LOUIS 'POV'

1.5K 159 10
                                    

Aku sadar bahwa ini sangat awkward banget, membawa gadis yang sama sekali tidak kukenal. Apalagi tadi dia sukses membuatku hampir meledak dengan sikap percaya diri tingkat tingginya di depan kamera. Aku tak menyangka bahwa dia begitu asyik dan santai berbicara dengan paparazi sialan itu. Sangat berbeda denganku yang membenci kehadiran kamera dan paparazi yang suka menguntit dan ingin tahu kehidupan asmaraku. Aku benci saat mereka mulai mencampuri urusan pribadiku. Aku lebih suka mereka saat membahas prihal One Direction atau album baru kami. Itu lebih baik dari pada kehidupan asmaraku yang tak ingin kubocorkan pada siapapun.

Aku seratus persen yakin bahwa kejadian di  restoran tadi pagi pasti akan tampil di headline news di teve maupun media cetak. Entahlah, bagaimana tanggapan mereka soal  pengakuanku yang menyatakan bahwa Na Na adalah sepupuku dari Korea. Mereka, para penggemarku yang berotak cemerlang tentu saja menyangkal ungkapanku barusan. Asal kalian tahu saja, mereka itu seperti catatan sipil yang tahu latar belakangku dan siapa saja keluargaku.

Sekarang kami dalam perjalanan menuju rumah temannya, teman Na Na maksudku. Rumahnya tidak terlalu jauh dari pusat kota dan mudah saja kulacak melalui GPS. Sedari tadi Na Na asyik melihat keluar jendela. Entah apa yang dipelototinya, tapi kelihatannya dia begitu gembira. Katanya, dia seorang artis terkenal di Korea, tapi mengapa dia kampungan sekali ketika berada di London?

"Apa katamu?" tiba-tiba Na Na bersuara. Aku geli mendengar aksennya yang sangat lucu dan setiap berbicara dia selalu menggunakan nada mengomel. Mungkin itu adalah kebiasaan mereka berbicara di Korea.

"Apa?" aku menanggapi dengan ringkas tanpa melihatnya.

"Tadi kau bilang aku kampungan."

"Masa?"  ucapku. Ups, mungkin aku baru saja menyuarakan isi hatiku.

"Iya, kau bilang aku seperti itu," balasnya lagi.

"Tidak," bantahku. "Aku hanya bilang, kau ini kan artis terkenal, tapi mengapa tidak pernah ke London?"

"Ish," dia menjitak kepalaku. Sakit sekali. Aku hanya meringis. "Jadwalku sangat padat. Bahkan aku jarang punya waktu untuk kehidupanku sendiri. Selesai syuting drama jam tiga subuh lalu aku pulang ke apartemen dan beristirahat hanya dua jam. Paginya aku harus cepat-cepat berangkat menjadi host di sebuah acara musik. Kemudian aku menghadiri acara talkshow sebagai bintang tamu. Lalu syuting iklan. Dan begitulah seterusnya. Memang sangat melelahkan," omelnya.

"Itu resiko yang harus kau terima," jawabku.

"Eh, hei, tadi aku berjanji akan mendengarkanmu bercerita. Sekarang berceritalah," pintanya.

"Aku?" tanyaku tidak percaya sambil menunjuk diriku sendiri. "Bercerita? Kita bahkan tidak saling mengenal, Nona."

"Kau ini," dia kembali memukul lenganku. "Kita sudah saling mengenal sejak sembilan jam yang lalu. Kau sudah tahu namaku dan aku sudah tahu namamu. Lou, aku ini orang yang selalu menepati janji. Jadi, berceritalah. Kalau kau tidak bercerita berarti aku sudah mengingkari janjiku. Huuaaaaa....," lalu dia merengek sambil menjerit.

"Apa yang harus kuceritakan?"

"Apa saja, Lou-Lou. Siapa tahu begitu kau sudah bercerita padaku, kau akan merasa lega jadi kau tidak marah-marah lagi. Kebanyakan orang selalu memendam masalahnya. Jadinya, mereka selalu terbebani dengan masalah itu. Dan ujung-ujungnya frustasi bahkan ada yang sampai bunuh diri."

"Baiklah. Tapi di mobil bukan tempat yang cocok untuk berbicara. Terlalu berbahaya," ucapku.

"Baiklah. Kemana kau akan membawaku?" tanyanya.

"Ke tempat umum. Tapi aku ingin kau menuruti permintaanku."

"Apa Lou-Lou?"

"Jangan buka mulutmu kalau kita bertemu paparazi. Jangan bersikap seperti tadi."

Night Changes ~ One Direction FanficTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang