Bab 5 - Bertemu Sahabat Lama

4 1 1
                                    

🍁🍁🍁

Riri menelisik setiap sudut wajah suaminya. "Papa capek, ya?" tanyanya setelah memandang wajah suaminya nampak lesu.


"Lumayan, Ma, tapi disyukuri saja. Alhamdulillah, Papa masih diberi kesehatan untuk bekerja."


Riri membalas ucapan suaminya dengan senyuman. Riri sangat bersyukur memiliki suami seperti Winata. Pria itu mengajarkan banyak hal pada Riri termasuk mengajarinya tentang hal agama.


"Ma, gimana kabar Jihan?


"Kemarin, Bibi telpon ngasih tahu Mama, katanya Jihan nangis nanyain kita, Pa," ujar Riri bermuram durja.


Winata dan Riri mereka adalah orang tua kandung Jihan. Pekerjaan kantor yang cukup padat dan terkadang harus menginap di luar kota, membuat mereka jarang bertemu atau sekedar mengobrol dengan Jihan-anak semata wayangnya. Sementara itu, sebagai orang tua, mereka ingin memberikan kasih sayang pada sang anak.

"Maafkan, kami, Nak," gumam Winata dengan wajah sendu, ia teringat wajah cantik anaknya.

Meskipun di tengah kesibukan, kedua orang tua Jihan tak pernah lupa untuk menanyakan kabar anaknya pada Bi Yuyun-asisten rumah tangga di keluarga mereka. Bagi Winata dan Riri, anak adalah penyemangat dalam bekerja.

"Tapi, Mama yakin, Jihan pasti ngerti kondisi kita, Pa."

"Iya, semoga saja, Ma," sahut Winata.

"Oh, iya, Ma, nanti siang, Papa ajak Tino dan istrinya untuk makan siang bareng."


"Alhamdulillah, Oke siap, Pa. Mama juga sudah kangen banget pengen ketemu Bu Ayu." Riri sangat senang setelah diberitahu akan bertemu sahabat lamanya Ayu-istri Tino. Mengingat pertemuan terakhir kali mereka enam bulan yang lalu.


***


Jam menunjukkan pukul 13:15 WIB. Tak butuh waktu lama, Hilman dan Riri sudah tiba di sebuah Restoran terkenal yang bertuliskan 'Restfood'. Namun, mereka tidak langsung masuk ke dalam restoran melainkan melenggang pergi ke musalla untuk melaksanakan salat zuhur terlebih dahulu. Setelah salat dan zikir dilaksanakan, mereka kembali masuk ke dalam restoran.


Restfood merupakan restoran bintang lima yang terletak di Jakarta Selatan. Restfood sendiri menyediakan berbagai makanan khas Jepang yang difusion dengan makanan khas korea. Kretivitas para chef Restfood dalam menyajikan makanan, membuat para pembeli semakin bertambah setiap bulannya walaupun harga terbilang cukup mahal dan tentunya sudah bersertifikat halal.


Restoran bernuansa klasik itu sangat bersih dan luas. Sofa kafe yang di tata berhadapan dengan pembatas meja minimalis jati.


Hal menakjubkan lainnya, tidak ada satu pun pegawai yang berjaga saat jam istirahat. Para pembeli dibiarkan menunggu sembari duduk di kursi atau ikut salat di musalla yang terletak di samping restoran.



Riri dan Winata duduk di meja nomor 56. Tidak lama setelah itu, Tino dan istrinya menghampiri mereka.


"Assalammu'alaikum," salam Tino dan Ayu setelah tiba di meja nomor 56.


"Wa'alaikumussalam," jawab Winata dan Riri serempak.


Para pria berjabat tangan, sedangkan para wanita berpelukan dilanjutkan dengan cipika-cipiki


"Silahkan, duduk." Winata mempersilahkan Tino beserta istrinya duduk di sofa kosong yang saling berhadapan.


"Bagaimana kabarmu, Bu Ayu?" pertanyaan yang biasa dilontarkan saat bertemu sahabat yang lama tak berjumpa.


"Alhamdulillah baik, Bu." Ayu tersenyum kearah Riri.



"Permisi, mau pesan apa?" Seorang Pelayan datang sembari memberikan buku menu.


Sebelum memilih, Riri bertanya terlebih dahulu makanan apa saja yang akan dipesan. Setelah Riri memilihnya, pelayan tadi mencatatnya dan membawa masuk kembali buku menu.


"Anakmu, tidak dibawa?" tanya Riri membuka pembicaraan.


"Oh, Nana," jawab Ayu menyebutkan nama anaknya, "Tadi sudah tidur, jadi tidak membawanya kemari."


Riri menganggukkan kepala. Ia terdiam sejenak, memikirkan sesuatu. "Gimana, kalau Nana dan Jihan kita sekolahkan di tempat yang sama. Sampai mereka lulus kuliah nanti?" Usulan Riri ada benarnya, pasalnya Nana dan Jihan seumuran. Apa salahnya kalau anak mereka juga bisa bersahabat seperti orang tuanya.


Riri menatap Ayu dan Tino bergantian, tetapi tidak ada respon dari keduanya.


Winata yang menyadari hal itu langsung berkata, "Untuk biaya, kami siap membantu. Nana sudah kami anggap seperti anak sendiri."

Winata paham dengan isi pikiran Tino dan Ayu yang terbatas biaya untuk meyekolahkan anak mereka di tempat yang bagus dengan biaya yang cukup mahal. Dengan Tino yang hanya bekerja sebagai sekretaris sedangkan Ayu sebagai ibu rumah tangga.


"Tidak, Bro. Insyaallah, aku usahakan, Nana bisa sekolah sama Jihan," tolak halus Tino. Ia merasa tidak enak karena selama ini Winata-sahabat karibnya- sudah banyak membantunya.


"Menolak pemberian tidak baik."


"Ta-"


"Sudah, jangan pikirkan itu. Semua, aku yang urus." Winata memotong ucapan Tino. Ia paham betul dengan sifat Tino yang selalu merasa tidak enakan.


"Terima kasih Bro, Jazakallah Khairan." Tino memeluk Winata sembari menepuk-nepuk punggungnya.


Persahabatan yang terjalin dari SMP itu, membuat mereka sangat akrab layaknya saudara kandung. Dulu, Winata adalah anak yang berasal dari keluarga kurang mampu, tapi Tino tetap menganggapnya sebagai sahabat tanpa memandang materi dan Tino lah yang menemani Winata dari tidak punya apa-apa, sampai bisa sukses seperti sekarang.


Para istri terharu melihat persahabatan mereka yang terjalin dengan sangat baik.

"Sudah, ayo dimakan dulu makanannya, nanti keburu dingin." Winata melepas pelukannya saat pelayan mengantarkan pesanan ke atas meja mereka.


Selesai acara makan bersama, mereka sempat mengobrol sebentar, lalu kembali ke kantor untuk bertugas. Sementara, Tino mengantarkan istrinya pulang terlebih dahulu, setelahnya kembali ke kantor.

🍁🍁🍁


Alhamdulillah update lagi.
Maaf, kalau dalam karya ini masih banyak kesalahan hihihi.

Salam dariku, si rebahan tukang halu



Ikhlas Bersamamu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang