O9 | pertanyaan

24 4 2
                                    

Jika selama ini Sekar hidup dengan prinsip hal yang tidak masuk akal tidak akan mungkin terjadi, sebuah perumpamaan yang mengatakan bahwa tidak ada yang mustahil di dunia ini berhasil mematahkan prinsip yang digunakan oleh Sekar.

Ternyata selama ini contoh nyatanya berada di dekatnya. Dan dia tidak pernah tahu jika San tidak menyebutkannya dengan terus terang, bahwa reinkarnasi benar adanya. Kalau reinkarnasi saja ada, kemungkinan besar bahwa dunia ini tidak hanya memiliki satu semesta saja, bahkan mungkin jumlahnya tidak terhitung, hanya saja perspektif yang seperti itu berada diluar nalar manusia, seperti yang Sekar rasakan sekarang.

Rasanya masih sulit baginya mempercayai ucapan San mengenai kehidupan selanjutnya. Namun dengan ini, terjawab sudah mengapa gelagat San terlihat membingungkan, mungkin ada hubungannya dengan kehidupan lampaunya.

Sejujurnya bukan hanya ini yang menjadi pikiran Sekar, melainkan sosok Choi San yang berada di dalam cerita ternyata adalah Choi San yang merupakan orang yang sama. Apalagi Sekar telah membaca tuntas dongeng tersebut. Yang berarti, San bukanlah orang yang baik di kehidupan sebelumnya. Walaupun akhir baik menyertai, namun tetap saja, seseorang yang membunuh ayahnya sendiri terlihat lebih mengerikan ketimbang seorang pembunuh berantai. Sekar terlalu berpikiran buruk sampai rasanya kepalanya seperti akan pecah, baginya dekat dekat dengan seorang pembunuh itu mengerikan.

Ternyata selama ini bahaya berada terlalu dekat dengannya.

Bahkan setelah melontarkan pernyataan kemarin, San langsung pergi meninggalkan perpustakaan, juga meninggalkan Sekar dalam kondisi pikiran yang berkecamuk. Bohong jika Sekar tidak mengakui bahwa sejak perjalanan pulangnya kemarin—sampai dimana dia sudah berada di kampus—pemuda yang bernama Choi San itu tidak selalu muncul dalam pikiran.

Seharusnya Sekar merasa kesal karena dosennya lagi-lagi menunda jadwal kuliah. Akan tetapi isi kepalanya sudah sangat penuh akan hal yang tidak masuk akal, sehingga tidak ada tenaga baginya mencampurkannya dengan realita yang baru saja terjadi.

Ketika melamun memang paling tidak enak jika ada yang mengganggu. Perjalanannya selama keluar dari gedung berjalan mulus tanpa adanya gangguan, namun setelahnya seseorang menarik tangannya dari arah belakang, membuat Sekar dengan terpaksa membalikkan tubuhnya.

"Apa kau tahu dimana Hongjoong?"

Untung saja Sekar kenal dengan pasti orang ini. Jung Wooyoung, orang yang selalu mengekori Hongjoong kemana pun ia pergi.

"Kau yang dekat dengannya, Wooyoung. Tanya pada dirimu sendiri, jangan bertanya padaku."

"Sejak kemarin aku tidak melihatnya, di chat pun tidak dibalas. Kau yakin dia tidak menemuimu untuk meminta tugas?"

Sekar menggeleng. Kalau dipikir-pikir, Sekar juga sudah lama tidak melihatnya.

Dalam waktu yang bersamaan, suara notif dari aplikasi pesan berbunyi. Mereka berdua mengeluarkan ponselnya masing-masing dan saling tatap. Lalu keduanya kembali membuka notif yang telah menginterupsi indera pendengar mereka.

Setelahnya, keduanya kaget dalam waktu yang bersamaan pula.

"Kau juga mendapatkan pesannya?"

Sekar meneguk salivanya, kemudian mengangguk.

Pesan broadcast yang di dapat dari salah satu dosen di grup percakapan angkatan.

Kim Hongjoong telah tiada.

.
.
.

Jam masih menunjukkan pukul 10. Namun jika dibandingkan dengan berada dirumah sambil melakukan hal yang membosankan, lebih baik Sekar lari ke rumah kedua baginya, perpustakaan tentunya. Konon sebuah buku bisa meningkatkan imajinasi kita dalam alam kisah yang terjadi di baris demi baris yang tertulis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 30, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

tacenda, choi sanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang