4 - Kenangan Masa Kecil

17 1 0
                                    

Udara dingin menerpa wajah Ghayda ketika ia baru saja keluar dari dalam kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Udara dingin menerpa wajah Ghayda ketika ia baru saja keluar dari dalam kamarnya. Matahari masih belum menampakkan diri, namun suasana subuh telah ramai oleh para prajurit laki-laki yang baru saja selesai melaksanakan sholat subuh berjamaah. Ya, para prajurit yang beragama Islam memang di wajibkan untuk shalat berjamaah di setiap waktunya di Masjid Omar bin Khattab, yang telah di dirikan sejak Kekaisaran raja Malik Ibrahim, kakek dari Raja Abdullah.

Bangunan nan megah itu terletak di bagian timur istana Alard. Bukan hanya berfungsi sebagai tempat untuk beribadah saja, Masjid Omar bin Khattab juga di jadikan sebagai pusat pendidikan bagi seluruh anggota kerajaan dan orang-orang terpilih di luar kerajaan.

Itulah sebabnya, menjelang akhir tahun seluruh rakyat akan sangat sibuk mempersiapkan anak-anak muda terbaik mereka untuk mengikuti kegiatan lomba yang di adakan oleh pihak istana, baik di bidang akademik ataupun non akademik. Karena keuntungannya memang sangat luar biasa, bukan hanya mendapatkan pendidikan terbaik di istana saja, mereka yang menang pun akan mendapatkan seribu koin emas dan lima ekor sapi. Tentu hal tersebut sangat menguntungkan sekali bagi rakyat yang memang membutuhkan.

Ghayda yang saat itu melihat Layla baru saja keluar dari dalam kamarnya pun mencoba melambaikan tangan, menyapa sahabat seperjuangannya itu. Kamar mereka memang bersebrangan, dengan jalan setapak sebagai pemisah. Tentu Ghayda dan Layla sudah di sediakan kamar khusus oleh pihak istana, mengingat mereka yang memang mempunyai kedudukan penting dalam pertahanan kerajaan Alard, Sebagai panglima dan wakil panglima pasukan An-nar.

"Kau, jadi ikut kan Layla?" Tanya Ghayda memastikan rencana yang telah dua gadis itu sepakati tadi malam. Ghayda hanya tak ingin banyak berharap pada Layla, ia harus waspada jika rencana mereka gagal kembali nantinya.

Namun saat acungan jempol ia dapatkan dari Layla, membuat senyuman bahagia tak dapat Ghayda sembunyikan saat ini.

"Bersiap-siaplah dulu Ghayda. Aku juga belum mandi." Ucap Layla. Dua gadis itupun masuk kembali kedalam kamar masing-masing untuk mempersiapkan diri.

•••••

Sersan dan Horsy, kuda berwarna cokelat tua milik Layla itu berjalan santai membawa tuannya masing-masing. Pagi ini mereka akan pergi berkunjung ke desa Namabi, tempat dimana orang tua Ghayda berada. Sudah enam bulan ini Ghayda belum pulang ke rumahnya, membuat rasa rindu itu semakin menumpuk saja.
Dan untuk pertama kalinya ia akan mengenalkan Layla kepada ibunya.

Perihal pembicaraan raja semalam, Ghayda tak ingin banyak bertanya kepada sahabatnya itu, meskipun rasa ingin tahunya sudah menggunung di dalam hatinya. Mudah-mudahan mereka tidak menggosipkan apa pun tentang dirinya.

"Bukankah itu tuan El?" Tanya Layla, di lihatnya tuan El tengah duduk di bawah pohon rindang sambil mengamati kudanya yang tengah memakan rumput.

"Semalam aku mengajaknya untuk ikut." Jawab Ghayda. Layla yang tak ingin banyak bertanya pun memilih untuk diam.

GHAYDA -Warlord Of The Kingdom Of Alard-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang