Mereka benar-benar pergi keesokan hari nya. Wahyu kelimpungan meminta ijin tidak mengajar selama sisa kontrak, belum lagi melatih klub nya harus tertunda selama sebulan lebih, mereka meminta pengganti, jadi Wahyu mengumpankan nya pada Henry.
Laki-laki itu menerima, tidak terlalu keberatan. Dia juga liburan di kost, tidak kembali ke Jakarta karena malas mendapat omelan dari keluarga. Salahkan nilai nya yang kebanyakan huruf E tanpa mempertimbangkan murid didik.
Keberhasilan Wahyu memberi dampak pada Henry juga. Banyak atlet baru yang meminta dia untuk mengajari nya. Beberapa atlet lama datang pada nya dan meminta saran, yang tentu Henry berikan secara sukarela walau mereka terus mendesak memberi sekotak coklat.
Wahyu meminta ijin ke keluarga Nameera dadakan. Di malam hari pukul 8, mereka segera bergegas kesana. Mengutarakan niat baik mereka sambil berharap cemas tidak mendapat omelan karena terlalu mendadak.
Hasil nya bagus. Mereka mengijinkan. Wahyu dan Nameera pulang jam 9. Menyiapkan baju dan selesai jam 11, setelah itu tidur.
Lalu disini mereka sekarang. Menunggu jalanan tidak macet lagi. Salahkan Wahyu yang memilih berangkat di hari minggu saat ada hari biasa lainnya.
Nameera setengah tertidur. Duduk di samping kursi kemudi dengan kaki terangkat. Tangan nya memeluk boneka kecil yang Wahyu berikan sebagai hadiah setahun yang lalu.
Mata nya terbuka, menatap keluar jendela lalu tertutup kembali. "Masih lama ya, mas?"
"Hm... setengah perjalanan aja belum ada, Nam."
Nameera duduk menyamping. "Capek duduk aku."
"Mau lanjut nanti malam aja?"
Nameera membuka mata, berkedip pelan. "Kalau malam nggak macet?"
"Insya Allah enggak. Kalau kita berangkat jam 5, sampai sana nya jam 1 malem, mentok telat 2 jam." Wahyu melihat sekeliling. "Kalau mau, kita mampir di hotel dulu sebentar."
Nameera mengangguk. Jadi Wahyu memutar kemudi, memasuki gedung hotel yang tidak terlalu tinggi. Mungkin bisa kalau disebut hanya motel.
Wahyu keluar dari mobil, memastikan dompet sudah tertera di saku celana. Nameera mengikuti, dia menunggu Wahyu yang membuka pintu belakang, mengambil sarung dan mukena milik Nameera, tidak sadar saat Wahyu memasukkan buku kecil di saku nya.
Nameera hendak mengambil mukena milik nya sendiri, tapi Wahyu memblokir nya dengan menggenggam tangan Nameera. "Kalau mau mandi, pakai baju ini aja dulu. Terlalu ribet kalau buka koper. Nggak apa-apa kan?"
Nameera mengangguk. "Emang boleh mas nginep di sini setengah hari?"
"Boleh. Ini cuman motel, gaya anak jaman sekarang kan pacaran nya pada disini. Kayak-" Wahyu tidak meneruskan ucapan nya. Rasa bersalah menyerang, terlebih saat dia merasa genggaman tangan Nameera mengendur.
"Maaf." Wahyu berbisik. Dia mengangkat tangan Nameera, mengecup punggung tangan nya. "Aku nggak bermaksud gitu."
Nameera tersenyum, terlihat dipaksakan. Wahyu bisa melihat nya. "Iya, nggak masalah. Kita berdoa aja biar nggak banyak orang yang keblabasan di tempat kayak gini."
Wahyu menghentikan langkah, berbalik hendak kembali ke parkiran. "Kita cari hotel."
"Ini di hotel kan?"
"Ini motel." Wahyu meneruskan langkah, masih menggandeng Nameera.
"Sama aja, mas."
"Aku mau ke hotel aja."
Nameera mempercepat langkah, lalu berhenti di depan Wahyu. "Aku nggak apa-apa. Disini aja ya?"
Wahyu melengos, sorot mata nya terlihat terluka. "Nggak bisa kita pindah aja ke hotel?"