Part 2

1.1K 13 0
                                    

Begitu tiba di perusahaan Brata, Romeo langsung mengajak Alena turun dari mobil dan masuk ke dalam gedung. Beberapa security dan karyawan yang ingin menyapa Romeo langsung menghentikan aktifitasnya saat melihat Romeo memberi isyarat agar mereka tidak usah melakukannya. Alena yang merasa dilihatin semua orang ketika dia berjalan bersama Romeo menjadi aneh.
" Kenapa sih orang-orang ngelihatin gue terus? Perasaan pas tadi gue datang sendiri kesini gak kayak gini deh." gumam Alena dalam hati. Alena langsung melirik ke arah Romeo, dia mencium ada yang aneh dengan Romeo.
" Rom, kenapa sih orang-orang pada ngelihatin kita terus? Emang ada yang salah ya? " bisik Alena saat di dalam lift.
" Hah, enggak...Gak tahu. Gak ada yang salah kok." jawab Romeo sedikit gugup dengan pertanyaan Alena itu. Alena pun mengangguk percaya dengan ucapan Romeo.
Ting! Pintu lift terbuka saat mereka tiba di lantai empat. Lagi-lagi Romeo memberi isyarat pada semua karyawan yang berpapasan dengannya agar tidak memberi salam padanya. Romeo membawa Alena ke sebuah ruangan.
" Alena, kamu tunggu disini dulu. Saya mau ke ruangan direktur. Mana map kamu? " tanya Romeo saat tiba di sebuah ruangan yang sepertinya ini adalah ruangan kerja dia.
" Wow...Ini ruangan kamu? Gede banget. Jangan-jangan kamu orang penting di perusahaan ini lagi." tebak Alena kaget saat melihat ruangan Romeo tidak berbeda jauh dengan ruangan direktur yang dia masuki tadi. Alena memberikan map yang berisikan biodatanya pada Romeo.
" Ah, enggak, biasa aja. Ya sudah, kamu duduk dulu ya. Saya akan segera kembali." kata Romeo lalu pergi meninggalkan Alena. Alena tidak langsung duduk, dia melihat beberapa foto yang tergantung di dinding dan meja ruangan itu. Dia memperhatikan setiap detailnya. Mulut Alena semakin ternganga saat membaca sebuah tulisan di meja kerja Romeo.
" Romeo Angkasa Putra seorang wakil direktur? " teriak Alena histeris membaca badname Romeo di mejanya. Alena benar-benar kaget tak percaya. Pantas saja Romeo begitu yakin bisa membuat Alena bekerja di perusahaan ini. Secara dia adalah seorang wakil direktur perusahaan Brata. Alena juga baru menyadari kenapa dari tadi orang-orang memperhatikannya sejak masuk ke gedung imi. Ternyata dia sedang berjalan bersama seorang wakil direktur. Alena menghempaskan tubuhnya ke sofa saking shocknya.

" Tok...Tok...Tok..." pintu ruangan direktur diketuk.
" Masuk." jawab Mexi dari dalam, sang direktur perusahaan. Romeo pun membuka pintu dan masuk.
" Hai, men." sapa Romeo begitu masuk ke dalam ruangan Mexi.
" Eh, elo." balas Mexi saat melihat kedatangan Romeo.
" Kenapa wajah lo kusut begitu? " tanya Romeo begitu melihat wajah kusut Mexi.
" Haahhh...Daftar calon karyawan hari ini jelek semua." jawab Mexi sambil memijit pelipisnya yang tidak sakit.
" Terus udah dapet berapa? " tanya Romeo lagi.
" Kurang satu lagi di bagian marketing."
" Gue punya satu calon..." kata Romeo yang membuat Mexi mengernyitkan dahinya.
" Tumben-tumbenan lo peduli soal beginian? " tanya Mexi mulai curiga.
" Ya gak papa lah. Gue pikir gue juga perlu kali ikut serta dalam pemilihan calon karyawan di perusahaan kita." jawab Romeo mencoba menghilangkan kecurigaan Mexi.
" Hmmm...Kalo omongan lo sok bener kayak gini, gue jadi curiga nih." lanjut Mexi lagi.
" Curiga apaan sih? "
" Siapa calon lo itu? Mana CV nya? Gue mau lihat." kata Mexi menantang Romeo.
" Nih..." balas Romeo sambil memberikan map yang dia pegang. Mexi menerima map itu dan langsung membukanya. Alangkah terkejutnya Mexi saat melihat foto Alena terpampang di halaman paling depan.
" Jadi ini calon yang mau lo masukin kerja? " tanya Mexi tak percaya. Romeo mengangguk.
" Enggak, gue gak terima. Gue tadi udah nolak dia, kenapa malah lo tawarin lagi sih? " tanya Mexi kesal sambil menutup map yang sedang dia pegang.
" Mex, lo harus terima dia. Gue udah berhutang nyawa sama dia. Jadi gue pengen bales kebaikan dia dengan memberikannya pekerjaan." kata Romeo memohon.
" Apa? Hutang nyawa? Enggak, enggak. Apa-apaan sih lo bawa-bawa urusan pribadi ke kantor? "
" Mex, please donk. Lo harus dengerin cerita gue. Tadi tuh gue..." begitulah Romeo menceritakan awal perkenalannya dengan Alena sampai Alena berhasil untuk menyadarkan Romeo dari tindakan bodoh yang ingin dia lakukan. Mexi menghela nafas panjang setelah mendengar semua cerita Romeo.
" Dasar lo ya, badan doank yang gede tapi otak kosong. Ngapain sih mau bunuh diri cuma gara-gara perempuan? " omel Mexi pada Romeo.
" Lo kan tahu sendiri gimana cintanya gue sama Laura. Ya wajarlah gue frustasi waktu dia mutusin pernikahan kita."
" Ya cinta sih cinta, tapi jangan bunuh diri juga kaleee." ledek Mexi lagi.
" Aduh, terserah lo deh mau ngomong apa tentang gue. Tapi yang penting gue mohon banget sama lo, please terima Alena kerja disini." kata Romeo pada Mexi. Mexi menatap tajam Romeo, sahabatnya sejak kecil, yang sekarang menjadi partnernya dalam membangun perusahaan milik keluarganya ini.
" Haahhh...Oke gue terima dia. Tapi dengan satu syarat..." kata Mexi akhirnya mengalah.
" Syarat apa? " tanya Romeo girang.
" Dia harus minta maaf sama gue atas apa yang udah dilakukannya tadi pagi."
" Emang dia ngelakuin apa sama lo? " tanya Romeo bingung.
" Dia udah ngotorin jas gue pake cipratan air lumpur." jawab Mexi emosi.
" Apa? Hahaha...Apes banget lo, men." ledek Romeo sambil tertawa.
" Udah deh, gak usah ketawa. Sekarang suruh dia kesini buat minta maaf sama gue."
" Oke, bentar ya gue panggil dia dulu." kata Romeo dengan semangatnya. Dia keluar dari ruangan Mexi dan berlari menuju ruangannya.

I love you, Boss!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang