Athala Reynand, nama lengkap dari lelaki yang memiliki perawakan yang tinggi, garis rahangnya yang terlihat tegas membuat postur wajahnya menjadi sempurna di padu dengan bulu mata yang lentik, membuat kesan pria itu menjadi istimewa dari yang lain. Senyumnya yang menjadi candu menjadi daya pikat yang dia punya.
Jika ingin mengenal lebih jelas Athala Reynand, siapapun bisa tanya dengan orang-orang sekitar sekolah mengenai sosok itu. Lelaki itu sangat terkenal dengan keramahannya, bahkan tidak di sangka-sangka, banyak orang yang mengenalnya dengan baik. Hingga luar sekolah sekalipun.
"Dia bukan mainan kamu kan?"
Mendengar satu temannya mengeluarkan suara membuat Reynand mengerutkan keningnya, mata tajamnya menatap pria yang duduk tidak jauh dari depannya, lalu menghembuskan nafasnya kasar.
"Gak pernah berbuat hal seperti itu" tegasnya pada Jorell, pria yang tadi bertanya.
"Lalu buat apa bertingkah seperti itu?"
Atensi Reynand yang pada awalnya sedang asik memandangi jalanan dari rooftop sekolahnya, kini menatap Jorell dengan malas. Pria itu terlalu banyak tanya mengenai dirinya.
"Apapun itu alasannya, bukan untuk mengores ataupun melukai hati dari gadis itu!" Ujarnya.
"Tapi itu berlebihan, Rey"
Reynand beralih menegur minuman miliknya, matanya kembali memandang lurus.
"Kamu suka dia?" Pertanyaan Jorell kali ini membuatnya menahan nafas secara tiba-tiba. Sekilas ia melirik Jorell yang terlihat menunggu jawaban darinya.
Kemudian ia menjawab "Dia yang paling menonjol dari semua siswa yang satu ruangan dengan kita."
___
Siang berganti sore, semua murid dibubarkan secara serempak dari pihak sekolah. Suasana ricuh menghiasi lorong-lorong sekolah di iringi dengan banyak ketukan sepatu yang bersentuhan dengan lantai.
Sedangkan layar ponsel yang tidak lepas dari sorotan sepasang mata dengan mimik pasrah.
Agam, menatap lekat pintu utama sekolah sambil memegang helm miliknya. Posisinya, lelaki itu kini duduk di atas motornya sambil melipat kedua tangannya. Ia menggerutuhi dirinya sendiri akibat terus menerus menelpon Rain, padahal gadis itu tidak membawa handphonenya ke sekolah.
Agam lupa akan hal itu.
"Agam belum pulang?" Gadis dengan rambut sebahu menatap Agam dengan gembira. Matanya memancarkan sebuah harapan yang bisa terlihat jelas oleh Agam.
"Seperti yang kamu lihat" jawabnya singkat pada teman sekelasnya, Zella.
Tidak lama dari itu, terlihat Rain yang berjalan mendekat ke arah Agam dengan langkah riang.
"Siapa?" Bersamaan dengan menerima sodoran helm yang Agam berikan, gadis itu mengeluarkan pertanyaan.
"Temen satu kelas" balas Agam.
"Kamu mau pulang bareng, Agam?"
Pertanyaan lain terlontar dari Rain. Membuat lelaki yang memiliki nama, melotot sambil memutar bola matanya malas.
Gadis yang di tanya terlihat gugup mendengar pertanyaan Rain, walaupun sebenernya itulah adalah alasan ia menghampiri Agam saat ini.
"Rain, cepet naik!" Pintah Agam. Nampak raut raguh dari wajah Rain, ia memandang tidak enak hati ke arah teman Agam yang kini memandanginya dengan raut teduh penuh kekecewaan.
"Agam antar pulang dia aja"
"Gak usah kak! Aku bisa pulang sendiri" tolaknya.
"Ribet, bertiga aja sini!" kesal Agam.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALINI
FanfictionRibuan, bahkan jutaan detik aku serahkan semuanya pada sebuah kisah, dengan suasana hujan yang menjadi saksi. Bahwa ada banyak arti dari satu kalimat, dan di saat itu, aku tersenyum tipis karena sadar, bahwa semuanya adalah sebuah sejarah yang aku d...