Nameera duduk di samping Wahyu, sedangkan Joyi dan Amanda duduk di depan mereka. Suasana canggung, setidaknya untuk Wahyu. Dia paling tidak suka saat bertemu dengan orang yang memiliki potensi membuat Nameera berpikiran yang tidak-tidak.
Mereka berada di warung depan taman setelah selesai mandi singkat dan shalat. Langit sudah tidak lagi gelap, tidak perlu penerangan lebih meski mereka merada di dalam ruangan. Nameera memesan gado-gado, Joyi dan Amanda memesan soto panas.
"Lo masih nggak bisa sarapan?" Tanya Joyi. Melihat Wahyu tidak memesan apapun –hanya air putih hangat- membuat Joyi yakin kalau kebiasaan nya masih sama.
Mengambil telur puyuh tusuk yang ada di meja dan memakan nya, Wahyu menggeleng. "Enggak lagi."
Suara tawa Joyi renyah. "Kalau makan telur puyuh gitu, cuman ngemil nama nya."
"Gue sarapan." Mencomot kerupuk milik Nameera, Wahyu melanjutkan kalimatnya. "Kalau bini gue yang masak, gue sarapan."
Nameera diam, pipi nya bersemu. Joyi mengangguk kaku. "Dah lama nikah nya?"
"Baru aja."
"Ada niatan buat nunda momongan?"
Nameera tersedak, Wahyu memberikan air putih milik nya. "Enggak."
"Kenapa?"
Wahyu melirik Joyi sekilas. "Kenapa di tunda?"
"Nameera masih kuliah kan? Lo juga, belum lagi persiapan renang lo."
"Dibiarin ngalir aja, gimana nanti ya kita terima. Dikasih ya Alhamdulillah, belum di kasih ya tunggu aja."
"Biaya kuliah nya Nameera lo tanggung? Apa dia dapat beasiswa?"
Wahyu meletakkan tusuk nya kasar, mata nya menatap Joyi tidak suka. "Kita nggak sedekat itu sampai lo berani tanya hal pribadi ke gue."
Joyi tersenyum tipis. Dia mengangguk mengerti. Memasukkan sesuap terakhir lalu meminum teh hangat nya. Amanda juga selesai, menyisakan sedikit nasi dan kuah. Tinggal Nameera yang berkutat dengan gado-gado nya.
Memecahkan ketegangan, Amanda tertawa kaku. "Gue nggak tau kalau kalian pernah pacaaran." Amanda menyenggol lengan Joyi. "Kok lo nggak bilang kalau pernah punya mantan kayak kak Wahyu sih, kak?"
"Gue pernah cerita kok."
"Nggak penting."
Joyi dan Wahyu mengucapkan nya bersamaan. Mereka saling lirik, lalu Wahyu memutuskan kontak mata mereka terlebih dahulu.
Menoleh pada Amanda, Joyi tersenyum. "Cowok yang dulu ngasih segalanya buat gue. Lo tau, kan?"
Mata Amanda melebar. "Itu kak Wahyu?"
"Iya." Joyi mengangguk. "Wahyu prioritasin gue di atas segalanya. Dia pernah bawain gue sebuket bunga waktu gue ikut fasion show di SMA, relain bolos latihan buat antar gue pulang, beliin gue sepatu padahal gue nggak minta, kirim surat ke majalah dinding sekolah buat gue."
Joyi mengenang, pipi nya memerah senang. "Karena itu seluruh sekolah tau kita pacaran. Setiap gue jalan di koridor mesti ada aja orang yang godain tentang surat lo itu."
Nameera berwajah datar. Telinga dia pasang baik-baik. Tidak banyak yang bisa dia lakukan saat Wahyu bertemu dengan orang dari masa lalu nya. Nameera ingin ikut bertanya seperti Amanda, namun jawaban yang dia dapat nanti sudah membuat nya takut.
Meletakkan sendok, Nameera meminum teh hangat. Hati nya sedikit tenang saat Wahyu mengusap punggung tangan nya.
"Itu cuman masa lalu." Wahyu menunduk, mengecup jari Nameera ringan. "Masa depan gue disini."
"Orang bilang masa lalu bisa dijadiin pengalaman."
"Nggak ada pengalaman kalau itu terlalu singkat."
Senyum Joyi merekah. "Lo ingat?"
"Apa?"
"Kalau kita cuman pacaran sebentar?"
"Mantan gue cuman satu. Gimana bisa gue lupa?"
Nameera menjauhkan tangan nya dari sentuhan Wahyu. Dia bergeser, duduk sedikit lebih jauh. Menarik napas panjang, dia menatap Wahyu. "Aku mau pulang."
"Hm." Wahyu beranjak. "Kita pulang sekarang."
"Aku pulang, kamu disini."
Wahyu menyerngit.
"Banyak yang perlu kalian bicarain, kan?" Nameera melirik Joyi. "Sebagai teman lama."
"Terus kamu?"
"Ada ojek."
"Nggak. Masih terlalu pagi. Udara dingin." Tangan Wahyu terulur. "Kita pulang."
"Kamu bisa disini kalau kamu mau."
"Aku nggak mau disini, kita bisa pulang."
"Aku bisa pulang sendiri."
"Nam." Wahyu memanggil. Tidak ada senyuman, wajah nya datar, tangan nya masih terulur, menunggu disambut. "Kita pulang."
Mengulum bibir, mata Nameera menyayu. Dia tidak suka situasi ini. Padahal sebelumnya dia baik-baik saja. Dia tidak terlalu mempermasalahkan walau setengah kaum hawa di kampus menatap Wahyu memuja, Nameera tidak masalah saat ada tetangga baru memberi Wahyu kue kukus dengan senyuman genit sebulan yang lalu, Nameera tetap tenang walau dia mendengar ada perempuan menangis histeris sehari sebelum mereka menikah dulu.
Secara tidak sadar, Nameera tau jawaban nya.
Karena dulu, Wahyu menolak mereka dan tetap memusatkan dunia pada nya.
Dan saat Nameera tau tentang masa lalu Wahyu, dia merasa terancam. Mendengar tentang apa yang Wahyu lakukan untuk Joyi, dimana Wahyu tidak menyangkal nya sama sekali.
Nameera gelisah. Takut.... Kalau posisi nya akan terganti nanti.
Warung yang ramai penuh dengan orang yang berlari di taman bersorak bebarengan saat Wahyu berlutut di hadapan Nameera. Amanda menganga, Joyi mengepalkan tangan.
Meraih tangan Nameera, Wahyu menggenggam nya lembut. "Dia cuman masa lalu."
Seolah tau apa yang Nameera pikirkan, ucapan Wahyu mampu menenangkan hati nya.
"Kamu masa depan aku." Bisik Wahyu. "Ingat semua yang aku lakuin selama dua tahun sebelum kita menikah."
Menahan napas, Nameera mengingat nya.
Hampir setahun Wahyu mengejar Nameera. Melamarnya, berusaha mendapatkan restu dari Handa, lalu menikah setahun kemudian. Dua tahun bukan waktu yang singkat, begitu banyak hal yang Wahyu lakukan untuk nya.
"Jangan pikirin yang enggak-enggak. Kamu istri aku, dan akan selalu begitu."
Saat senyuman Nameera terbit, Joyi mencebik kesal.