Mulai Bergerak

989 221 71
                                    

Votenya lagi jangan lupa biar akunya semangat ✨

🍃🍃🍃

"Hari ini yang gak pergi cuma gua, Hanan, sama Yoga doang, 'kan?" Tanya Rendra di sela-sela kegiatan sarapan mereka di taman belakang villa. Mereka sumpek jika terus di dalam ruangan makanya milih makan di luar. Aji sama Chandra juga rencananya bakal datang sekitar jam 8-an.

"Iya. Kalian tunggu aja di sini sambil cari info baru," jawab Naresh.

"Awas loh kalau elu disana tiba-tiba teriak," ujar Jevano pada sang sepupu.

Arka mengangguk, membenarkan perkataan Jevano pada adiknya. "Iya tuh, kamu jangan sampai kebablasan."

"Gimana caranya dong, A? Itu 'kan refleks. Berdoa aja semoga gak akan ada hantu yang tiba-tiba muncul."

"Kalau kalian udah nemu letak kuburannya, kalian langsung pulang, 'kan?" Yoga bertanya.

"Iya. Gak mungkin kita yang ngebongkar. Urusan bongkar kuburan mah nanti aja sama warga sini kalau orang itu udah ketangkep," jawab Naresh.

"Ponsel kalian udah mode hening semua, 'kan?" Tanya Rendra memastikan. Mereka yang akan pergi pun mengangguk.

"Hati-hati, ya. Gak tahu kenapa gue ngerasa sedikit hal buruk bakal terjadi," sahut Hanan. Setelah ia diberi kelebihan, Hanan merasa jika dirinya menjadi lebih peka dan sensitif.

"Kalem, Nan. Gue sama yang lain bakal ngasih tahu Naresh atau Chandra kalau ada apa-apa," jawab Sakha sambil menepuk-nepuk pundak Hanan.

🍃🍃🍃

"Gua deg-degan banget sumpah," ujar Jevano saat mereka sedang berjalan menuju rumah tua yang digadang-gadang menjadi tempat persembunyian.

"Gue juga sama. Mana ini daritadi banyak yang berseliweran," jawab Naresh semakin mendekatkan tubuhnya pada Arka. Ia mengapit lengan kakaknya sambil berdoa.

"Ini belum seberapa, Bro. Siap-siap aja nanti lu bakal ketemu temen gue yang lain," jawab Riko tersenyum senang. Tidak sabar melihat wajah ketakutannya Naresh.

"Di depan belok kiri," ujar Aji memberitahu.

"Bukannya masih agak jauh ya beloknya?" Tanya Rania pada Aji.

"Kita harus lewat jalan belakang. Kalian 'kan enak bisa jalan tanpa ketahuan, lah kita manusia gak bisa segampang itu," ucap Chandra.

"Oh iya lupa. Ya udah deh, gue sama Riko mau cabut duluan buat lihat situasinya," sahut Sakha.

Naresh, Aji, dan Chandra hanya mengangguk mendengar perkataan Sakha. Mereka mulai menyusuri jalan yang sekarang lebih banyak pohon-pohonnya. Bahkan mirip seperti hutan kecil-kecilan. Jalannya pun bukan dari aspal lagi melainkan tanah merah. Jevano saja sekarang merasa seperti sedang syuting sebuah film hantu saking mendukungnya latar tempat yang ada.

"Ternyata masih ada tempat yang kayak gini, ya," ujar Arka sambil melihat-lihat. Kepalanya mendongak dan melihat sinar matahari pun hanya sedikit yang dapat menembus.

"Serem gak, sih? Aku kira di kampung kita itu udah tempat yang paling serem," sahut Naresh. Di atas pohon banyak perempuan berbaju putih yang duduk sambil melihat mereka. Naresh hanya bisa menghiraukannya meski suara tawa yang dapat membuat bergidik ngeri menyapa gendang telinganya.

"Gua juga mikirnya gitu. Kampung kalian sekarang banyak keluar hantu. Ngeri," jawab Jevano dan mengusap lehernya.

"Jev, kalau gue kasih tahu lu mau percaya gak?" Tanya Naresh.

"Kenapa emangnya?"

"Itu ada yang ikut nemplok di belakang elu." Di punggung Jevano memang ada seorang anak kecil laki-laki yang bergelantung, melingkarkan tangannya agar ia tidak terjatuh.

"Terus cara ngelepasnya?" Tanya Jevano berusaha santai. Pantas saja punggungnya terasa lebih berat.

"Nanti kalau kita keluar dari kawasan ini juga dia gak akan nempel lagi," jawab Rania memberitahu. Naresh hanya ber-oh ria saja dan meneruskan perkataan Rania pada Jevano.

"Jangan banyak ngomong lagi ya kakak-kakak. Kita udah mau sampai," kata Chandra memberitahu dengan suara yang lumayan pelan. Di depan sana, sudah ada Sakha dan Riko yang menunggu. Mereka mengacungkan jempolnya, memberi tanda jika situasi aman.

"Orang itu gak ada di sini," ucap Riko.

"Tumben udah pergi. Aneh gak, sih?" Tanya Aji pada yang lain.

"Aneh. Tapi biarin aja dulu, kita harus gerak cepet," jawab Chandra. Mereka pun segera berjalan menyusuri kebun belakang dan melangkah sepelan mungkin agar suaranya tidak terdengar.

"Di dalem ada siapa?" Rania bertanya.

"Gak ada siapa-siapa. Agak aneh sih tapi mungkin mereka semua emang ada keperluan," jawab Sakha. Kepala Rania mengangguk mendengar itu. Semoga saja mereka akan aman dalam waktu beberapa waktu ke depan.

"Guys, tanah bagian sini menurut gue lumayan mencurigakan," kata Naresh sambil menunjuk gundukan tanah di dekat sebuah pohon rambutan. Dibanding tanah yang lain, bagian di sana memang terlihat lebih menggunung.

Maka yang lain pun segera mendekat dan berjongkok secara melingkar di sana. Jevano dan Arka mulai menggali tanah itu sedikit. Sudah lumayan dalam, terlihat sebuah lengan kain berwarna hitam dengan garis emas di ujungnya.

"Eh, sebentar. Ini mirip kayak baju punya elu," ujar Naresh sambil melihat pakaian Riko. Yang diberitahu hanya mengangguk dan tersenyum cerah.

"Emang. Gue itu orang yang mati paling terakhir."

"Bener punya Riko, Na?" Tanya Jevano.

"Iya. Bajunya sama soalnya," jawab Naresh kembali mencocokkan untuk kedua kalinya.

"Berarti, semua jasadnya dikubur disini?" Tanya Chandra.

"Bisa jadi? Seengganya kalian udah tahu letak pasti dimana tanah yang dipake, 'kan? Kalau gitu ayo pulang sekarang," ajak Rania.

"Kenapa buru-buru? Kan kita baru sebentar disini," jawab Aji.

Rania berdecak sebal. "Ck, nurut aja kenapa, sih?! Gue punya feeling jelek sekarang!"

"Woah, santai. Iya, ayo pulang sekarang," lerai Naresh. Mereka pun berdiri dan membalikkan badannya. Namun, sekujur tubuh mereka seketika membeku saat melihat empat orang pria dewasa sudah berada di sana.

"Udah beres main tanahnya?"

🍃🍃🍃

Duh, ketahuan. Jam 8 aku update satu chapter lagi.

-Auva

[✓] RETAS || NoRen ft. Dreamies + YYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang