BAB 1

35 4 3
                                    

"Mas." Pangilku lembut.

"Udah deh Nai!" Tapi panggilan itu dibalas kasar Farhat Suamiku, usia pernikahan kami terbilang mudah. Tapi sifat suamiku sudah keliatan sejak malam pertama.

"Kamu mau kemana Mas."

"Ga liat SAYA MAU KERJA!" Nadanya tingih degan tatapan sinis.

"Tapi kan makanya belum selesai."

Dia hanya diam lalu pergi. Aku tidak tau apa yg salah dari pertanyaan itu. Mungkinkah? Tapi sifat suamiku benar-benar sudah berubah. Dia bukan Fathar yg kukenal dulu, seperti orang lain yg tinggal di raganya Fatsar.

DUA HARI SETELAH PERNIKAHAN KAMI.

Kami membeli sebuah rumah dua tingkat, terletak di pinggir jalan besar tapi hanya saja tertutup pohon beringin besar yg tumbuh di halaman. Aku sudah menyuruh dari awal kami membeli rumah ini agar di tebang.

Entah kenapa tetangga kamu justru menangapi sinis pada hal tersebut. Mereka bilang tidak usah di tebang degan alasan aneh tak masuk akal. Memangnya kenapa? Pohon tua itu sudah bertahun-tahun seperti nya. Kalau roboh bisa menyebabkan bahaya bagi siapa saja.

Hinga kubiarkan saja sebab para tukang yg kupangil menolak menebangnya.  Hal itu menimbulkan pertanyaan demi pertanyaan Hinga pikiran ku menyasar pada ah sudahlah. Itu juga titik pertama saat putraku anak satu-satunya bertingkah aneh.

Ryan menangis histeris, Hinga malam Jumat pecah degan suara teriakan Rian. Mas Fathar memintaku untuk menenangkan nya aku sebetulnya juga bingung karena ini untuk pertama kalinya dia menangis seperti itu. Sorot matanya bercampur ketakutan hinga aku menelpon Mama untuk minta bantuan. Mama bilang untuk aku tidak membiarkan Ryan menatap sudut lain selain aku, aku bingung! Terus aku meletakkan Yasin di bawah bantal Ryan sembari membaca ayat kursi kata Mama itu hal yg lumrah terjadi sebab baru pertama kali nya kami menghuni rumah tua yg sebenarnya di renovasi agar terlihat baru.

Sejak malam itu, kupikir akan berhenti ternyata tidak, paginya Ryan kembali menangis seperti tadi kali ini lebih kencang. Ku sedari juga para tetangga sibuk megintip di balik jendela masing-masing ketika aku menenangkan Ryan sembari menunggu Mas Farhat pulang. Cepat pulang Mas.

Dari diagnossa dokter. Ryan tidak apa-apa. Anak itu Alhamdulillah sehat. Hanya saja....

Aku menarik sehelai rambut panjang dari mulut Ryan...

Aku kaget setengah mati. Bagaimana bisa rambut sepanjang itu bisa di dalam mulut anak kecil.  Sementara aku sendiri selalu memperhatikan makananya rambut ku juga pendek. Aku menceritakan semuanya ke Mas Farhat tapi Mas Farhat tidak percaya degan ucapanku.

"Kamu cuma kecapean aja kok Dek." Mas Farhat memeluku. Sebab tingkah Ryan yg begitu katanya aku kurang tidur. Semoga benar saja Mas..

Ini hanyalah awal dari semuanya..

KISAH NYATA TINGAL DI SARANG BUNIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang