4. Ide Vita

8 13 14
                                    

Sejak SD, SMP, sampai sekarang, laki-laki berperawakan tinggi itu sudah biasa menjadi pusat perhatian. Namun, tak pernah ia perdulikan.

Kumara juga tak bodoh, ia tahu jika banyak para siswi yang menyukainya. Namun, lagi-lagi Kumara tak acuh, ia pura-pura tak peka. Kumara hanya malas meladeni mereka, sekali di respon pasti semakin giat mendekatinya karena hal itu seperti memberi kesempatan bagi mereka.

Lagipula, Kumara sudah punya gadisnya. Orang yang mengerti dirinya, jadi ia tak butuh gadis lain. Cukup Kinara.

"Kumara, malu tahu," cicit Kinara pelan saat tangan nakal Kumara bertengger di bahunya. Bukannya apa-apa, Kinara hanya tak nyaman ketika siswa-siswi yang berada di koridor menatapnya. Tadi, Kinara sudah berusaha menurunkan dari pundaknya, tetapi dasar Kumaranya saja yang nyebelin, sehingga gadis itu hanya bisa pasrah.

"Hm."

Gadis bersurai sepinggang itu mendengus dengan gumaman sang pacar. Kinara jadi heran, kenapa dulu ia mau menerima Kumara menjadi pacarnya, ya?

"Widih. Pagi-pagi udah modus aja lo, Mar!" seru siswa berponi yang sudah nangkring di depan kelas XII IPA 1. Padahal, itu bukan kelasnya.

"Ada apa?" Bukannya menanggapi, Kumara malah mengajukan sebuah pertanyaan. Tumben sekali temannya menghampiri, biasanya juga mengirim pesan.

"Basa-basi dulu napa, Mar. To the point amat dah," sungut Io pada sahabatnya. Sudah sangat tahu dengan kepribadian Kumara yang tak suka berbasa-basi. "Iya, kan, Neng Cantik?"

Kinara tersenyum menanggapi, sedangkan Kumara menatap datar pada Io, yang membuat Io menyengir kuda.

"Buruan ngomong!" sentak cowok bermanik abu itu dengan tak sabaran. Pagi-pagi sudah mengganggu pacaran mereka. Dasar Io jomblo!

"Iya, iya, elah. Lo disuruh pak Topan langsung ke lapangan indoor. Pak Topan juga udah bikinin surat dispen buat lo," jelas Io

"Lagian, hp lo kenapa dah, Mar, susah banget di hubungin?" tambahnya. Tadi, sebenarnya Io sudah mencoba memberitahu lewat ponsel. Namun, nomor Kumara justru tak aktif. Alhasil, Io merelakan tenaganya untuk datang ke kelas Kumara.

Sedangkan Kumara menyernyitkan dahinya bingung. Memangnya kenapa dengan ponselnya?

Maka dari itu, untuk menuntaskan rasa penasaranya, ia segera merogoh ponsel yang berada di saku celana abunya, lalu dicek benda pipih tersebut. Ah, ternyata Kumara lupa meng-chergernya.

Ia ingat. Tadi malam, kan, Kinara memaksanya untuk melakukan viceo call. Bukan untuk bucin ala-ala remaja pada umumnya. Namun untuk belajar. Kinara yang tahu jika ia besok ada ulanagn harian, Kinara memantaunya untuk memastikan jika ia benar-benar belajar. Jika ada yang tak tahu, Kinara pasti dengan sigap akan mengajarinya, walau itu bukan bidangnya. Gadisnya memang terbaik.

"Mati," jawab Kumara sembari memasukan ponsel ke saku celananya kembali.

"Pantes. Yaudah, ayo ke lapangan!"

Manik mata Kumara beralih menatap sang kekasih, lalu diacak surai itu sesaat. "Masuk sana! Belajar yang bener."

Kinara mengangguk. Ia tahu, kalau Kumara sudah dipanggil pak Topan pasti ada urusannya dengan basket.

"Duluan, ya, Neng Cantik!" ujar Io sembari mengedipkan sebelah matanya, genit.

Kumara yang geram dengan kelakuan sahabatnya, langsung menjitak kuat kepala Io dan meninggalkannya.

"Aw! Sakit dodol!" gerutu Io yang merasakan sakit di kepalanya. Setelah itu, mengejar langkah panjang Kumara.

Kinara terkekeh dengan tingkah Io yang lucu.

KUMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang