O2 | pertemuan kedua

88 32 34
                                    

"Hai!"

Beberapa buku yang berada dalam pelukannya sebagian besar adalah mengenai pembelajaran, sehingga bisa di duga, bahwa dirinya baru saja keluar dari bilik pengetahuan.

Saat berada pada posisi seperti ini, biasanya ia akan duduk di bagian belakang, barisan kursi yang jarang di duduki oleh penjuru perpustakaan, posisi yang pas untuk orang yang penyendiri seperti Sekar. Beberapa kursi di bagian belakang tepat membelakangi jendela, sehingga jika duduk di arah sebaliknya, selagi memusatkan mata pada beberapa tulisan yang harus dipahami, ia dapat melihat suasana senja yang posisinya akan segera digantikan oleh langit malam.

Garis bawahi, bahwa sangat jarang seseorang akan duduk di bagian belakang. Namun kini seseorang telah mengisi salah satu kursi yang membelakangi arah usainya senja. Secara kebetulan, orang itu adalah seseorang yang baru saja ia temui beberapa hari sebelumnya.

Lantas Sekar kembali mengikuti langkahnya, membawa dirinya pada meja favoritenya sejak pertama kali ia menginjakkan kaki ke tempat ini.

Tentu saja dengan menyapa seseorang yang terlebih dahulu menduduki meja.

"Hai" sahutnya menanggapi.

Lalu Sekar duduk di seberang nya. Tidak benar benar di seberang pemuda itu karena Sekar menyisakan satu bangku kosong disebelahnya.

"Kau kembali lagi" ucap Sekar seraya menggeser beberapa buku yang ia ambil.

Pemuda itu mengalihkan pandangannya pada Sekar.

Seusai mengambil kotak pensil dan buku tulis dalam tasnya, Sekar kembali menatap pemuda itu karena tidak diberikan balasan. Lelaki itu menatapnya kembali, yang membingungkan, tatapan itu seperti tidak mempunyai arti.

"Apa?"

"Kau mengenalku?"

Sekar menghela napas. Tidak perlu malu dengan situasi seperti ini, karena ini adalah hal yang normal. Hanya dirinya saja yang dapat mengingat dengan mudah siapa saja orang yang sering mengunjungi tempat ini.

"Kita bertemu minggu lalu, kau si penyuka spoiler pada halaman terakhir" seru Sekar, lalu membuka buku.

"Apa itu salah?"

Sekar kembali mengalihkan atensinya, ternyata pemuda itu terlebih dahulu menatapnya dengan menaikkan sebelah alis miliknya.

"Tentu saja! Aku tidak menyukai orang yang tidak menghargai proses"

"Aku hanya mengintip sedikit, bukannya tidak menghargai"

"Bagaimana pun itu, kau bisa melihat sinopsis, atau tidak bertanya padaku karena aku yang menyarankannya"

Lelaki itu diam, menatap lurus ke arah meja. Sekar pula melanjutkan tugas nya yang belum dimulai.

Kini langit berubah menjadi gelap, jalanan telah di temani oleh lampu penerang. Alasan Sekar suka mengunjungi perpustakaan yang tak terbilang besar ini sangat kuat karena sifat bangunan yang kedap suara. Ia tidak perlu khawatir dengan suara yang berisik walaupun di luar sedang ribut akibat kendaraan yang berlalu lalang.

Perpustakaan kembali sepi. Jika dihitung diluar kursi bagian belakang, hanya terdapat 4 orang ambisius yang masih menetap. Selebihnya memilih pergi, untuk berkeluh kesah pada malam, untuk menyakiti diri dengan angin malam, atau hanya sekedar berteman dengan langit yang gelap.

Sudah menjadi rutinitas oleh gadis itu untuk pulang tepat pada jam 9, sedangkan sekarang jam masih menunjukkan pukul 6 malam.

"Kau tahu?" Pemuda itu kembali membuka suara, membuat Sekar menghentikan aksi tangannya.

tacenda, choi sanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang