◇ • 》• • 🌼day after tomorrow🌼 • • 《 • ◇
-
Setelah Asep dan Nanang keluar dari kamar inap Shindu, renggang melingkupi seisi ruangan berdetik-detik lamanya. Seseorang yang kerap dipanggil ayah oleh tujuh laki-laki itu, menatap intens satu-persatu dari mereka.
Guratan sendu yang pernah ditorehkan 4 tahun lalu, masih tampak jelas dibalik wajah-wajah yang menunduk. "Ayah minta maaf..."
Ayah si manusia egois, julukan yang Ayah berikan untuk dirinya sendiri. Berusaha menyembuhkan lukanya sendiri, tanpa memikirkan putra-putranya yang juga harus berjuang melawan kepahitan itu. Hanya karena sebuah keyakinan sempitnya yang berpikir bahwa mereka akan saling menguatkan. Tetapi sejatinya, seorang anak tetaplah seorang anak yang membutuhkan kekuatan sosok orang tua. Apalagi perihal kehilangan. Dia sendiri yang sudah pernah mengalami, harus mati-matian menerjang arus kehancuran. Bagaimana dengan mereka?
"Ayah," Satu-satunya yang tidak menunduk disitu hanya Awan. Senyuman justru teroreh manis di wajah lelaki itu. Lantas ia berjalan lebih mendekat kemudian memeluk tubuh kekar Ayah.
Aroma Jo Malone yang bertahun-tahun Awan rindukan akhirnya dapat dia hirup lagi, beriringan dengan rasa hangat yang juga sudah lama tidak menjalar pada tubuhnya.
Kalau kalian bertanya, siapa yang paling dekat dengan ayah, maka jawabannya Awan. Bagi Awan, ayah itu manusia paling mengagumkan di muka bumi ini, alih-alih ironman. Tak ada yang bisa menandingi sosok ayahnya. Bahkan setelah bunda berpulang, hatinya bertambah hancur saat ayah memutuskan untuk meninggalkan rumah.
Bunda meninggal karena penyakit jantung yang sudah lama dideritanya. Awalnya, penyakit itu tidak berulah sampai kelahiran si sulung dan si kembar pun semua tampak baik-baik saja. Namun kebahagiaan itu goyah saat Shindu terlahir dengan penyakit jantung yang sama seperti bunda.
Tak mau sedih berkepanjangan, ayah dan bunda memutuskan untuk menciptakan satu buah kebahagian lagi di keluarga mereka. Sean lahir tanpa masalah kesehatan sedikit pun. Nyatanya, kelahiran Sean bukan lah yang menjadi akhir. Tuhan begitu menyayangi keluarga ini.
Setiap tahun dalam dua tahun berturut-turut, Awan dan Rizky turut mengisi dunia kecil mereka. Jangan tanya seberapa bahagia ayah dan bunda waktu itu. Tak terhingga yang pasti.
Tetapi, semua orang juga tahu bahwa apa saja yang menjadi bagian dari kehidupan hanyalah sementara. Mau kita berbahagia atau bersedih, semua itu tidak dapat kita nikmati selamanya di dunia ini.
"Adek, kakak." tangan ayah terbuka lebar, membiarkan Rizky dan Sean ikut berhambur dalam pelukan itu.
Akhirnya, ditengah-tengah moment haru Rizky menarik ingusnya dalam-dalam. Praktis membuat semua orang tertawa.
Melihat seorang gangster abal-abalan tingkat kabupaten menangis, patut diabadikan dalam list cara untuk bertahan hidup melawan si bontot laknat oleh anak-anak tertua. Terutama bapak majelis hakim, Jay Alexander.
For your information, Jay memang sedang mengumpulkan banyak senjata yang bisa ia gunakan kalau sewaktu-waktu punya kesempatan untuk membalaskan dendam pribadinya terhadap saudara Rizky.
"Adek, tadi habis ngapain?" Ayah merasa agaknya ada yang janggal saat ia pertama kali memasuki kamar inap Shindu.
"Hiks ggak ngapain-ngpain." Jawabnya terbata-bata.
"Buseeeet Riz, yang bener aja! nangis kamu?" Sean tertawa terbahak-bahak.
Tapi Rizky tidak mengubris. Ya sebandel-bandelnya Rizky, dia juga manusia yang punya perasaan. Menangis saat sedih, bergembira saat senang. Kalau sekarang, Rizky lebih memilih menangis karena rasa senangnya terlanjur berpadu dengan perasaan lain. Rizky juga tidak tahu apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Day After Tomorrow | ENHYPEN
أدب الهواةKita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi besok lusa. . . .