Mayra mencoba fokus membaca novel dengan cover berwarna biru muda yang ada di tangannya, namun pikirannya kembali mengingat video yang beberapa menit lalu ia tonton, masih tidak menyangka jika sepupunya melakukan hal itu.
Walaupun tidak melihatnya tapi adegan di awal saja sudah seperti itu, tidak mungkin jika mereka tidak melanjutkan hal yang lebih dari itu bukan?
Sangat sering memang Clara pergi ke luar rumah saat tengah malam, di saat Oma dan Mamanya sudah tidur. Bukan satu jam atau dua jam, bahkan Clara kembali ke rumah bisa hingga pukul tiga dini hari—itu jika hari weekend saja. Tetapi saat hari biasa sekolah pun Clara beberapa kali pergi namun hanya beberapa jam. Mayra selalu menunggu kepulangan Clara dengan was-was karena yang tahu Clara pergi hanya Mayra. Dia yang akan bertugas membukakan kunci pintu rumah saat Clara kembali.
Mayra tahu jika Clara suka pergi ke club dan sejeninsya, tapi dia tidak menyangka jika Clara juga melakukan hal itu. Benar-benar di luar ekspektasi.
Tidak hanya tentang Clara, pikirannya juga terus memikirkan kejadian di depan basecamp futsal. Mayra bukan gadis bodoh dan lugu yang tidak tahu apa yang di katakan Cakra tadi. 'Cewek gue!' kata itu terdengar aneh, bukankah itu artinya Mayra mempunyai hubungan dengan Cakra? Namun, Mayra masih berpikir positif, Cakra mengatakan itu mungkin hanya agar membuat pertengkaran itu tidak terjadi.
Mayra akui tamparan kakak kelasnya yang bernama Miranda itu cukup membuat pipinya terasa panas, bahkan jambakan di rambutnya juga tidak kalah membuat kulit kepalanya terasa perih.
Walaupun begitu, itu hal biasa bagi Mayra, Omanya sering memperlakukan Mayra seperti itu, bahkan lebih dari apa yang dilakukan Miranda.
"May!"
Mayra terperanjat kaget, bahkan novel yang sedang ia pegang hampir jatuh dari tangannya. Ia langsung menatap seorang gadis yang sudah berdiri di sampingnya.
"Boleh aku duduk di sini?" tanyanya sambil menampilkan senyum manis.
Mayra hanya mengangguk sebagai jawaban. Lalu ia kembali membaca novel yang ada di tangannya."Mau berteman denganku?" Kali ini gadis itu juga mengulurkan tangan kanannya.
Mayra masih membisu, tangan kanan gadis itu hanya di tatap olehnya, bahkan Mayra tidak membalas uluran tangannya. Ia malah bangun dari duduknya, menutup novel lalu berjalan menuju rak untuk menyimpan kembali buku novel yang sebenarnya tidak sama sekali dia baca. Mayra berjalan mengabaikan gadis itu yang masih duduk di kursi.
"Aku hanya ingin memperingatkan kamu. Jangan terlalu dekat dengan Kak Cakra, apalagi memiliki hubungan lebih dengannya," tutur gadis itu. Perkataannya berhasil membuat langkah Mayra yang akan meninggalkan perpustakaan terhenti.
Hanya beberapa detik Mayra menghentikan langkahnya, lalu dia kembali berjalan mengabaikan perkataan gadis itu.
Syila-nama gadis itu, dia adalah teman yang berada di kelas yang sama dengan Mayra. Bukan satu atau dua kali Syila mengajak Mayra untuk berteman, tetapi sudah sangat sering, mungkin hampir setiap hari semenjak Mayra menjadi bagian dari kelas 11 IPA 2. Dan seperti itulah ... Mayra pasti akan mengabaikannya.
Perundungan atau bullying, sudah sering mendengar kalimat itu bukan? Lingkungan sekolah sepertinya lebih banyak yang mengalami kasus perundungan. Syila, gadis itu juga menjadi korban perundungan. Apa ada yang mau berteman dengan seseorang yang menjadi bahan bullyan hampir seluruh teman sekelasnya? Walaupun ada, pasti sangat jarang. Biasanya yang berteman dengan si korban akan ikut-ikutan dibully nantinya.
Hidupnya juga sudah rumit, jika dia berteman dengan Syila bukannya membantu gadis itu, tapi dia juga pasti akan ikut-ikutan dibully. Dianggap tidak ada di kelas adalah pilihan terbaik, dia tidak usah berurusan dengan siapapun.
Apakah Mayra terlihat egois?
~✿✿✿~
Mayra menundukan wajahnya, lagi-lagi dirinya menjadi bahan perhatian siswa-siswi SMA Gemilang. Sekarang Mayra mengerti, Cakra—lelaki itu adalah penyebabnya. Berjalan beriringan dengan Cakra membuatnya ditatap oleh banyak pasang mata.
Cakra menemui Mayra ke kelasnya saat bel pulang berbunyi. Lelaki itu menawarkan diri untuk mengantar Mayra pulang. Awalnya Mayra ingin menolak, namun lelaki itu tidak mau menerima penolakan darinya.
"Kenapa banyak sekali siswa-sisiwi yang memperhatikan kita?" tanya Mayra dengan suara pelan.
Cakra melepaskan jaket denim yang di pakainya, lalu menyerahkannya kepada Mayra. "Mungkin karena gue ganteng," ucap Cakra sembari menampilkan smirknya.
Mayra terperangah mendengar ucapan Cakra, lalu ia kembali menatap sekeliling. Masih banyak pasang mata yang menatap ke arahnya.
"Ayo!" ucap Cakra dan langsung menaiki motornya.
"Ini?" tanya Mayra dengan wajah bingung, menatap jaket denim milik Edgar yang ada di tangannya.
"Buat nutupin rok, nanti paha lo keliatan," jawab Cakra.
Mayra mengangguk pelan, lalu dia menaiki motor hitam milik Cakra. Detik berikutnya motor melaju meninggalkan area parkiran sekolah, Mayra menjadikan jaket denim milik Cakra untuk menutupi roknya yang sedikit tersingkap karena menaiki motor. Bukankah itu namanya pehatian?
Cakra membawa kendaraannya dengan kecepatan sedang, bahkan mungkin bisa dibilang lambat. Tidak langsung membawa Mayra ke rumah, justru lelaki itu mengajak Mayra untuk ke sebuah resto. Cakra merasa lapar katanya.
Mayra tidak bisa menolak.
Saat hari sudah mulai sore, Cakra baru mengantarkan Mayra pulang. Sudah telat dua jam lebih dari jam pulang sekolah, Mayra tahu pasti dia akan terkena amukan Omanya.
Mayra menghembuskan napas pelan, ia menatap pagar rumah yang ada di hadapannya. Rasanya malas jika harus masuk ke rumah itu. Walaupun dengan berat hati, ia akhirnya membuka gerbang dan masuk ke dalam rumah.
Saat baru saja membuka pintu, ia melihat Omanya juga Clara yan sedang duduk di sofa ruang tamu, seolah kehadiran Mayra sedang dinantikan oleh mereka.
"Bagus, pulang telat kamu ya!" teriak Sinta, matanya mendelik tajam.
"Maaf Oma, tadi May—"
"Jual diri?" ketus Sinta memotong cepat ucapan Mayra.
Mayra menggeleng kuat. Lalu berjalan menghampiri Sinta. "Mayra diantar pulang sama Kak Cakra, sebelumnya dia ngajak Mayra untu—"
"Anak saya membiayai sekolah kamu supaya kamu menjadi pintar, tapi lihat kelakuan kamu sekarang! Bukannya sekolah yang benar, kamu malah jadi cewek murahan!" teriak Sinta, bahkan kali ini kedua tangannya digunakan untuk memukul-mukul tubuh Mayra.
"Oma ... dengerin Mayra dulu," lirihnya diselingi suara isak tangis yang keluar dari bibirnya. Mayra bahkan sudah duduk bersimpuh memegang kaki Sinta yang terus memukuli tubuhnya dengan membabi buta.
"Apa yang mau kamu jelaskan, hah! Clara sudah menceritakan semuanya, dasar anak tidak tahu diri!"
"Oma ...."
"Kamu sama saja seperti Ibumu! Menjual tubuhnya hanya demi untuk mendapatkan uang," sindir Sinta, lalu dia tersenyum menyebalkan dan melanjutkan ucapannya, "Tidak heran jika sifatnya menurun kepadamu!"
Sakit! Hati Mayra sakit mendengar ucapan Sinta. Dengan masih menangis Mayra mencoba menjelaskan, "Kak Cakra minta Mayra untuk nemenin—"
"Nemenin tidur maksud lo? Lo yang lebih dulu ngegoda Cakra 'kan?" tuduh Clara memotong penjelasan Mayra.
"Kak Clara!" teriak Mayra, bahkan suaranya berhasil membuat Sinta dan Clara terperanjat keget. Dia sudah berdiri dan berhadapan dengan kakak sepupunya itu, menatapnya dengan mata yang memerah dan memancarkan kilat marah, tangan Mayra mengepal, ingin sekali dia menampar wajah sepupunya. Namun tentu dia harus mengurungkan niatnya.
Percuma! Percuma Mayra membela diri ataupun menjelaskan. Tidak akan ada yang mempercayainya.
~✿✿✿~
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beauty and The Criminal Boy
Novela JuvenilRumah ... katanya rumah adalah tempat paling nyaman, tempat berlindung, tempat melepas penat dari semua aktivitas yang di lakukan di luar rumah, tempat berkumpul dengan orang-orang tersayang. Tidak semua orang menganggap definisi rumah seperti itu...