Tidak pernah saya sangka rupanya kisah kami begitu singkat, tidak pernah terbayang bahwa hari itu ketika Gama ingin membubarkan kericuhan justru menjadi korban.
Dinding rumah sakit kini menjadi pendengar untuk segala raungan-raungan histeris dari Ibu Keisha, di sebelah saya Ibu Keisha terus meraung menangis tersedu-sedu menerikan nama Gama serta berharap agar Gama bisa kembali.
Bahkan, Bapak Bayu Ayah Gama pun tidak bisa berbuat apa-apa. Tubuh kekarnya serta bahu lebarnya berusaha merangkuh Ibu Keisha agar lebih tenang.
"Sudah bu, tenang dulu ya."
"Bagaimana saya bisa tenang? Gama anakku?"
"Sudah bu, kita berdoa dulu ya."
"Ayah, sepertinya Gama marah karena kita yang terus menuntutnya untuk menjadi sempurna."
"Ibu, cukup ya sekarang ibu berdoa saja untuk Gama. Gama Pramudya tidak selemah itu, dia pasti kuat Bu."
Setelah Gama pingsan di pelukan saya tadi sore, Gama langsung dilarikan ke rumah sakit. Saya tidak paham, kenapa Gama justru dilukai begitu kejamnya.
Pilu begitu terasa, menunggu kabar dari dokter mengenai keadaan Gama justru sangat mendebarkan. Saya terus berdoa agar Gama bisa selamat, karena tanpa Gama saya bukan apa-apa.
Gama, tolong bangun untuk Ibumu, Ayahmu bahkan untuk saya sekarang.
"Zanna, aku boleh bicara sebentar?" Abian bertanya kepada saya dan saya mengangguk menyanggupi.
Kami berjalan berdua menuju taman rumah sakit agar lebih tenang untuk sekedar membicarakan hal yang mungkin bersangkutan dengan Gama.
"Aku minta maaf Zanna karena gagal melindungi Gama, aku merasa bersalah karena tidak langsung menarik Gama saat dia hendak membubarkan kericuhan." Abian menatap saya dengan begitu menyesal, saya jadi merasa bersalah karena menbuat Abian menyalahkan dirinya.
"It's okay Abi, ini bukan salah kamu atau siapa pun, Gama maju karena keinginannya. Aku tau Gama memang orang yang sangat memperdulikan orang lain lebih dari dirinya sendiri, aku tahu tadi disana di dalam kerumunan ada Cakra dan Rega yang berusaha memisahkan tetapi justru terjebak."
Abian membuka tas Gama yang memang sedari tadi ada pada gengamannya, dia mengeluarkan sebuah kotak musik dan menyerahkannya pada saya.
"Tadi, saat kami berusaha memisahkan kericuhan. Gama sempat menitip pesan, jika dia tidak bisa menemui kamu, aku harus memberikan kotak musik ini kepada kamu karena Gama bilang ini adalah hadiah untuk kencan pertama kalian."
Rasanya saya ingin menangis, dalam keadaan seperti tadi Gama masih bisa memikirkan saya padahal nyawanya tengah di pertaruhkan.
"Terimakasih Abian, titip salam pada Cakra dan Rega untuk bahagia selalu. Begitu pula dengan kamu."
"Harusnya aku yang mengatakan itu pada kamu, jangan lupa untuk bahagia selalu Zanna Mahira.
■■■■
─bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pramudya
Roman pour AdolescentsHanya sepenggal kisah hidup Gama Pramudya, dengan bumbu manis dari Zanna Mahira. © LEEHCJN, 2021