14 : Panik

277 38 10
                                    

Kak Ryo sayang ayah, ayah sayang Kak Ryo. Itu sudah cukup kan untuk bisa menaklukkan dunia?
*Ngomong apa ini aku

Wkwk

Enjoy

-----------

[Sourire]

Jun dan dua orang di belakangnya melangkah santai di lorong rumah sakit. Jun sesekali melirik ke belakang, melihat sang ibu memegangi tangan cucu keduanya dengan erat. Sementara kegugupan tergambar jelas di wajah Arash sejak berangkat dari rumah mereka. Masih tergambar jelas di pikiran Jun bagaimana Arash sampai dengan pakaian yang setengah berantakan ke rumah sakit dan wajah yang kusut. Sudah dua hari dan Arash tidak tahu kelanjutan dari akibat kekacauan yang ia buat di hari pernikahan sang ibu.

Saat akan masuk ke ruangan Ryo, tangan Jun ditarik oleh Arash. Menciptakan kebingungan pada Jun dan Maria.

Arash menggigit bibir, menatap sang ayah dengan wajah memelas. "Bolehkah aku di luar saja?"

"Kenapa begitu? Memangnya Arash tidak ingin bertemu dengan Kak Ryo?"

"Ingin, Ayah. Ingin sekali, tapi ..." Arash tertunduk. "Kak Ryo pasti tidak ingin bertemu denganku."

Jun tersenyum sambil mengusap rambut Arash. "Siapa yang bilang begitu, Nak?"

"Kak Ryo sangat marah pada aku dan ibu, Yah. Mana sudi Kak Ryo bertemu dengan orang yang sudah meninggalkannya begitu lama."

"Ar, kamu itu adalah adiknya Kak Ryo yang paling dia rindukan. Sebelumnya kalian dipertemukan sebagai teman, tapi sekarang rasanya akan berbeda. Kalian bertemu sebagai kakak-adik dan itu akan sangat membuat Kak Ryo bahagia. Ayo, kita buat Kak Ryo tersenyum ceria hari ini dengan menemuinya." Bujuk Jun. Akhirnya, langkah Arash melemahkan genggaman tangannya pada lengan Jun, membiarkan sang ayah membuka pintu kamar Ryo. Namun sebelum mereka masuk, Ryo dan Yuan sudah menampakkan diri. Yuan mendorong kursi roda Ryo dan mereka semua berkumpul tepat di depan kamar Ryo.

"Loh, sudah ada Yuan rupanya? Hari ini tidak sekolah, Yuan?" tanya Jun, sedikit kaget.

"Ini kan hari Minggu, Paman." Sahut Yuan. Jun menepuk dahi sambil terkekeh.

"Ya ampun, Paman sampai lupa hari. Sudah rapi sekali, mau ke mana?"

"Ryo mau jalan-jalan ke taman. Masih pagi, jadi mau menghirup udara segar di sana sambil makan roti. Tadi dokter dan perawat sudah datang melakukan pemeriksaan pagi. Aku juga sudah meminta izin dokter untuk membawa Ryo jalan-jalan di sekitar rumah sakit." Jelas Yuan dengan percaya diri. Jun mengangguk mengerti. Tidak ada kekhawatiran setelah mendengar penjelasan Yuan. Ia bersyukur sekali karena ada Yuan di samping Ryo.

Jun berjongkok, menyamakan posisinya dengan sang putra yang kini sedang menekuk wajah. "Selamat pagi, jagoan Ayah." Sapa Jun sembari menyentuh hidung Ryo dengan telunjuk. "Kenapa wajahnya merengut pagi-pagi begini? Bukankah kalau Yuan datang, Ryo seharusnya jadi bersemangat?"

Ryo menatap sinis pada sang ayah. "Kenapa ada dia di sini?" tanyanya tanpa menyebutkan nama. Namun, Arash bisa merasakan dengan jelas pertanyaan itu sedang mengarah padanya. Jun mencoba untuk menanggapi dengan netral, tapi putranya terlalu keras kepala.

"Kenapa, Ayah? Kenapa ada dia di sini?" ulang Ryo dengan nada rendah. Jun mengusap tangan putranya yang dihiasi jarum infus.

"Arash mengalami hari yang berat. Jadi, dia menginap di rumah sejak beberapa hari lalu. Arash ingin bertemu denganmu."

SourireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang