Raka mendorong pintu kamar Agatha dengan kantung es batu di tangannya. Dia menghampiri Agatha yang duduk di pinggir ranjang dengan pandangan ke bawah, Raka menghela nafas kemudian duduk di sebelah gadis itu.
Tanpa berucap apapun, Raka meraih dagu Agatha agar menatapnya. Laki-laki itu memperhatikan bekas tamparan Alhan di pipi gadis itu dengan lekat. Tangannya kemudian mengepal, Alhan sudah keterlaluan. Tidak seharusnya dia memukul adiknya sendiri.
"Diem." Raka memeloti Agatha ketika dia hendak menunduk kembali, hingga Agatha mengurungkan niatnya.
Gadis itu meringis saat kantung es yang dingin mengenai pipinya yang sejak tadi terasa panas dan berdenyut.
"Sakit." Agatha menepis tangan Raka. "Jangan di kasih es batu, nanti sembuh sendiri," katanya membujuk, tidak lupa tatapan memelas andalannya. Tapi seperti biasa, tidak berpengaruh apapun.
"Agatha," panggil Raka dengan nada rendah. Agatha meneguk ludahnya dan mendekatkan pipinya kembali pada Raka. Memutar matanya, Raka kembali mengompres pipi gadis itu.
Terjadi keheningan hingga kemudian Raka berbicara. "Jangan cari Alhan lagi."
Agatha mendengus. "Kenapa? Apa salahnya gue pengen ketemu abang gue sendiri?"
Laki-laki itu menggeleng. "Gak salah. Tapi ini pesen dari Mami lo, turutin aja supaya lo bisa cepet balik ke rumah."
"Itu mulu omongan lo. Segitu pengennya gue cepet keluar dari sini?" gerutu Agatha namun otaknya menyuruh dia tidak menurut. Agatha akan tetap mencari Alhan kembali, dia tau kakaknya itu tidak suka sendirian dan Agatha akan menemaninya.
Seburuk apapun perlakuan Alhan padanya. Laki-laki itu tetaplah saudara kandungnya, orang yang dulu sangat menyayangi Agatha meski belakangan ini sikapnya berubah.
Raka terus menekan perlahan kantung itu dengan telaten membuat Agatha menatapnya bingung. Raka yang menyadari tatapan Agatha segera berbicara. "Jangan salah paham, gue cuman gak mau muka lo ngerusak pemandangan gue."
Bibir gadis itu mencebik. "Alasan murahan, padahal mah lo perhatian kan sama gue?"
"Pede lo." Raka menurunkan tangannya kemudian satu alisnya terangkat. "Buat apa gue perhatian sama orang yang ngatain gue jahat terus-terusan?"
"Eh." Agatha mengedip beberapa kali. Dia tidak menyangka Raka tersinggung jika dia mengatai laki-laki itu jahat. Agatha kira hati Raka sekeras wataknya. "Jangan baperan ya, Ka. Gue gak niat ngomong gitu sumpah," dia mengacungkan dua jarinya.
"Hm." Raka kembali mengompres pipi gadis itu. Dalam diamnya fikiran Raka sudah melayang-layang. Dia berfikir gadis ini terlalu bodoh, meski tau Alhan akan berbuat kasar padanya namun dia tetap mendatangi pria itu padahal jelas Alhan membencinya.
Agatha adalah gadis terbodoh yang pernah Raka kenal. Itu salah satu penyebab dia tidak mungkin menaruh perasaan pada gadis ini. Agatha jauh dari kriteria idaman Raka. Dia menginginkan gadis berfikiran dewasa dengan kepintaran yang sama sepertinya.
Bukan gadis cengeng, bodoh, nakal, tidak bisa di atur, serta ceroboh seperti Agatha. Raka rasa dia sudah kehilangan kewarasan jika suatu saat nanti menyukai Agatha.
"Sakit anjir! Lo bengong ya?" seru Agatha menahan lengan Raka dengan ringisan saat merasakan tekanan es di pipinya makin kuat dan tidak beraturan.
Raka mengedip. Dia terdiam dengan pandangan lurus pada Agatha, kemudian matanya beralih pada tangan mungil yang menggenggam pergelangan tangannya. Jantungnya sedikit berdebar, kulit tangan Agatha terasa halus dan lembut seperti kulit bayi.
Sadar dengan fikirannya membuat Raka langsung menyentak tangan gadis itu hingga pemiliknya kaget. Dia segera berdiri dan memberikan kantung itu pada Agatha.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Roommate Is a Badgirl
Teen Fiction(SUDAH TERBIT, TERSEDIA DI GRAMEDIA) Agatha terpaksa tinggal bersama Raka. murid paling teladan dan juga kebanggaan di sekolah. Manusia sedingin es yang memiliki sifat bertolak belakang dengan Agatha. Menurut Raka, Agatha adalah sosok iblis penggoda...