2. Kumara Aldriano Jayataka

11 13 19
                                    

"STOP!"

Dengan langkah lebar dan mata tajam yang menyorot Sirena serta rahang yang mengeras, laki-laki berpakaian rapi itu mendekat ke arah pusat perhatian semua orang. Kemudain, menyentak tangan Sirena tak terlalu kasar.

Sirena terpekik kala merasakan tanganya dihempas begitu saja. "Ku-Kumara," cicitnya terbata. Matanya membulat saat melihat wajah marah Kumara.

"Gue udah bilang. Jangan pernah ganggu Kinara. Di mananya sih, Na, yang gak Lo pahamin dari kata-kata gue!" ujar Kumara frustasi. Sebisa mungkin ia menahan emosinya agar tak lepas kendali.

"Tapi, gue yang suka lo duluan, Kumara! Tapi, kenapa malah cewek cupu itu yang lo pilih?" Hatinya berdenyut mendengar kalimatnya sendiri. Sirena juga punya perasaan dan juga punya hati yang bisa mersakan sakit saat orang yang ia suka dari lama justru memilih perempuan lain.

"Cukup, Na!" Rahang Kumara semakin mengeras. Ia menyorot tajam pada Sirena. Namun sesaat kemudian, hembusan napas lelah keluar dari mulutnya. Ada suatu hal yang tidak bisa membuat Kumara marah pada Sirena, di luar Sirena adalah teman kecilnya dan sudah ia anggap seperti adiknya sendiri.

Dalam diam, Kumara menatap Sirena. Bagaimana lagi memberitahu gadis itu, bahwa perasaan cinta tak bisa memilih akan jatuh pada siapa? Dengan orang baru atau orang yang sudah ia kenal lama sekalipun.

Laki-laki bermanik abu itu mengalihkan pandangannya pada Alex—ketua OSIS saat ini, lalu berucap, "Lex, urus Sirena. Nanti gue nyusul," finalnya. Walau Sirena sahabatnya, tapi ia harus adil. Apa yang di lakukan Sirena sudah temasuk Bullying dan itu berarti Sirena harus tanggung perbuatannya.

Perkataan Kumara dibalas anggukan semangat oleh Alex. Kalau disuruh hukum menghukum sudah pasti ia sangat senang. Apalagi di suruh menghukum Sirena—sang primadona Victoria. Menyelam sambil minum air, mungkin itu pribahasa yang cocok untuk Alex. Sirena itu cantik banyak yang suka dengan kakak kelasnya itu, termasuk dirinya. Namun, Sirena terlalu galak dengan laki-laki. Mungkin hanya dengan Kumara, Sirena bisa bersikap baik.

Digapainya tangan Kirena untuk ia ajak pergi. Namun, Kumara menyempatkan menatap Sirena sejenak, tatapan yang mengarah permohonan. "Gue harap, lo ngerti, Na."

Diperhatikannya dengan gamang, punggung tegap itu yang kian menjauh. Apa tak ada kesempatan baginya untuk bisa memiliki hubungan lebih dengan Kumara? Kenapa perhatian selalu tertuju pada Kinara. Apa istimewanya, sih, cewek cupu itu? Astaga! Sirena rasanya ingin melenyapkan Kinara seketika.

"Sial!" lagi-lagi Kumara marah pada dirinya. Selalu saja, berakhir seperti ini. Selalu saja, Kinara yang dibela. Tak bisakah, Kumara melihatnya walau sedikit sebagai orang yang menyukanya, bukan sebagai seoranng sahabat?

"Gue bakal kasih pelajaran buat lo, Kinara!" ucapnya dalam hati. Ia bejanji akan membalas Kinara tanpa ketahuan Kumara.

"Ayo, Kak!" Alex tanpa takut pada kakak kelasnya itu menarik tangan Sirena.

"Gue gak mau!" Ia tahu arti dari 'urus' yang kumara perintahkan pada Alex. Itu adalah sebuah hukuman. Tentu, Sirena tidak mau melakukannya. Ia juga sangat kesal dengan apa yang terjadi barusan. Walaupun, Kumara tak benar-benar marah padanya, tetapi Sirena tahu kalau Kumara adalah orang yang adil. Kumara akan member hukuman pada siapap pun yang berani melanggar aturan sekolah. Makannya waktu kelas 11, Kumara terpilih menjadi ketua OSIS.

Kepalanya menoleh diikuti kedua sahabatnya. Kemudian, mereka saling menatap. Gadis bersurai hitam lurus sepunggung itu menyanggah dagu dengan tangan kirinya. "Kehidupan pemain utama ribet. Kumara sama Kinara saling cinta, tapi ada Sirena yang berperan sebagai penghalang."

Gadis bekepang satu yang duduk di depannya mengangguk setuju. "Iya. Tapi, btw, gue kapan ya, bisa seberuntung Kinara yang dicintai orang seganteng Kumara. Udah ganteng, tajir, most wanted, pinter pula. Perfect." Ocha menerawang sambil tersenyum tipis, membayangkan wajah mempesona Kumara.

KUMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang