Marriage Life 7

26 5 2
                                    

"Turnamen?"

Wahyu berdeham, semakin merapatkan kaki nya. "Iya. Maaf nggak bilang dulu ke kamu, ayah langsung daftarin aku waktu tau kalau kuota peserta nya hampir penuh."

Nameera berkedip. Menatap suami nya yang duduk bersimpuh dengan kaki rapat, kedua tangan nya dengan rapi bertumpu di atas lutut. Mereka baru selesai shalat tahajud, karena tidak ingin mengganggu yang lain, jadi mereka melakukan ibadah hanya berdua.

Masih dengan mukena yang Nameera pakai, dia mendekat. Meraih tangan Wahyu dan mencium punggung tangan nya. "Ayah kapan daftar nya?"

"Tadi sore, waktu bunda ajak kamu belanja."

"Dadakan?"

Wahyu meringis. "Maaf."

"Aku cuman tanya loh, mas." Nameera melepas mukena, melipat nya menjadi lebih kecil bersama dengan sajadah. Lalu dia kembali duduk di depan Wahyu. "Turnamen mana?"

"Fasiro High, di Jakarta Pusat. Nggak terlalu jauh, cuman makan waktu dua jam dari sini."

"Turnamen biasa kan?"

Wahyu mengangguk. "Nggak ada sangkut-paut nya sama pemerintahan."

"Di mulai kapan?"

Wahyu meringis kembali. "Dua minggu lagi."

"Kok dadakan?"

"Cuman turnamen biasa kok. Cuman main-main, mumpung ada di Jakarta, terus sekalian dapat info kalau ada tanding. Kan sayang kalau nggak di ambil."

Nameera menarik napas. "Bahu kamu udah nggak sakit kan?"

Wahyu mengangguk semangat. Dia menggerakkan bahu nya enteng. "Udah sehat!"

"Yakin?"

"Iya." Wahyu meraih jari Nameera, wajah nya menunjukkan rasa bersalah. "Maaf, bisa kita pulang ke Solo nya mepet? Seminggu sebelum masuk kuliah gitu. Ah! Atau aku bisa nganterin kamu pulang ke Solo minggu depan, aku selesaiin tanding ku terus aku bisa balik ke Solo lagi."

"Mas, bukan itu yang aku khawatirin." Nameera menarik napas panjang, mata nya menatap ke bawah, memperhatikan bagaimana jari Wahyu mengelus punggung tangan nya sayang. "Aku nggak mau jadi penghalang kamu lagi. Dengan ada nya aku di hidup kamu aja udah bikin aku ngerasa gagal buat ngelindungi cita-cita kamu. Jangan ikut pertandingan hanya karena hadiah nya, tapi karena buat pijakan kamu nanti."

Wahyu paham. Nameera salah mengartikan niat nya. Dia berpikir kalau menikah dengan Wahyu menghambat Wahyu untuk mendapat tawaran pertandingan yang lebih besar, kehilangan promosi dan beruntung tetap berada di area perenang berkat keluarga nya setelah kecelakaan mobil yang menimpa nya setahun yang lalu. Nameera berpikir dia menjadi beban di hidup Wahyu, membiarkan Wahyu yang masih harus menuntut ilmu dan mengurus segala keperluan Nameera yang tidak sedikit.

"Kamu berkah buat aku, Nam." Wahyu menunduk, kali ini dia yang mengecup punggung tangan Nameera. Mendongak, Wahyu tersenyum. "Kamu hadiah paling terbaik dari yang terbaik yang Allah berikan untuk aku. Aku manusia biasa... tapi dengan adanya kamu, aku ngerasa sempurna."

Mata Nameera berkaca-kaca.

"Jangan pernah berpikir kalau menikah sama kamu itu beban buat aku. Masalah nama aku yang nggak lagi dikenal di kejuaraan itu kesalahan aku sendiri, aku kurang menonjolkan bakat aku, aku istirahat di dunia renang selama setahun lebih itu karena kesalahan aku sendiri yang nggak hati-hati."

"Aku cuman ngerasa nggak enak sama kamu."

"Nggak enak kenapa? Kan aku suami kamu, kita saling ngelengkapin, itu guna nya pernikahan. Lagian kalau masalah aku yang nggak lagi di kenal orang, aku tinggal ikutin semua pertandingan dan menang, nama aku bisa naik sendiri nya nanti. Aku Wahyu loh, Nam! Suami kamu ini pernah di tawarin masuk klub yang wakilin negara di ASEAN GAME, selalu menang di pertandingan mana-pun yang aku ikuti." Wahyu mengendik, lalu tertawa. "Runner up juga termasuk menang kan?"

Nameera ikut tertawa. "Aku harap kamu bahagia selalu."

Wahyu menyentuh pipi Nameera. "Aku harap kita bahagia selalu."

"Aamiin."

"Aamiin."

Wahyu berdiri. Melepas sarung dan peci, melipat sarung dan menaruh nya di atas mukena Nameera. "Aku mau lari dulu."

Nameera menyerngit, refleks melihat jam dinding. "Ini baru jam tiga pagi loh."

"Lari satu setengah jam, mandi, shalat, terus latihan. Aku nggak ngerasa bisa tidur sekarang." Wahyu membuka koper, tidak menemukan kaos yang cocok untuk berlari, dia menuju lemari. Mengambil kaos tanpa lengan dan celana selutut, berganti pakaian cepat, Wahyu mengambil jaket tipis disana. "Aku pergi dulu."

"Mas!" Panggil Nameera.

Wahyu berhenti di depan pintu. "Iya?"

Nameera ikut berdiri. "Boleh aku ikut?"

Wahyu berkedip. "Mau lari?"

Nameera mengangguk. "Boleh?"

"Ini baru jam tiga loh. Nggak mau tidur lagi?"

"Aku pikir aku nggak bakal bisa tidur nanti." Membalik jawaban Wahyu, Nameera nyengir. "Boleh?"

Tertawa, Wahyu mengangguk. "Pakai celana olahraga ku yang di lemari, ada kaos lengan panjang nya juga."

Bergegas, Nameera menuju lemari. Berjongkok untuk memilah pakaian lama Wahyu. "Mau lari keliling kompleks?"

Wahyu berpikir. "Mau lari di taman? Jarak nya setengah jam dari sini. Disana ada mushola sama kamar mandi, kita bisa mandi sama shalat disana. Mau?" 

Marriage LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang