“Jadi perjodohan ini bisa dilanjutkan kan?.”
Wendy bertanya memastikan, sebelum Jeno menggeleng dan mengatakan tidak sang ayah memukul tulang keringnya, membuatnya mengaduh dan membungkuk kesakitan.
“Tentu saja, kalau perlu kita atur tanggalnya.”
“Begini, karena tadi Taeyong bilang ingin mempercepat pernikahannya jadi kalau bulan depan saja bagaimana?.”
Jaehyun menyemburkan jus jeruknya keluar, jelas tekejut apalagi Jeno yang membeku di tempat. Ayah dan papa saling melempar pandangan, satu bulan terlalu cepat, bahkan dari perjanjian dengan Jaemin yang akan memberinya waktu untuk saling mengenal.
“Tidak-maksudku paman, beri kami waktu beberapa bulan, lagipula kami belum saling mengenal satu sama lain, iya kan ?.”
Jeno menyikut perut Jaehyun yang masih sibuk mengelap bibir,
“Iya paman, kita juga perlu waktu tidak perlu terburu-buru.”
Jaehyun meringis saat melihat sorot binar dalam mata Taeyong meredup, tapi bagaimana lagi mereka tidak bisa begitu saja setuju.
“Ah iya, anak-anakku ingin fokus belajar juga, jadi bisa tolong beri mereka waktu.”
Papa tertawa, mengusap pundak Jeno yang menghela nafas lega saat Chanyeol dan Wendy setuju. Acara makan malam sudah selesai pukul sembilan, jeno berteriak senang meski harus menangis merelakan masa mudanya.
Hutang sialan.
Jaehyun tertawa, menggoda Jeno soal Jaemin yang terus menatapnya seperti mangsa.
“Ayo pulang.”
Jeno mengekor di belakang Donghae setelah meninju lengan Jaehyun yang menyebalkan malam ini, mungkin dia bisa mencoba.
Tapi untuk benar-benar mencintai, jujur saja Jeno tak pernah yakin soal itu.
_________
“Jeno! Ayo cepat makan sarapanmu Jaemin menunggu diluar!.”
Jeno membolakan matanya, pipinya penuh dengan roti isi yang dibuat Eunhyuk sebagai menu sarapan,
“Ayo cepat.”
Jeno dengan malas menghabiskan roti isi dan meneguk gelas berisi susu strowberry yang baru di beli Jaehyun dari minimarket, lalu mencium pipi Eunhyuk dan Donghae secara bergantian, lalu berjalan keluar rumah.
Melihat Jaemin yang berdiri di depan mobil merahnya dengan ponsel di tangan,
“Berangkat duluan, gue naik bus.”
Namun sebelum Jeno sempat melangkah menjauh, tubuhnya sudah diangkat oleh Jaemin tanpa permisi, Jeno memekik kesal dan mengeluarkan protes, meski tidak ditanggapi oleh laki-laki Agustus yang selalu saja melakukan sesuatu seenak jidat.
Jaemin mendudukkan Jeno di kursi belakang, kemudian duduk di sampingnya, Jeno mengernyitkan dahi, kalau begini siapa yang mau menyetir?.
“Sorry lama, oh ini anaknya?.”
Jeno menoleh ke arah laki-laki berkulit tan yang baru datang dan duduk di kursi kemudi, Jaemin mengangguk,
“Pantes Lo mau-mau aja dijodohin, ternyata anaknya manis gini.”
Jeno mencibir pelan, mengaduh saat tubuh Jaemin terlalu menempel dengan sisi tubuhnya. Ia memiilih memutar bola mata malas, membiarkan laki-laki Agustus melakukan sesuatu sesuai keinginannya.
“Lo ngapain duduk disana ? yakali gue mirip sopir gini duduk di depan sendirian.”
“Calon suami gue maunya nempel terus, kan gue juga bingung boy.”
Jeno mencubit lengan Jaemin gemas, ingin rasanya ia menendang laki-laki ini jauh-jauh dari bumi.
Donghyuck-teman sekaligus sahabat Jaemin sejak mereka masih dalam bentuk zigot- hanya tertawa, kemudian menyalakan mesin dan mobil mulai melaju dengan kecepatan sedang. Dalam perjalanan, Donghyuck dan Jaemin sangat berisik, entah membicarakan soal tugas kuliah dan segala macam keluhan kehidupan-seperti mereka ini adalah orang-orang dengan beban berat untuk hidup.
“Sekolahnya dimana?.”
“Di seberang stasiun.”
“Oke, gue antar sampai kelas.”
“Nggak usah ya! Sumpah yang ada Lo malu-maluin nanti.”
Jaemin berdecak, masih bersikukuh mengantarkan kekasihnya sampai dalam kelas dengan selamat tanpa terluka sedikitpun. Jeno merengek, memohon supaya Jaemin mendengarlkan atau akan ada gosip tentang dirinya yang tidak-tidak menyebar ke seluruh sekolah.
“Cium dulu, baru mau.”
“Nih cium kaki gue sekalian.”
Jaemin mengaduh saat mendapat sentilan di dahi, tidak menyangka tenaga jeno ternyata tidak main-main.Donghyuck mematikan mesin, mengatakan ia akan segera kembali setelah mengeprint tugas di fotokopian yang kebetulan ada di samping sekolahnya.
Jeno berusaha menahan Jaemin untuk tidak keluar,
“Cium dulu.”
Jeno mendengus, menempelkan bibir pada bibir milik Jaemin, sebelum sempat menarik diri untuk menjauh tengkuknya ditahan oleh tangan Jaemin dan bibirnya dilumat dengan terburu-buru, hidung mereka bolak-balik bertabrakan, bibir bawah milik Jeno di gigit kencang, membuat ia mengerang meski bibirnya untung saja tidak berdarah.
Jaemin melepas ciuman, kemudian mengusap tali saliva keduanya, tertawa melihat rambut Jeno berantakan dan bibir yng bengkak.
“Nanti kalau ada yang lihat gimana ih?.”
“Bilang aja, di gigit nyamuk.”Jeno memukul pundak Jaemin, kemudian meraih ranselnya keluar, mengabaikan perkataan Jaemin yang memberinya ucapanb semangat belajar, meski dadanya tetap saja berdebar.
“JENO! LO PUNYA SUGAR DADDY YA?!.”
Jeno tersedak ludah ketika Chenle berteriak heboh, menunjuk dirinya tanpa tahu semua siswa kini menoleh ke arah mereka,
Mampus, buang saja Jeno ke palung mariana saat ini juga.
TBC
Ini nggak jelas, aku tahu🚶

KAMU SEDANG MEMBACA
Casamentero | Jaemjen
FanfictionDijodohkan itu sudah lumrah dan sudah biasa, tapi kalau karena hutang bakso yang belum lunas? Narasi hidup Jeno terlalu lucu. *. Jaemjen *. Don't read if you don't like baby :) ©🐬 Start: 17/9/21 End:-