° Nayanika °

2.1K 412 55
                                    

“Jeo, beloknya ke sebelah mana?”

Jeonar yang sedari tadi melamun sedikit terperanjat saat Haruto tiba-tiba menepuk pelan lengannya yang anteng memeluk pinggang milik yang lebih tua.

“Oh—belok ke jalan itu aja, Mas. Kita beli dulu serabi!”

Sembari mengarahkan kendaraan beroda dua itu ke arah yang Jeonar tunjukkan, Haruto sedikit melirik pada kaca spion yang mengarah pada pemuda Pranawa yang tengah menyandarkan dagunya pada pundak Haruto.

“Ada yang jualan surabi di sini?”

"Ada, Mas namanya Serabi Notosuman. Enak banget tau! Mas Haru harus cobain.”

Lelaki Mahendra lantas mengangguk dan memfokuskan pandangnya lagi pada jalanan di depan. Setelahnya hanya canda riang yang keluar dari bibir keduanya, sekedar berbagi pengalaman lucu yang tidak sempat diceritakan sebelumnya. Sedang tangan bungsu Pranawa yang melingkar di pinggang Haruto, terlihat seolah sudah biasa berada di sana. Memeluk apik tanpa adanya kecanggungan baik dari Haruto pun yang lebih muda.

 Memeluk apik tanpa adanya kecanggungan baik dari Haruto pun yang lebih muda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Aku seneng deh, ngerasa kaya punya temen yang udah lama kenal gitu."

Ucap Jeonar sembari melahap satu serabi yang sebelumnya mereka beli di sebuah toko rumahan dengan cat berwarna hijau yang mendominasi. Butuh waktu setengah jam hingga antrian yang mengular tersebut berhasil mereka lalui dan membawa pulang sekantong keresek berisikan makanan gurih tersebut sampai ke Taman Sriwedari. Sedikit jauh memang, namun nyatanya mereka memang ingin singgah ke tempat itu lagi.

"Mas juga seneng Jeo mau cerita banyak sama Mas."

Yang lebih tua tersenyum tulus sebentar sebelum kembali menggigit makanan yang di balut daun pisang tersebut. Saat ini, Haruto duduk di salah satu bangku yang terbuat dari semen sedang Jeonar tengah terduduk di atas jok motor sembari menghadap ke arah Haruto. Dan dengan pohon beringin yang menaungi, keduanya berhasil lolos dari sengatan matahari yang masih berada di puncaknya.

“Jeo cerewet engga sih, Mas? Pasti Mas Haru pusing banget dengerin aku cerita terus yah?” Jeonar kemudian terkekeh sendiri dengan mulut yang masih di penuhi makanan, membuat ia malu-malu harus menutupi bibirnya dengan sebelah tangan.

Obrolan santai pun kemudian berlanjut. Dengan sepoi angin yang sering menyapa, membuat suasana sejuk menemani keduanya.

"Mas pulang besok sore toh? Engga mau nambah hari?"

"Haha, liburanku udah habis Jeo. Bisa jadi pengangguran kalau lama-lama disini."

Jeonar mengangguk paham, “Salam buat Kinasih yah, Mas. Aku jadi pengen ketemu dia deh?”

“Kapan-kapan main ke Bandung yah, Jeo. Janji?”

Putra Pranawa itu mengiyakan semangat sambil sibuk mengunyah sisa makanan di mulutnya.

Pipi yang terlihat kemerahan memang selalu menghias rupa lelaki itu. Haruto yang kini menatap lamat mata Jeonar dari arah samping, mengamati setiap fitur wajahnya juga ekor mata meruncing yang amat cantik hadir di sana. Rasa-rasanya, manis rupa wajah Jeonar seakan bertambah sempurna di pandangan Haruto setiap harinya.

Setapak Sriwedari | hajeongwoo [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang