1. Bully

19 17 46
                                    

"AAAAAAA!"

Hewan putih nan kecil yang dilempar kepangkuannya membuat gadis yang duduk di kursi kayu single dengan tangan terikat kebelakang itu menjerit histeris. Demi apapun, gadis berkaca mata tersebut sangatlah takut dengan hewan bernama tikus, sungguh jijik dan menggelikan.

"Gila kalian! Lepasin gue!" serunya untuk kesekian kalinya. Namun, tak pernah digubris oleh tiga siswi yang tengah berdiri angkuh dan menatapnya dengan senyum smirk.

"Lepasin gue!" Ia memberontak. Siapa tahu, talinya bisa lepas. Keinginan keluar dari jeratan tiga siswi tersebut sangatlah besar. Apalagi disiksa seperti ini. Walau tak melukai secara fisik, tapi hanya dengan tikus yang membuatnya takut lebih menyiksa.

Sungguh gadis malang itu tidak tahu, mengapa bisa sampai dibully seperti ini. Pasalnya, ia tak memiliki masalah dengan tiga siswi itu. Jangankan terlibat masalah, mengenal mereka saja tidak.

"Enak aja lepasin lo gitu aja setelah kita capek bawa lo kesini," tutur gadis berambut sepundak itu. Ia melipat kedua tangannya di dada sembari menatap garang pada Airin.

Mereka sudah berada di tempat berdebu ini hampir satu jam. Namun, belum ada niat dari ketiga siswi tersebut untuk melepaskan sang korban. 

Diceknya jam tangan yang melingkar apik di pergelanganan tangannya. Kemudian, gadis bersurai lurus sepunggung itu menatap kedua sahabatnya secara bergantian dan berkata, "Buruan, deh, selesain. Bentar lagi istirahat, nih,"

Mereka mengacungkan ibu jarinya sebagai jawaban. Lalu, gadis bername tag Lola, melemparkan kembali tikus kecil tersebut kebaju korban. Airin menjerit sembari memejamkan kedua matanya erat sebab hewan kecil itu malah bergelantungan di bajunya.

"Stop! Stop!" mohonya disela-sela berontakannya. Akibat tubuh yang terus bergerak lama kelamaan membuat tikus itu akhinya kabur.

Airin menatap tiga siswi itu dengan wajah memelas. "Gue janji gak akan lapor ini kesiapapun, tapi tolong lepasin gue," ucapnya final. Ia menyerah, tak ingin mati konyol hanya karena tikus.

Sang pelaku terdiam, mereka seolah sedang menimbung ucapan Airin. Padahal, itulah yang mereka harapkan sedari tadi. Membuat korban takut dan mereka bisa mengancamnya. "Oke. Penawaran lo, kita terima," ucap Talassa, "Tapi, kalau sampai lo lapor, kita gak segan-segan buat lo lebih parah dari ini. Ngerti?"

Dengan cepat, Airin mengangguk lemas. Ia benar-benar sudah tak berdaya. Kekuatannya sudah habis karena memberontak dan beteriak. Ditambah lagi, rasa takut yang ikut andil dalam menguras tenaganya.

"Bagus!" Ocha tersenyum dan berjalan mendekati Airin untuk membuka ikatan.

Setelah ikatan terlepas Airin berjalan ke luar dengan langkah lunglai dan penampilan acak-acakan; air mata yang menghiasi wajahnya, rambut yang tak tertata rapi, serta baju yang kusut.

seketika, hembusan napas panjang terdengar dari mulut mereka. Semula yang menatapnya datar, berubah menjadi lunak saat tubuh Airin hilang di balik pintu gudang.

"Sumpah gue gak tega," celetuk Ocha tiba-tiba, masih menatap kosong ke arah pintu.

"Sama. Tapi, tawaran Maurin waktu itu menggiurkan banget," sahut Lola sembari menatap temannya.

"Udah lah, udah selesai juga. Mending ke kantin aja, gimana?" usul Talassa. Ia pun sejujurnya tak tega melihat sang korban tiap kali mereka buli. Namun, Talassa menguatkan hatinya agar tak boleh lemah, ini demi kakaknya. Ia harus mendapatkan uang supaya tak merepotkan Chandra lagi.

Kemarin, Maurin mendatangi mereka dan menawarkan dengan bayaran dua kali lipat asal mau membully gadis bernama Airin. Karena butuh uang untuk membeli buku cetak, Talassa dan kedua temannya menerima tawaran itu. Berhubung jam pertama guru-guru rapat, akhirnya mereka memilih pagi ini untuk melakukan aksinya.

KUMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang