03 - Bertemu Orang Aneh (Lagi)

12 1 0
                                    

"Bye!"

Siang ini. Sehabis menemani Juyan ke peternakan sapi, aku memintanya untuk mrngantarkanku ke Mal. Besok ulang tahunnya Kirai-temanku tapi dulu beda prodi-jadi aku harus membelikan sebuah hadiah untuk dia. Seingatku, dia tipe perempuan minang yang suka memakai baju kasual tapi sopan. So, aku akan membelikan beberapa baju yang kasual juga.

Kakiku melipir ke toko yang lumayan terkenal. Dan beruntungnya hari itu ada diskon spesial hari jadi toko. Lumayan, bisa hemat uang buat beli cimol.

Hal yang paling aku gemari ketika masuk sebuah gerai baju adalah : aroma baju baru, atmosfernya yang bersih, temboknya yang berwarna putih, kipas angin blower yang besar itu, dan lagu yang diputar.

Aku menyusuri tiap-tiap barisan baju yang dipajang. Melihat berbagai macam aksesoris yang dipajang di etalase bagian dalam sambil menari dan menyanyi. Tiba-tiba saat aku berputar hendak menuju area celana-

Bukh!

Aku menabrak seseorang. Sontak aku terjatuh. Barang yang aku dan ia bawa juga ikut jatuh.

"Aduh, maaf ya! Aku beneran ngga sengaja! Aku ngga lihat ih.. maaf." Aku membantu mengambil pakaiannya yang terjatuh.

Dan saat aku berdiri, lalu menatap matanya-

"Makanya jalan itu pakai mata, jangan pakai hati. Kalau pakai hati mah buat mencintai aku aja." ucap pria itu sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku, lalu mengedipkan matanya.

Aku terpaku. Wajahnya tidak asing.

"Oh! Lo kan yang tadi di peternakan itu! Idih yakali gua suka sama lo!" Aku menjatuhkan barang-barangnya lagi dan mendorongnya.

"Need a hand?" tawarnya.

Aku aslinya mau marah. Cuma daripada tanganku sakit karena masih luka, mending aku suruh dia bawain barang belanjaanku, lalu nanti ku minta untuk dihantarkan pulang. Selesai, deh.

"Bawain ini dong, berat." Aku menyodorkan keranjang besi kepadanya.

"Ah elah gini doang masa berat, dasar boti."

"Heh! Wajar, ya! Tangan gue masih sakit. Bota boti bota boti, muke lu kayak sapi."

"Bercanda, Denka."

Dia ingat namaku? Aku bahkan tidak mengingat namanya. Kalau seperti ini, aku jadi merasa bersalah.

"Sendirian saja? Yang tadi itu mana?"

"Hah?"

"Yang bareng kamu ke peternakan tadi pagi. Itu siapa?"

Aku menganggukkan kepala. "Oh, itu Juyan, temen gue. Emangnya kenapa?"

"Nggak sih, saya kira dia pacar kamu."

"Dih, yakali gua pacaran sama cowok."

Aku hendak melengos. Tapi tiba-tiba pria itu menarik lenganku.

"Pulang bareng saya, Denka. Aman."

Aku melepaskan cengkeramannya. "Apa deh, aku bisa pulang naik ojek online."

Sekali lagi. Ia meraih lenganku.

"Saya mohon."

Matanya. Kenapa bisa ada mata seindah itu?

Aku memutar bola mata. Dengan pasrah mengatakan, "Iya, boleh."

Pria itu hanya tersenyum. Mengambil kembali pakaian-pakaiannya yang tadi kujatuhkan ke lantai. Dan dengan penuh percaya diri, ia meraih tanganku. Menggenggamnya erat-erat sambil berjalan ke arah kasir. Entah mengapa, ada secuil perasaan senang. Secuil saja sih.

The Sins UnseenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang