Disinilah mereka. Tempat aesthetic, hawa yang cukup dingin, lampu kelap-kelip berwarna kuning redup diatas mereka, ditemani kopi pahit manis di malam hari. Menatap kota Seoul dari rooftop Cafe Dream.
Semuanya kini sedang menyelami pikiran masing-masing. Mark, Renjun, Jeno, Haechan, Jaemin, Chenle, dan Jisung. Duduk dikursi dengan dua meja lingakaran didepan mereka. Sibuk disapu angin malam.
"Apa kota Seoul selalu indah gini?" Tanya si Mark.
"Iya, hanya saja kita—
—terlalu sibuk dengan kegiatan masing-masing sehari-hari." Jawab Jaemin.
Semuanya mensetujui pernyataan Jaemin. Mereka mengakui keindahan Tuhan yang saat ini mereka pandang tidak bisa sehari-hari mereka lihat karena tugas kampus yang menumpuk.
Hari ini hari Minggu. Dimana semua mahasiswa Neo Campus Technology bisa beristirahat dari beban otak yang tidak ada habis-habisnya. Dosen mereka yang tak habis-habisnya menggenjot mereka dengan tugas, kini bisa beristirahat satu hari. Cukup satu hari. Mereka bisa tenang satu hari.
Senyum diam-diam mampir di bibir Chenle. Mengingat kembali bahwa semalam ia bermimpi bertemu sang ibu yang sudah lama meninggal kian 5 tahun yang lalu.
"Semalem—gue mimpi nyokap gue."
Mark menoleh. "Serius?"
Chenle mengangguk mantap. "Bahkan gue ngerasain tangan gue di pegang nyokap." Tatapan Chenle masih belum lepas dari pemandangan kota Seoul sesekali menggenggam erat cangkir kopi hangat karena udara yang dingin dimalam hari.
Jeno menepuk pelan punggung Chenle disampingnya itu karena merasa iba. Tetapi Chenle tidak sedih, justru ia senang bisa memimpikan sang ibu apalagi merasakan hangatnya tangan sang ibu. Dan saat ini pun senyuman masih setia menemani bibir halus Chenle.
Haechan melihat pergelangan tangan kirinya. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. "Haissh, sial. Pulang yok, dah jam sepuluh. Besok kesiangan lagi." Ucap Haechan berdiri sambil memasukkan kedua tangannya ke saku jaket tebalnya.
Semua mangut-mangut saja. Sebenarnya mereka masih ingin merenung di rooftop, tapi apa boleh buat. Besok otak akan terisi materi lagi. Untung mereka tinggal diapartement. Jika tidak, habis sudah mereka diomeli sang ibu. Terkecuali Chenle tentunya. Satu apartment besar mereka tinggali hanya berbeda kamar mereka tiduri.
——Nanti Kita Cerita Kalau Gabut——
"BACOT SIA WOY HAECHAN BANGUN GAK LO UDAH JAM DELAPAN!"
Jeno frustasi. Sedari tadi ia menggedor-nggedor pintu ruangan apartment milik Haechan. Pasal sekarang sudah pukul delapan lebih lima tetapi Haechan tak kunjung keluar.
Sebenarnya dibelakang Jeno sudah ada mereka semua; Mark, Renjun, Jaemin, Chenle, dan Jisung, hanya saja mereka tidak ingin menguras energi mereka.
"Ditelpon ajalah bego." Renjun berkutik.
"Udah tadiii."
Cekleek
Keluarlah Haechan. Yang masih mengucek matanya dengan kaos oblong putih dan celana panjang berwarna cokelat muda cerah gula pasir.
"Brisik lo! Ganggu ngerti gak?"
"Brisik-brisik, goblik banget lu. Ini jam berapa chan, jam berapaaaa?" Jeno memajukan ponselnya tepat didepan Haechan sampai Haechan mundur beberapa langkah.
"Bodo ah, udah sering gue dihukum pak Sooman." Haechan masuk lagi kekamarnya dengan santai lalu menutup pintu meninggalkan temannya yang masih keheranan dengan sifat santai Haechan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nanti Kita Cerita Kalau Gabut | NCT DREAM
Fiksi Remaja7 remaja berpawakan tampan yang sering berkumpul hanya untuk merenung kisah kegabutan mereka. [feat. NCT DREAM] Kalau gak niat jangan mampir. Judulnya aja cerita 'Gabut' ya pasti isinya kegabutan Anak Dreamies🙏🏻