04. Pramudya Serta Tekad

38 5 4
                                    

Tidak banyak yang bisa diubah, sore itu kericuhan benar-benar terjadi tanpa bisa dihindari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak banyak yang bisa diubah, sore itu kericuhan benar-benar terjadi tanpa bisa dihindari. Saya menunggu Abian datang untuk menjemput dengan mobilnya, sementara disisi saya Gama nampak cemas menatap kedepan.

Saya tahu, Gama pasti sangat khawatir karena dua sahabatnya Cakra dan Rega berada di depan sana berusaha menghentikan kerincuhan. Yang saya ketahui, Cakra dan Rega memang sangat berarti untuk Gama, makanya saya tidak begitu heran jika Gama khawatir.

Tidak lama Abian datang dengan nafas tersengal-sengal dengan seragam yang sudah tidak beraturan.

"Ayo, aku sudah parkir mobil tidak jauh dari sekolah. Kita kesana dulu."

Gama mengangguk mengerti, kemudian dia menepuk pelan puncak kepala saya sambil melepaskan tas dari punggungnya dan menyerahkan kepada saya.

"Kamu duluan pergi ke mobil Abian, bawa tas aku. Nanti aku nyusul kesana."

"Tapi kamu harus susul aku ya?"

"Iya Zanna, sekarang kamu ikut Abian ya. Abian, aku titip Zanna pada kamu, setelah Zanna aman di mobilmu kamu susul aku bantu Cakra dan Rega."

Setelahnya kami terpisah, saya berjalan bersama Abian menuju mobilnya. Untungnya Abian menyimpan mobilnya di tempat yang cukup jauh dari kericuhan, meski begitu saya masih bisa melihat Gama yang dengan tekadnya yang berusaha menghentikan kericuhan.

Tidak dapat di hindari lagi, banyak serangan yang terjadi seperti pukulan satu sama lain, setidaknya yang saya lihat kala itu tidak begitu parah sampai ketika pihak dari sekolah lain mulai menggunakan senjata yang mereka bawa.

Saya dengan tergesa-gesa menghubungi pihak kepolisian setempat, karena saya tahu sekuat apapun tekad seorang Gama Pramudya dia hanyalah seorang siswa remaja yang tengah diberi tanggung jawab sebagai Ketua Osis yang diharapkan bisa memimpin warga sekolah.

"Tolong ya Pak segera kesini, sepertinya kericuhan yang terjadi semakin parah."

Telepon saya tutup dan tidak lama setelahnya polisi datang, saya mulai sedikit tenang dan keluar dari mobil milik Abian berusaha berdampingan bersama polisi yang berusaha membelah kericuhan.

Perlahan kericuhan mulai reda, tetapi tidak pernah saya bayangkan Gama menatap saya dengan senyum dan kondisi tubuhnya sedikit terluka. Tapi, yang tidak saya prediksi tiba-tiba terjadi, pihak dari sekolah lawan memukul Gama di depan saya dan menusukan pisau tepat di dada Gama.

Saya tidak perduli apapun saat itu, saya berlari menghampiri Gama yang justru tersenyum menatap saya. Saya memeluk gama dengan erat berharap dia masih ada pada batas kesadarannya.

"Maaf ya Zanna aku enggak bisa tepati janji."

Peluk yang saya kasih untuk Gama begitu erat, sampai saya sadar Gama menutup kedua matanya.

"GAMA!"

■■■■

─bersambung.

PramudyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang