1 : Baskara Emanuella Bayaka

341 40 4
                                    

Baskara mengerjapkan matanya tatkala cahaya matahari dari luar masuk menerobos ventilasi udara yang berada di atas pintu dan membuat tidur nyenyak nya terganggu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baskara mengerjapkan matanya tatkala cahaya matahari dari luar masuk menerobos ventilasi udara yang berada di atas pintu dan membuat tidur nyenyak nya terganggu.

Baskara mengucek kedua matanya guna memfokuskan penglihatan yang sempat memburam. "Gue tidur berapa jam sih?" tanyanya pada diri sendiri sembari meregangkan otot tubuhnya yang terasa kaku lalu memijat tengkuknya yang terasa sakit. Maklum, ia tertidur dalam posisi duduk dengan kepala yang menunduk.

Kepalanya celingukan menatap setiap sudut ruangan sempit tempat persembunyiannya itu. Terbesit perasaan aneh di hati Baskara saat melihat seluruh isi ruang tersebut. Namun itu hanya sebentar, karena setelahnya Baskara memutuskan untuk tidak ambil pusing lalu mulai beranjak dari posisi duduknya.

Hawa segar langsung menyapa Baskara ketika ia telah membuka pintu gudang. Kedua tangannya di rentangkan dengan dada yang membusung, menghirup oksigen yang menyejukkan. Sinar matahari nampak menyoroti wajah rupawan Baskara. Baskara merasa lega, akhirnya ia bisa terbebas dari kejaran dan hukuman Bu Inul. Kekehan refleks keluar dari mulut Baskara, ketika membayangkan bagaimana guru berbadan gempal kesayangannya kini tengah kelimpungan mencarinya.

"Gue tidur berapa lama ya tadi?" Seakan menyadari sesuatu, Baskara pun mengecek jam tangan yang setia melingkar di tangan kanannya. Jam tangan pemberian dari Kakak pertamanya.

Kerutan samar di kening tercipta begitu saja, ketika Baskara menatap jarum jam tangan nya yang tidak bergerak dengan jarum pendek yang stuck di angka 10 serta jarum panjang di angka 8.

"Kenapa jam tangan gue mati? Padahal baru kemarin Bang Mahen beli jam tangan ini," monolog Baskara sembari memukul-mukul jam tangan yang bagian strap nya berwarna coklat sementara bagian bezel nya berwarna keemasan, berharap bahwa benda penunjuk waktu tersebut bisa hidup kembali. Bisa gawat, jika Kakak pertamanya tau, kalo jam barunya sudah mati padahal baru di beli kemarin saat Kakak pertamanya itu melakukan perjalanan bisnis ke Inggris. Bisa-bisa ia tidak dibelikan lagi barang-barang mewah lainnya oleh Bang Mahen.

Helaan nafas kasar keluar dari mulut Baskara, ketika jarum jam tangannya tetap tidak bergerak setelah upaya yang pemuda itu lakukan. "Ah, terserah lah. Entar pulang sekolah gue bawa ke toko Jam aja. Kayaknya baterainya habis," ujarnya sembari mendesah pasrah. Ya, lebih baik nanti ia bawa ke tukang reservasi Jam agar diperbaiki takut-takut mesin jam nya bermasalah atau baterai jamnya yang habis.

Karena merasa dirinya terlalu lama berdiam diri di depan gudang. Baskara pun memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Ia berjalan menuju pintu rooftop dan lagi-lagi ia merasakan sebuah keanehan yang tidak bisa ia cerna oleh pikirannya. Baskara nampak berdiri bak patung di depan pintu rooftop dengan tangan kiri yang menggaruk kepala bagian belakangnya.

"Sejak kapan pintu ini dari besi? Bukannya dari kayu ya?" gumam Baskara heran.

"Tau ahh.. Mungkin waktu gue tidur ada yang ganti pintu ini. Lagian buat apa gue pikirin toh bukan urusan gue." Mengambil langkah tak ambil pusing, itulah jurus jitu Baskara agar tidak membebankan pikirannya. Pemuda itu pun menarik knop pintu, lalu setelah pintu terbuka ia pun menuruni setiap undakan tangga yang lagi-lagi ia rasa tampak berbeda. Entahlah, mungkin itu hanya perasaannya saja.

Baskara untuk SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang