° Niskala °

2.1K 437 51
                                    

"Mas Haru …"

Sapa si manis yang kini berada di ambang pintu kamarnya saat Haruto baru selesai mandi dan berdandan rapih untuk turun ke bawah.

"Eh, Jeo. Kok engga kuliah?"

Yang lebih muda mengangguk pelan, "Ini mau berangkat ke kampus hehe."

"Sampai jam berapa, Jeo?" katanya sembari menyisiri helaian rambut dengan jemari.

"Cuma sebentar sih."

Haruto ber-oh kecil, sedimit mendekat pada tempat di mana Jeonar berdiri.

"Melu nang kampusku, yuk Mas?"

Haruto mengeryetkan dahi, tidak familiar dengan kata yang Jeonar ucapkan.

"Niku, Mas. Ikut aku ke kampus, yuk? Terus kita jalan-jalan habis dari sana. Ah! cari buku di jalan belakang Sriwedari kemarin, gimana?" jelasnya dengan binaran di mata yang tentu saja tak mungkin bisa di tolak oleh Haruto.

Akhirnya pemuda kelahiran Bandung pun mengganguk kecil kemudian mengambil kemejanya yang tersemat pada salah satu gantungan baju di dinding untuk membalut tubuhnya yang sedari tadi hanya dihias kaos polos berwarna putih.

"Boleh, sekarang?"

Mimik riang tak bisa dipungkiri lagi telah nampak di rupa Jeonar. Setelah tersenyum dan mengangguk ke arah sulung Mahendra, Jeonar langsung berpamitan masuk ke kamarnya untuk mengambil tas selempangnya di sana.

"Mas, bensinnya habis kata Masku," serunya sembari memberikan kunci motor pada Haruto saat keduanya sudah ada di halaman samping kediaman Pranawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mas, bensinnya habis kata Masku," serunya sembari memberikan kunci motor pada Haruto saat keduanya sudah ada di halaman samping kediaman Pranawa. "pomnya ada di jalur yang sama, tapi dalane ijek adoh." (*tapi jalannya masih jauh)

"Pom bensinnya jauh?" Jeonar menggangguk beberapa kali, membuat Haruto membuka tangki motor di balik joknya guna memastikan seberapa banyak sisa bensinnya di sana.

"Insya Allah cukup lah." katanya sembari sedikit menggoyangkan motor lalu kembali menutup tangkinya. "Jeo helmnya mana?"

Jeonar mengangkat dua buah helm yang ternyata sudah memenuhi tangannya sedari tadi. Melihat hal itu, Haruto buru-buru mengambil miliknya dan memasangkan di kepala. Sedang Jeonar, lelaki itu seperti biasa selalu merasa kesulitan untuk menyematkan kunci penutup kepala itu dengan baik dan benar.

"Anak kecil—pake helm aja susah banget." bariton yang lebih tua terdengar seolah mengejek sembari jemari panjangnya mengambil alih pekerjaan yang Jeonar lalukan.

"Ini mah helmnya aja yang susah dikancingin!" Jeonar memberengut kemudian, mengerucutkan bibir sembari memandang ke arah jemari Haruto yang masih setia menyematkan pengait helmnya seperti tempo lalu.

Haruto terkekeh, menyentil bibir Jeonar dengan telunjuknya ketika ia telah menyelesaikan aktivitasnya.

"Jangan manyun terus, kaya bebek tahu!"

Setapak Sriwedari | hajeongwoo [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang