya. Sesekali pundak mereka saling bersentuhan menimbulkan sensasi kesetrum yang tidak biasa untuk seorang Wang Yibo, hingga tanpa sadar tangan itu telah menarik pundak itu agar lebih rapat kepadanya.
Pemuda itu hanya menatap wajah Yibo dengan mata sayu, sambil tersenyum penuh arti, mendadak tubuh Yibo terasa panas, ada desiran aneh yang membangkitkan hasratnya.
Tak dapat lagi menahan Yibo langsung menarik pemuda itu ke sebuah gang sepi dan gelap, tanpa menunggu persetujuan, dia telah melumat paksa bibir merah yang tengah terbuka.
Yibo seperti terjerat aroma manis dari tubuh pemuda itu, tidak dapat mengendalikan dirinya. Saliva telah bercampur, rasa panas menjalar ke seluruh tubuh terpusat di bagian inti tubuhnya.
Tubuh ramping ini tengah dia peluk erat, tangan nakal Wang Yibo telah menyelusup di balik kemeja dan sweater pemuda manis itu.
Pemuda manis itu tampak berontak, melepas ciuman menuntut dan penuh nafsu Yibo.
"Jangan buru-buru, aku tidak mau jika harus melakukan di sini," ucap pemuda dengan tahi lalat dibawah bibir itu.
"Jadi ... jika bukan di sini, kau mau?"
Pemuda itu hanya mengangguk malu-malu. " Tapi biarkan aku yang menentukan di mana tempatnya."
"Baiklah!! Ke ujung dunia pun aku ikut!"
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
MeduZhan (End)
FanfictionSebuah kisah pilu tantang rasa cinta yang harus terpendam di relung hati, terkubur dalam gelap dan menyakitkan. Sebuah kemarahan yang membakar sukma, dendam yang harus segera terselesaikan, jiwa yang hancur dan terkubur bersama cinta sejati. Seribu...