18:45, 17 September 2010
Mereka sampai di kota selepas senja.
Mobil berwarna putih milik Josh berhenti tepat di depan pagar rumah Dana. Setelah sebelumnya, mobil yang sama sudah lebih dulu mengantar Freya sampai ke rumahnya.
Josh menunggu sampai Dana betul-betul sudah keluar dari mobil, melambaikan tangan kepadanya dan Gavin, kemudian masuk ke dalam rumah, sebelum melanjutkan diskusi mereka.
"So, what next?"
"We'll go back there."
Gavin menjawab singkat seraya membalas chat dari Pak Rudi, demi memberikan ketenangan pada sang Ayah tentang keberadaannya malam ini.
"Doing what, exactly?"
"Kita udah yakin banget mereka semua ada di sana. Tunggu dia... mereka, siapa pun itu manusia di sana... yang gua yakin bakal kita kenal banget. Habis itu, mereka gerak kemana kita ikutin. And then, we'll see!" Gavin menjelaskan detail rencana miliknya sendiri.
Walaupun, mereka berdua sebenarnya yakin bahwa ada lubang menganga dalam rencana mereka ini. Namun mereka juga tidak bisa menjelaskannya secara gamblang.
'Ketidak-yakinan' ini.
"Oke! After practice besok. Kita pergi. Balik bentar, biar orang rumah nggak cari-cari.. terus cabut!" Josh menyimpulkan dengan antusias.
Ia turut memutuskan untuk melakukan saja apa yang mereka pikir benar.
Tidak banyak berpikir lagi mengenai keraguan yang masih bercokol.
Terlalu banyak ragu membuat mereka tidak berbuat apapun, menurutnya. Walaupun dengan mobilnya yang sudah turut menjadi korban 'berdarah' si geng ber- hoodie.
"Kita nggak bisa pake mobil lo besok. Mereka udah tau ini mobil lo dipake sama kita. Plus, it's white. After everything, elo harus biarin mobil ini istirahat." tambah Gavin.
"You're right. Terus pake apa dong besok?" tanya Josh.
"Gua pinjem mobil bokap, deh! Semoga dikasih. Besok udah weekend juga harusnya bokap di rumah." Gavin nampak memikirkan kemungkinan ini, kemudian melanjutkan. "Ayo jalan deh! Gua temenin cuci mobil! Biar ada saksi kalo ditanya! Mobil ini kayak habis nabrak orang soalnya."
"Oke, let's go! Kita ke tempat cuci mobil langganan aja biar nggak ditanya-tanya rese'!"
**********
07:14, 18 September 2010
Pagi ini, dia merasakan sebuah perbedaan.
Sejak bangkit dari kasur, ia merasa sedikit sulit menghentikan kakinya yang terus bergerak cepat bagaikan kaki seorang penjahit.
Rencana yang ia susun bersama Josh semalaman ternyata membuatnya....
Jitters.
Nervous.
Tidak tenang.
Pemikiran bahwa dia akan segera menemui Dana dan berangkat bersama-sama ke sekolah untuk aktivitas ekstrakurikuler membuatnya lebih tenang.
Ayahnya pun 'tumben' menyuguhkan bubur ayam sebagai menu sarapan mereka, pagi ini.
Bukan sembarang bubur ayam, tapi bubur ayam kencana teh Ita. Bubur ayam legendaris di Kota Upadhana yang sudah menjadi langganan mereka sejak lama.
Letak warung -nya sendiri cukup jauh dari rumah. Mereka harus ke kompleks perumahan sebelah untuk mendapatkan bubur ini.
Belum lagi antrian pelanggannya yang selalu membuat kaki pegal duluan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kabut Imaji
Teen Fiction{Teen Fiction Romance & Mystery} "Clarissa? Lo kenapa? Suara lo putus-putus, Clar!" "Dana, gue nggak tau gue dimana... ini di pinggir sungai, eh kayak-nya danau, kayaknya sungai sekolah, t-tapi ini bukan di-s-sekolah, gue-gue takut, Dan... gue ngga...