2

1.6K 176 31
                                    

Kupikir hatiku telah sembuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kupikir hatiku telah sembuh.

Namun melihatmu kembali, ternyata aku begitu rapuh.

"Pelangi-pelangi, alangkah indahmu. Merah, kuning, hijau, di langit yang biru..."

Sebuah ruangan kelas penuh warna dengan hiasan langit-langit dari kertas origami, meja dan bangku mungil warna-warni, dan beberapa rak yang diberi warna senada untuk menyimpan buku dan mainan, terdengar ramai oleh suara nyanyian.

Amira, sang guru, berkeliling sambil bertepuk tangan, memerhatikan satu-satu anak muridnya bernyanyi mengikutinya. Anak-anak itu terlihat semangat, suara mereka terdengar nyaring. Mereka duduk rapi—melipat tangan di meja dan duduk tegak—dan membuka mulut lebar saat bernyanyi.

Amira tersenyum senang melihat anak-anak itu menampakkan wajah ceria. Berpasang mata mungil itu menyimpan perjalanan panjang dengan cahaya-cahaya lembut yang terpancar. Melihat cahaya itu salah satu alasannya tetap bertahan di TK sederhana bersama seorang sahabatnya—yang juga guru di sini—dan seorang kepala sekolah. Menggantikan guru yang pindah ke kota lain, ternyata bukan hal yang buruk.

Anak-anak dan TK ini menawarkan sesuatu yang lain untuk hidupnya. Pengembaraan hidupnya sempat pupus lima tahun lalu, sebuah titik di mana dia harus benar-benar berhenti atau bertahan dengan sisa kepingan hidupnya. Amira memilih berhenti untuk kali pertama, namun terasa sia-sia. Hingga Ajeng mengundangnya masuk ke dunia yang tak pernah ia duga sebelumnya.

Setelah lagu berakhir, Amira tersenyum senang. "Ayo, tepuk tangan!" ujarnya riang. Ia bahagia melihat mata di wajah-wajah mungil di hadapannya berbinar. Lalu ia mengambil mistar plastik panjang dan menunjuk ke kotak-kotak warna di papan tulis. "Nah, jadi warna pelangi apa saja, anak-anak?"

"Merah," seru anak-anak serentak.

"Terus yang ini?" Amira menunjuk kotak warna di sebelahnya.

"Kuning."

"Yang ini?"

"Hijau."

"Ayo, sama-sama sebutkan lagi!"

"Merah, kuning, hijau."

"Hebat!" Amira kembali bertepuk tangan.

Di saat bersamaan, Amira melihat sekilas sepasang ayah dan anaknya sedang berjalan memasuki TK dari arah halaman sekolah. Rayhan? pikirnya. Ia merasa tidak asing dengan wajah yang tengah menunduk, berbicara dengan anak yang digandengnya. Tapi, apa mungkin Rayhan berada di sini? Lalu Amira kembali melanjutkan pelajaran. Ia menunjuk warna lain di papan tulis. "Nah, tadi warna pelangi sudah. Kalau warna langit apa? Ayo diingat-ingat. Pelangi-pelangi, alangkah indahmu. Merah, kuning, di langit yang..."

"Biru..."

"Kita nyanyikan sekali lagi sambil sebutkan warnanya, ya." Amira mulai bernyanyi sambil menunjuk kotak-kotak di papan tulis. Suara anak-anak kembali meyemarakkan suasana kelas.

Coming Home (CABACA.ID)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang