© Zayn™ Part 1

3.1K 274 20
                                    

Zayn turun dari lantai atas dengan terburu-buru sembari menyampirkan mantel musim dingin di bahunya. Dia agak kesulitan keluar dari pintu karena Naill masih berdiri di sana, menontoni gadis itu, bukan malah menyuruhnya masuk padahal cuaca di luar sangatlah dingin. Sebelum memasuki mobilnya, Zayn sempat mengedipkan matanya pada Niall seolah berkata: bawa-dia-masuk!

Zayn mengendarai mobilnya menuju rumah Adelle, teman lamanya saat di sekolah dasar. Sekarang, Adelle bukan lagi gadis kecil yang sering menangis karena ulahnya. Adelle sudah tumbuh dewasa dan lebih tegar daripada lima belas tahun yang lalu. Sangat jarang Adelle pulang ke London, itu sebabnya Zayn tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini hanya untuk berduaan di rumah menemani Niall yang kesepian.

Sudah sejak lama Zayn ingin menanyakan sesuatu pada Adelle. Banyak hal yang ingin ditanyakannya. Bahkan dia sampai bingung harus menanyakan apa yang pertama. Hubungannya dengan Adelle cukup akrab. Mereka berhubungan jarak jauh sudah hampir empat tahun. Saat itu Zayn tidak sengaja melihat Adelle diantara para penggemarnya di Aussie. Sama sekali tidak pernah terbayangkan olehnya bahwa Adelle akan menghadiri konsernya. Tidak mungkin bagi Zayn melupakan gadis kecil yang sering menangis karenanya. Wajah Adelle terlalu sulit untuk dilupakan. Wajah dengan ekspresi polos dan sedikit bodoh ketika dia sedang terkejut. Matanya indah seperti permata yang bersinar. Hidung kecilnya yang panjang membuat Zayn terkikih sendiri karena teringat dulu dia sering mengejek Adelle dengan hidung perosotan.

Tidak butuh waktu lama bagi Zayn untuk tiba di rumah Adelle. Diparkirkannya mobilnya di depan pagar besar bercat hitam dan menekan bel di sana. Adelle berlari kecil keluar dari rumahnya. Mantelnya berkibar di belakang bersama dengan rambut panjangnya. Wajah Adelle tampak begitu sumringah ketika berhadapan dengan Zayn dan Zayn tidak bisa berpura-pura untuk tidak tersenyum sekaligus senang melihat wajah yang sangat dirindukannya itu. Ingin sekali Zayn mengatakan betapa dia merindukan Adelle saat itu juga tapi dia mengurungkannya karena tidak mau merusak suasana.

"Kenapa kau hanya diam?" Tanya Adelle ketika mereka sudah berada di dalam mobil. "Bukannya dulu kau yang paling tidak bisa diam di kelas."

"Ah, kau membuatku malu mengingat masa itu," jawab Zayn kalem karena tersipu.

"Harusnya aku yang malu. Dulu aku sangat cengeng. Sampai-sampai kau punya julukan Monsternya Adelle."

Zayn spontan tertawa mendengarnya. "Jujur saja aku tidak menyukai julukan itu."

"Julukan itu sesuai kok. Kau memang selalu membuatku menangis dulu," kata Adelle sembari menoleh keluar jendela mobil. Tangannya bergerak untuk membuka jendela namun Zayn segera mencegahnya. "Nanti kau kedinginan. Aku tidak mau melihatmu menangis lagi," ucapnya. Adelle mengurungkan niatnya untuk membuka jendela dan duduk bersandar di bangkunya.

Mereka berhenti di depan King Restaurant. Zayn turun lebih dahulu dari mobilnya dan segera berputar untuk membukakan pintu untuk Adelle. Adelle turun dengan anggun sambil merapikan pakaiannya yang sedikit bergulung.

Mereka disambut oleh pelayan restauran. Pelayan itu membawa Zayn dan Adelle menuju meja mereka. Meja itu terletak di lantai empat, lantai paling atas restoran, khusus bagi tamu VIP. Meja itu menghadap ke jendela yang tampak seperti televisi layar lebar dengan tayangan pemandangan kota London yang disorot dari atas.

Zayn dan Adelle duduk berhadapan. Pelayan restoran itu meninggalkan mereka setelah mengetahui menu makan malam apa yang mereka inginkan. Ketegangan yang dirasakan Zayn dimulai. Suasana restoran itu mendadak berubah menjadi dua kali lebih dingin dari cuaca diluar. Zayn menggigil namun menahan tubuhnya agar tidak bergetar. Tidak mungkin dia bertingkah konyol di depan Adelle. Hal itu akan merusak gengsinya di depan wanita.

"Ah, Zayn. Lama kau tidak berkunjung ke sini. Aku hampir saja melupakan wajah rupawanmu," sapa Paman Ferdinant. Lelaki bertubuh gempal itu menepuk pundak Zayn kemudian pandangannya menangkap sosok wanita yang duduk di hadapan Zayn. Paman Ferdinant berdehem jahil dan Zayn langsung mengerti.

"Ah, paman. Dia Adelle Walker. Teman lamaku," ucap Zayn kemudian pandangannya beralih pada Adelle, "Adelle, ini Paman Ferdinant."

"Senag bertemu dengan Anda," ucap Adelle sembari menundukkan kepalanya.

Paman Ferdinant tertawa mendengarnya. "Tidak perlu seformal itu Miss.Walker. Oh ya, selamat menikmati makan malam kalian," ucap Paman Ferdinant begitu makanan pembuka mereka tiba. Paman Ferdinant langsung pamit pergi meninggalkan Zayn dan Adelle berdua saja di meja mereka.

Tidak banyak percakapan serius yang terjadi diantara mereka. Zayn dan Adelle kebanyakan diam, mungkin canggung karena sudah lama sekali tidak bertemu, mengingat mereka adalah teman lama.

Sesekali mereka juga memperbincangkan sesuatu yang lucu hingga Adelle tertawa, membuat dia tersedak. Zayn tersenyum kemudian menyodorkan air pada Adelle.

"Kau sih. Kalau tertawa ada batasnya juga."

"Kau kan tahu kalau aku paling tidak bisa menahan tawa," bantah Adelle. "Lagi pula, kau bercanda saat aku makan."

"Hmm.. sorry for that," gumam Zayn. "Kau sudah selesai?"

Adelle mengangguk. "Menurutmu aku harus memakan habis semua ini lalu aku akan terbangun di pagi hari dengan badan yang bengkak. Hah, menyebalkan," omel Adelle.

Zayn tertawa pelan. "Kalian kaum wanita memang merepotkan."

"Bukan merepotkan. Tapi memang begitulah seharusnya. Kalau kami bertubuh bengkak, apa kaum adam masih mau, eum?"

"Kalau kau orangnya, aku akan selalu mau," kata Zayn.

"Kau selau bisa membuaku tersipu Zayn. Kau memang rajanya."

"Jadi kau tersipu?" tanya Zayn sambil menyondongkan badan dan menaikkan sebelah alisnya. Ekspresinya penuh rasa ingin tahu atas jawaban Adelle.

"Iya. Apa kau bisa membuatku tersipu lebih dari ini, Mr.Malik? Adelle balik bertanya dan ikut mencondongkan badannya ke depan membuat wajah mereka saling bertemu dan hanya berjarak beberapa meter saja. Keduanya bisa merasakan napas orang yang berada di depannya.

"Tentu saja, Miss. Walker. Aku bisa membuatmu tersipu lebih dari ini. Dan aku yakin kau akan jatuh cinta padaku setelah itu," ucapan Zayn bernada arogan tapi Adelle menyukainya.

Adelle tersenyum menantang. "Let me see," balasnya kemudian menarik diri dan duduk dengan posisi semula.

Zayn merasakan dunianya runtuh saat Adelle menjauhkan dirinya. Padahal Zayn ingin sekali..... ah sudahlah!

Night Changes ~ One Direction FanficTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang