O6 | menuju rumah sakit

30 12 13
                                    

Untungnya, kelas Sekar selesai tepat pada waktunya. Saat ini Sekar tengah mencari keberadaan San diantara ratusan siswa Farmasi yang juga telah menyelesaikan kelasnya tanda ingin pulang. Jika tahu akan begini seharusnya ia dan San kemarin bertukar kontak agar bisa saling berkomunikasi.

Tak hentinya Sekar mengedarkan pandangnya guna mencari eksistensi San. Namun bukannya menemukan presensi dirinya, seseorang terlebih dahulu menghampiri keberadaan Sekar. Bukannya tak ingin untuk menghindari kedatangannya setiap kali manik mata Sekar menangkap kehadiran orang tersebut, namun ia sadar bahwa itu hanya akan menjadi masalahnya lagi karena sudah berusaha melarikan diri.

Kim Hongjoong. Setiap kali Sekar melihatnya ia tidak dapat berhenti untuk berpikiran buruk.

"Minta tugas Pak Suho," pintanya tanpa basa-basi.

Ia tidak pernah ingin berada diposisi ini, tapi setiap kali Sekar menolak, lelaki bernama Kim Hongjoong ini selalu melakukan unsur pemaksaan, bahkan ketika dirinya hendak ujian Kimia Sintesis kemarin.

Orang ini selalu menahan jalannya setiap kali Sekar tidak memberikan apa yang diinginkan olehnya, dan ini juga adalah alasan mengapa Sekar tidak memasuki kelas padahal Sekar harus mengikuti ujian. Untungnya dosen mata pelajaran Kimia Sintesis itu mau berbaik hati terlebih pada Sekar yang selalu aktif mengikuti kelasnya dengan baik.

"Aku sedang buru-buru." Sekar menggeser langkahnya, namun Hongjoong juga kembali menghadang jalannya.

"Berikan saja langsung kalau kau memang terburu-buru," kukuhnya tak memaklumi.

Hongjoong orang yang keras kepala. Sikapnya pada Sekar menjadi seperti ini bermula disaat Sekar berhasil memergokinya saat sedang ingin menyabotase hasil nilai praktikumnya di ruang dosen. Hongjoong mengajaknya untuk berdamai, sedangkan Sekar tetap bersikeras ingin mengadukan, dan berakhirlah Hongjoong diberikan surat peringatan dari Dekan.

Hongjoong bilang Sekar bertanggung jawab atas surat peringatan yang diberikan padanya, maka dari itu dia selalu mengusik Sekar untuk memberikannya beberapa tugas miliknya sebagai bentuk pertanggung jawaban dari gadis itu.

Pemikiran yang abnormal, tapi mau bagaimana lagi, dia adalah Kim Hongjoong.

"Besok, aku berikan padamu," tukas Sekar dan kembali berjalan, akan tetapi tangannya ditahan oleh lelaki itu.

"Aku butuhnya sekarang, sial-an. Apa urusanmu?"

Gelagatnya dihentikan oleh seseorang yang kini mencengkram pergelangan tangan Hongjoong, melakukan hal yang sama dilakukan olehnya pada Sekar.

Sekar sadar, bahwa orang itu adalah orang yang menjadi pusat atensinya diantara ratusan anak Farmasi yang meninggalkan kelas, San. Dirinya telah membantu Sekar dari perlakuan Hongjoong.

"Lepas. Dia temanku." San menunjuk Sekar menggunakan kepalanya.

"Teman?" Hongjoong melirik presensi Sekar, "Astaga Sekar kau mempunyai teman selain diriku?" Ia ingin meraih kepala Sekar, namun pergerakannya lebih dahulu dihentikan oleh San.

"Tindakanmu tidak telihat seperti kau adalah temannya," ucapnya, lalu membawa pergi Sekar dari sana.

Hongjoong bukan hanya diam, ia mengucapkan sumpah serapahnya sembari berteriak, seakan menunjukkan pada seantero kampus bahwa kedua orang ini telah membuatnya marah. Alih-alih menghiraukan, mereka berpikir untuk tidak peduli adalah cara yang terbaik. Walaupun sepertinya sehabis ini Hongjoong tidak akan tinggal diam, paling tidak Sekar tidak perlu memikirkannya, untuk sekarang.

San menuntun Sekar memasuki mobil yang terparkir di area luar kampus. Keduanya memakai seatbelt, ia segera menarik pedal gas guna membelah jalanan di siang hari menjelang sore seperti ini. Tujuannya tetap sama, ialah mengunjungi ibu Seonghwa yang sedang sakit.

Tak banyak yang harus dibicarakan selama perjalanan berlangsung, San juga seperti tidak berniat untuk bersuara, ia mengatupkan mulutnya dan sangat fokus mengendarai mobil. Sekar hanya tidak tahu, San tidak benar-benar diam jika tidak berperang dengan isi kepalanya sendiri.

"Tadi kau sudah menunggu lama?" Tanya Sekar hanya karena tidak betah keheningan menguasai.

"Kau berharap aku akan mengatakan tidak, kan?"

"Bukan begitu," Sekar menundukkan arah pandangnya, memainkan kedua ibu jarinya merasa canggung, "Sekedar basa-basi," tuturnya.

"Kenapa kau terlihat terintimidasi seperti itu?"

Tidak benar-benar terintimidasi, Sekar hanya bingung harus apa disaat ini kali pertamanya dan San bertemu diluar perpustakaan, terlebih lagi berada di satu mobil seperti sekarang. Namun sepertinya gelagat Sekar sangat mudah ditebak. Sekar kembali menegakkan kepalanya menatap presensi San untuk menghindari kecanggungan walau pemuda itu tidak dapat memalingkan tubuhnya menghadap Sekar.

"Hey San, kau ingat buku cerita yang kemarin aku baca? Kau bilang buku itu tidak bagus."

"Ingatanku tidak seburuk yang kau pikirkan," jawabnya.

Sekar mendecih, ucapannya kelewat sarkastik.

"Baiklah tuan San." Sekar kembali bersandar ke badan kursi.

"Kenapa? Lanjutkan."

"Tidak jadi," jawabnya malas.

Sekar berpikir bahwa dirinya telah benar dalam beberapa faktor, San memang semenyebalkan itu dalam caranya menanggapi, bahkan lebih menyebalkan lagi ketika ia berlindung di balik tubuhnya yang terlihat berkharisma.

"Sifatnya tidak mencerminkan Choi San yang ada di dalam cerita," gumam Sekar.

.
.
.

tacenda, choi sanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang