Pertemuan & Perpisahan

731 145 12
                                    

Haloo! Maaf lama, yaa~ Happy Reading! ♡

🍃🍃🍃

Sekitar pukul 8 pagi, RETAS bersama dengan keluarga masing-masing datang ke tempat persemayaman terakhir para korban. Hanan yang dirangkul oleh Arka menangis tersedu-sedu saat melihat jasad milik Rania, Sakha, dan Riko. Naresh pun sama sedihnya, tetapi ia hanya bisa tersenyum lega melihat teman-temannya dapat pergi dengan tenang.

"Di sini ada mereka gak, sih?" Tanya Rendra pada Naresh. Kepala pemuda itu mengangguk. Ketiga kawannya dan juga para arwah yang lain ada di tempat yang sama seperti mereka.

"Ada. Mereka keliatan penuh cahaya banget," jawab Naresh. Tepat setelah berkata seperti itu, arwah Rania, Sakha, dan Riko pun mendekati Naresh dan Hanan.

"Terima kasih banyak, ya. Tanpa kalian, kita gak mungkin bisa pergi dengan tenang. Sekarang mungkin udah waktunya perpisahan? Gue agak gak rela sih sebenernya karena belum sempet nyium Rendra, tapi gapapa gue bakal cium dia lewat mimpinya aja, hehe. Maaf juga, ya, Na, kalau waktu itu ngagetin lu. Gue sengaja sih soalnya lu penakut banget jadi laki. Gimana mau ngelindungin Yoga coba?" Tanya Rania.

Naresh menggulirkan bola matanya malas mendengar pernyataan Rania. "Hantu bacot," jawabnya dan membuat Rania jengkel kemudian memukul bagian luka Naresh yang diperban. Mungkin momen-momen menyiksa seperti ini yang akan menjadi kenangan mereka dan setelah itu Rania juga sudah tidak akan bisa seenaknya memukul Naresh.

"ARGH! SAKIT SETAN!"

"Naresh, shut!" Desis Papahnya sambil menaruh telunjuk di depan bibirnya. Naresh mengatupkan kedua tangan kemudian menutup mulutnya rapat-rapat.

Rania tersenyum puas lalu beralih melihat Hanan. "Makasih juga buat elu, Nan. Akting lu perlu diacungi jempol banget dan pengorbanan elu buat kita adalah suatu hal yang luar biasa. Kak Arka beruntung bisa jadi pacar lu, ya biarpun elu kadang ngeselin dan bawel, sih. Sekali lagi makasih, ya. Kasih tahu juga ke Rendraku Sayang, Jevano si sumbu pendek, Yoga My Baby, dan Kak Arka ganteng buat jasanya selama ini. Gue pengen peluk kalian satu-satu tapi gak bisa, jadi gimana kalau lu yang wakilin?"

"Gue sih bisa aja peluk semuanya, ya. Masalahnya, lu mau tanggung jawab gak kalau gue dihajar sama si Rendra gara-gara gue peluk Jevano?" Tanya Hanan balik dan membuat Rania tertawa kencang.

"Yah, gagal deh gue liat muka lu biru-biru kena hajar Rendra. Udahlah, gue haus karena kebanyakan ngomong. Sekarang waktunya Sakha sama Riko," ucap Rania melihat kedua temannya. "Buruan nyet, waktu kita gak banyak, nih."

Sakha menoyor kepala Rania. "Dari tadi juga 'kan elu yang kebanyakan bacot, tolol," balasnya dan Rania hanya cengar-cengir doang.

"Gak banyak sih dari gue selain kata terima kasih dan maaf. Makasih udah mau bantuin kasus ini sampai tuntas dan maaf karena sempet nakutin lu berdua di awal pertemuan. Abisnya reaksi kalian bikin ngakak banget makanya gue seneng jahilinnya," ucap Sakha.

"Gue juga sama. Makasih banyak ya buat RETAS udah mau bantuin kita padahal nyawa juga hampir terancam. Gak sia-sia tim arwah bikin projek pasar malam buat ngejebak kalian," tambah Riko.

"Agak sialan sih emang dengernya tapi karena kalian akhirnya dapat pergi dengan tenang makanya gue maafin. Jangan nyusahin malaikat di sana, ya," kata Hanan pada mereka bertiga. Walau masih sesenggukkan ia tetap berusaha memperlihatkan rasa bahagianya.

"Udah waktunya, nih. Kita pamit pergi, ya. Sampai jumpa di lain kesempatan dan dalam kehidupan yang berbeda tentunya. Semoga kalian selalu bahagia," ucap Rania. Kelima belas korban yang ada pun tersenyum hangat dan mereka semua berpegangan tangan sebelum akhirnya menghilang bersama cahaya yang datang.

"Nan! Kita lupa nanyain gimana caranya balik ke penglihatan normal!" Pekik Naresh panik sambil menepuk-nepuk pundak Hanan. "Loh, iya! Gimana, dong?!" Serunya panik. Ia tidak mau memiliki kemampuan ini apalagi jika nanti sudah pulang ke Kampung Neo.

"Wih, semangat, ya. Semoga kalian kuat," ucap Jevano sambil menepuk-nepuk pundak Naresh dan Hanan. Ia memberikan dukungan namun terlihat seolah mengejek juga. Karena bagi Jevano, penderitaan mereka berdua adalah kebahagiaan untuknya.

🍃🍃🍃

"Kapan kita mau cari ruangan Aji sama Chandra?" Tanya Jevano saat mereka sedang bersantai sambil menonton televisi di ruang inap.

"Sekarang, yuk! Gue penasaran," ajak Yoga. Hanan mengangguk setuju. "Boleh, ayo," jawabnya dan langsung keluar ruangan duluan. Lima orang lainnya mengikuti Hanan dan mereka tentu menjadi pusat perhatian. Bagaimana tidak jika ada enam orang pemuda tampan dengan balutan pakaian khas pasien rumah sakit lewat bergerombol di koridor.

"Aing berasa artis banget diliatin kek gini," bisik Hanan pada Rendra.

"Biasa aja kali. Gua tiap hari di sekolah lama selalu diliatin kek gini," ucap Rendra sombong.

"Kamu diliatin karena suka melakukan hal tidak terduga. Kayak ngasih mobil ke si Brian contohnya," jawab Jevano tiba-tiba nimbrung sambil merangkulkan tangannya di pinggang Rendra. Sebab, pundak Rendra belum sepenuhnya pulih dari luka tembak.

"Kakak jadi penasaran gimana kehidupan kalian di sekolah yang dulu," ucap Arka dan langsung membuat Jevano serta Rendra bergidik ngeri.

"Gak usah dibayangin, Kak. Itu masa-masa kelam kita," jawab Rendra. Jika dipikirkan lagi, ia juga heran kenapa bisa dengan mudah memberi barang mahal pada orang lain. Jevano juga mengangguk setuju dengan pendapat sang kekasih. Pantas saja dulu Ayah Yudha dan Papa Jayden sering marah-marah.

"Stop! Stop! Kita mau ke mana sebenernya? Lu udah tahu di mana ruangan Aji sama Chandra?" Tanya Naresh pada Hanan. Ia bertanya karena mereka dari tadi hanya berjalan tanpa tujuan.

"Loh, iya. Gue gak tahu di mana ruangannya," jawab Hanan sambil menggaruk tengkuknya malu dan langsung mendapat tatapan datar dari empat orang lainnya. Iya, hanya empat soalnya Arka malah mencubit pipi kekasihnya yang gembul sambil tertawa karena gemas.

"Ya udah, tunggu di sini sebentar. Gue mau tanya ke bagian informasi dulu," sahut Yoga.

"Ikut, By~" seru Naresh dan langsung menggenggam tangan Yoga pergi dari sana.

"Gua masih gak percaya kalau selama ini yang bareng kita itu bukan Aji dan Chandra yang sesungguhnya," ucap Jevano dan mendapat persetujuan yang lain.

"Berarti waktu kita ke rumah mereka? Itu gimana konsepnya anjir?!" Seru Hanan. Tiba-tiba saja bulu kuduknya meremang saat ingat mereka pernah makan di rumah Aji.

"Halo, ini Rendra, bukan?" Suara panggilan seseorang membuat mereka berempat langsung menoleh.

"Iya. Tante itu Bundanya Aji, 'kan?" Tebak Rendra. Ia takut salah orang karena baru sekali bertemu dengan wanita tersebut.

"Tante bukan hantu?" Ceplos Jevano dan langsung mendapat sikutan di perut dari Rendra.

"Jangan asal jeplak," omelnya dan mencubit lengan Jevano. "Maaf ya, Tante. Jevano ini anaknya emang agak kurang ajar. Oh iya, Tante kenapa ada di sini?"

Bundanya Jisung hanya tertawa kecil. "Santai aja Rendra. Diliat dari pertanyaan Jevano, kalian kayaknya udah tahu apa yang terjadi, ya? Mau jenguk Aji sama Chandra? Kebetulan mereka udah sadar tadi pagi. Setelah koma hampir 2 tahun."

"Mau, Tan. Kita juga dari tadi nyari ruangan Aji sama Chandra," sahut Hanan semangat.

"Ya udah, ayo," ajak Bunda Aji dan diikuti oleh mereka. Tidak lama dari situ, Yoga dan Naresh pun datang ke sana.

"Ayo ke ruangan Bougenville 7, guys! Loh, mereka kemana?" Gumam Naresh bingung dan menatap takut Yoga. "By, ini bukan dejavu, 'kan? Kita tadi beneran pergi sama mereka?"

Yoga mengangguk-anggukkan kepala. "Bener kok."

"Tapi kenapa mereka tiba-tiba gak ada?!" Pekik Naresh sambil menangkup kedua pipi Yoga.

🍃🍃🍃

Hai! Apa kabar nih gaiss? Sehat semua 'kan, yaa? Harus sehat selalu pokoknya!

Enjoy terus sama cerita yang aku publikasiin, yaa! Makasih dukungannya, luv banyak banyak <3

-Auva✨

[✓] RETAS || NoRen ft. Dreamies + YYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang