3. Pemeran Utama

10 14 16
                                    

Talassa membaringkan tubuhnya ke kasur yang dibalut seprei warna biru muda, diikuti olah kedua temannya.

Setelah pulang sekolah, Ocha dan Lola memang sering mampir terlebih dahulu ke rumah Talassa. Rumah Ocha tidak jauh dari rumah Talassa hanya berjarak beberapa meter dari kediamanya, sedangkan rumah Lola, butuh waktu 20 menit jika di tempuh dengan berjalan kaki.

Mereka juga sering melalukan hal yang sama. Namun secara bergantian, kadang ke tempat Lola, kadang juga ke tempat Ocha.

"What!" pekik Ocha tiba-tiba yang membuat Talassa dan Lola terperanjat kaget. Entah apa yang dilihat di layar ponsel hingga membuatnya sampai menjerit histeris.

"Kenapa, sih, Cha?" tanya Talassa yang penasaran dengan ekspresi terkejutnya Ocha—matanya melotok dengan mulut terbuka.

Ocha bangkit, lalu duduk bersilah, dipandangnya lamat-lamat layar ponsel itu. "Oh My God. Airin masuk rumah sakit karena kecelakaan tadi sore. Buruan cek ig sekolah!" pinta Ocha, masih dengan wajah shock-nya.

Gadis besursi hitam itu mengerutkan dahinya. "Airin? Yang kemarin kita bully?" tanya Talassa memastikan dan langsung mendapat angguki dari Ocha.

"Hah? Serius, lo?!" Lola ikut duduk, begitupun Talassa. Mereka segera mengambil ponsel dan membuka media sosial.

"Gue gak nyangka ternyata nasib Airin semenderita itu. Udah kita bully, eh malah kecelakaan, " cicit gadis bersurai hitam sepunggung itu, menatap nanar pada layar ponselnya. Ya ampun. Apa keputusan menerima tawaran Maurin salah?

"Eh, perhatiin deh, kok, di ruangan Airin dirawat, ada Maurin, ya?" Bingung Lola. Maurin? Bukannya perempuan itu yang menyuruhnya untuk membully Airin, kemarin lusa?

"Lah, iya?" imbuh Talassa yang juga bingung. Di sana ada seorang wanita dan pria paruh baya yang ia duga adalah orang tua Airin dan ada seorang gadis yang Talassa ketahui bernama Maurin. Untuk apa Maurin di sana?

"Menurut gosip yang gue denger kemarin, mereka saudaraan. Maurin itu kakak tiri Airin. Gue gak nyangka sih, Maurin setega itu sampe nyuruh kita buat bully adiknya. Ya, walau adik tiri, tapi gak boleh gitu, kan?" jelas Ocha.

"Hah? Masa? Kok lo baru bilang, Sih, La!" sungut Talassa pada Ocha.

"Tahu, nih," timpal Lola.

"Hehehe, sorry guys. Gue lupa," cengirnya sembari mengangkat jari telunjuk dan tengahnya.

"Gue, kok, jadi nyesel gini, ya, sempet nerima tawaran Maurin," lontar Talassa tiba-tiba.

"Iya, gue juga," balas Lola dan Ocha secara bersamaan.

Talassa melihat secara bergantian pada kedua temannya, lalu menghembuskan napas perlahan. "kita keterlaluan gak, sih?"

"Kayanya, deh."

"Apa kita berhenti aja, ya, jadi tukang bully?" usulnya. Talassa sudah memikirkan matang-matang tadi malam walau masih ada keraguan.

Talassa lama-lama merasa bersalah telah menjadi orang yang jahat. Ia juga bingung mengapa bisa mencetuskan ide tersebut hanya demi uang dan bisa senekat itu.

"Iya, gue pun sempat kepikiran soal itu," Lola menyetujui.

"Bener. Kayanya udah saatnya deh, kita berhenti. Gue juga takut kalau suatu saat bakal ketahuan. Bisa-bisa beasiswa gue terancam." Bangkai yang disimpan rapat-rapat, lama kelamaan juga bakal tercium baunya. Ocha hanya takut jika saat itu terjadi.

Gadis bersurai sebahu tersebut tidak mau membuat ibunya kecewa. Pasalnya, saat dirinya keterima beasiswa di sekolah elit itu, ibunya sangat senang dan berantusias sekali. Ibu berharap, suatu saat nanti Ocha bisa melanjutkan ke pendidikan tinggi dengan beasiswa dan menjadi orang yanh sukses.

KUMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang