{ 1 }

876 124 0
                                    


"BANG KEMBALIKAN!."

Jeno berteriak kesal ketika Jaehyun mengangkat tinggi-tinggi cangkir teh hangat miliknya.

"Jaehyun ayo kembalikan."

Donghae yang sudah tidak tahan dengan kebisingan yang dihasilkan dua anaknya berdecak dan menyuruh yang lebih tua berhenti menjahili sang adik.

Jaehyun tertawa, mengembalikan cangkir pada Jeno yang dibalas tendangan kencang pada pahanya, Jaehyun berteriak kesakitan.

"Rasakan!."

Jeno berdesis, membawa cangkir menuju ruang tengah dan duduk di sebelah sang ayah yang membaca koran pagi dengan tenang.

"DEK! ADEK!."

Eunhyuk memanggil dari lantai atas, Donghae mengaduh, seperti nya keinginan membaca koran tanpa gangguan hanyalah angan angan. Ia menoleh menatap suaminya yang tergesa menuruni anak tangga.

"PAPA! ADUH SAKIT!."

Eunhyuk terkejut, tidak sengaja menginjak paha Jaehyun karena terburu-buru, dengan cepat meminta maaf pada si sulung yang masih berguling tidak jelas diatas lantai dan menghampiri si bungsu yang menatap heran.

Sementara Jaehyun mengumpat sambil mengerang karena pahanya terasa sakit demi apapun.

"DEK ADA KABAR MENGGEMPARKAN!."

"Pa bisa nggak teriak-teriak?."

Donghae menyuruh Eunhyuk duduk di sebelahnya dan mengelus punggung suaminya menenangkan, sementara Eunhyuk sibuk mengatur nafas.

Jeno mengernyit sebelum memasang wajah pongah,

"Wah, pasti papa mau ngomong sesuatu yang buruk kan?."

"Sembarangan mulutmu itu, ini berita baik!."

Justru itu, setiap berita baik yang keluar dari mulut papa adalah sebaliknya. Jeno menatap tidak tertarik, berdoa semoga yang keluar bukan kata-kata konyol seperti Minggu kemarin.

Ia menyeruput teh nya yang sudah dingin,

"Kamu tahu aunty Wendy? Nah dulu kan papa pernah hutang sana dia karena waktu beli bakso uang papa kurang."

Kan, apa hubungannya ini dengan berita baik?.

"Karena itu sekarang aunty Wendy mau menagih hutangnya, tapi bukan pakai uang. Jadi, kamu sama Abang akan dijodohkan sama anak dia."

Jeno menyemburkan teh nya keluar hingga mengenai wajah Donghae yang memejamkan mata sambil menahan teriakan kesal.

"Papa kalau bercanda nggak lucu!."

Eunhyuk mencubit lengan nya lantas merengut.

"Ini serius loh dek, iya papa tau kamu senang sekali sampai nggak percaya."

Jeno menarik rambutnya frustasi, berteriak dalam hati. Siapa yang senang?! Justru dia membenci mendengar berita ini. Tidak, tidak mau. Jeno tidak mau dijodohkan, ini sudah memasuki era modern, generasi milenial mana yang masih di jodohkan?.

"Lagian kan papa yang punya hutang, kenapa aku yang harus bayar?! Papa astaga demi Tuhan, ini hanya hutang bakso kan?! Kenapa aku sampai dijodohkan?!."

Donghae mengusap wajah dengan tisu, jelas sekali menahan tawa membuat Jeno ingin mencekik kalau tidak ingat laki-laki berkepala empat itu adalah orangtua.

"Aduh nggak masalah ya? Lagian kan Abang juga, ya bang kamu senang kan dijodohin?."

"Tergantung, orangnya gimana? Kaya nggak?."

Jaehyun menyahut dari lantai dekat ujung anak tangga, Jeno menepuk dahi. Tidak habis pikir dengan jalan pikiran yang lebih tua.

"Abang bego! Kita ini lagi dijual loh buat lunasin hutang orangtua! Ini namanya penyiksaan terhadap anak!."

Jeno berkata dramatis, Donghae menyumpal mulut si bungsu dengan pisang cokelat dan menyuruhnya untuk diam.

"Nggak ada yang jual kamu sama Abang, lagian perjodohan ini bukan semata-mata karena hutang papa, tapi memang kita sudah ada rencana sejak kalian masih kecil. Ayah janji, nanti calon kamu itu laki-laki baik."

Jeno mengunyah dengan bengis, membuat Eunhyuk meringis, takut jika bibir Jeno terluka karena gigitannya yang brutal.

"Ayah ini-APA?! LAKI-LAKI?!."

Donghae harus pergi ke THT setelah ini, Jeno berteriak begitu keras tepat di depan telinganya, membuat suara dengungan terdengar.

Jaehyun juga ikut heboh, jelas saja. Mana ada perjodohan dengan laki-laki yang dilakukan dengan mudah? Begitu saja?.

"Iya, siap-siap nanti malam kita makan bersama dengan orangtua calon kalian."

"TAPI KAN JENO BELUM BILANG SETUJU!."

"TAPI KAN JAEHYUN BELUM BILANG SETUJU!."

_________

Jeno berjalan mondar-mandir di depan kamar Jaehyun, kemudian saat pintu terbuka dengan buru-buru ia masuk dan kembali menutup pintu.

"Lo kenapa sih dek?."

"Bang, mari kita bekerjasama untuk menggagalkan rencana perjodohan ini."

Jaehyun merotasikan bola mata malas, menggeser badan Jeno dan membuka pintu kamar. Berjalan keluar meski kini sang adik memeluk tubuhnya dari belakang.

"Bang, Lo nggak mau dijodohkan kan? Karena itu, kita harus-"

"Dengar ya dek, gue emang belum bilang setuju, tapi bukan berarti nggak mau."

Jaehyun melepaskan pelukan Jeno dan melipat kedua tangan di dada,

"Jadi Abang mau?."

"Ya iyalah, tadi waktu papa kasih fotonya calonnya kaya, ganteng, sama manis. Duh kalau inget kan jadi sia-sia Abang buang rezeki."

Gagal total, Jeno merengek. Kalau sudah seperti ini dia harus bagaimana? Dasar Jaehyun kalau lihat yang menarik seperti permata begini langsung tancap gas.

"Udahlah dek, Lo lihat dulu nanti. Kalau emang nggak mau bilang sama ayah."

"Memang nanti ayah izinin kalau nolak perjodohan?."

"Ya nggak sih."

Jaehyun tertawa, kali ini Jeno kembali menendang pahanya.

Seperti nya selama menjadi kakak Jeno, ia selalu tersakiti secara mental dan fisik.

"Narasi hidup gue itu terlalu lucu nggak sih bang?."

"Nggak sih, masih lucu juga novel komedi yang kemarin gue beli."

TBC

Casamentero | JaemjenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang