01. lea dan sebuah harapan

173 14 1
                                    

lea membuang nafas malas, terjebak di suasana tak menyenangkan membuatnya ingin bergegas pulang. gadis itu tak henti menggerutu dalam hati tatkala melihat cinta pertamanya yang gagal, jay, tengah kasmaran dengan pacar barunya, rachel. lea sedang ada di tempat les musiknya, dan sekarang sedang istirahat, jadi ia berada di kantin, makanan gadis itu sudah ludes di menit kelima karena perutnya keroncongan. namun pemandangan di hadapannya malah membuat lea ingin melahap seluruh benda yang ada di dekatnya. "rylea zephania, ayo latihan lagi!" panggilan dari guru lesnya, nafiri, membuat lea lega, segera ia pergi tanpa basa-basi bahkan tanpa pamit dengan dua orang di hadapannya.

kini lea sampai di ruangan les piano, dengan kesal ia duduk di hadapan piano itu. "yang mana lagi yang harus aku latih kak?" tanyanya, nafiri yang berdiri di hadapan lea terkekeh, "ngga ada kok, hari ini udah cukup, kakak cuma mau menyelamatkan kamu dari jay dan rachel" katanya meledek, lea ikut tertawa, tapi matanya sedih. lea seorang anak tunggal, ayah dan ibunya sibuk bekerja, tak punya sobat karib juga, jadilah lea hanya mencurahkan keluh kesah pada guru les yang umurnya tak terlalu jauh darinya.

lea menekan tuts sembarangan dengan kesepuluh jarinya, meluapkan emosi. bicara soal piano, gadis itu sebenarnya tak punya hasrat untuk belajar instrumen, tapi karena dipaksa ibunya, ia mau tak mau harus menurut. syukurlah, di tempat ini, dia bisa bertemu nafiri yang bisa diajak berbagi cerita. kalau tidak, lea sudah pasti galau sendiri memendam setiap masalahnya. lea menyandarkan sepenuhnya tubuhnya pada kursi, kepalanya mendongak, kedua netranya menatap langit-langit ruangan. "lagi ada masalah ya? kamu stress, atau sedang menstruasi?" nafiri bertanya, lea menggeleng lambat, "tak ada masalah, hidupkulah masalahnya kak, tak ada lagi alasan aku bahagia, aku tak layak dicintai" ujarnya putus asa, "hey! kok bicaranya gitu sih?" teguran dari nafiri terdengar, lea tertawa, "bercanda" katanya, padahal kalimat tadi serius berasal dari hatinya.

nafiri menepuk pundak adik yang sudah dibimbingnya selama tiga tahun itu, "coba sekarang pejamkan matamu, kamu bisa bilang, atau ucapkan saja di hatimu kalau kamu tidak mau kakak dengar. katakan segala hal yang membuat kamu gundah, dan apa yang kamu harapkan untuk seharusnya terjadi di hidupmu, semuanya terserah inginmu. lakukanlah, siapa tahu hatimu sedikit plong" sarannya, lea menurut lantas menutup mata tanpa merubah posisi duduknya, "aku tidak berharap diperhatikan mama dan papa, yang penting kebutuhanku tercukupi, aku harap aku tidak perlu mengerjakan ratusan tugas sekolah yang super sumpek itu lagi, aku harap aku bisa lebih bahagia dari jay yang sudah menyakitiku, aku harap aku bertemu takdirku secepatnya, pria yang lebih tampan dari jay!" ujarnya lantang, menggebu di akhir kalimat seiring matanya terbuka. mendengar seluruh harapan konyol lea, tawa lepas nafiri terdengar, disusul suara pintu terbuka, kedua gadis di dalam ruangan menoleh.

"maaf, boleh pinjam bolpen?" seorang pria datang, suaranya amat sopan, tampilannya lusuh, masih dengan baju seragam sekolah lengkap dengan jas merahnya, menenteng sebuah tas berisi biola di tangan kiri. sepertinya ia langsung meluncur ke tempat les usai bergerilya di sekolah. "oh hai jake, tentu, ini" nafiri membalas lantas menyodorkan bolpen pada pria yang dipanggil jake itu. pria itu, jake, menampilkan senyum, "terimakasih kak firi" katanya lalu segera berbalik meninggalkan keduanya. nafiri mengangkat alis, lea sibuk menekan tuts pianonya bosan, "hey li, sepertinya doamu langsung dijawab tuhan tuh, pengiriman express banget ya" ujar nafiri lalu terbahak, dahi lea mengerut bingung mendengar ucapan gurunya.

"kalau dilihat-lihat, jake tak kalah ganteng dari jay" sambung nafiri, lea langsung mendelik, "maksud kakak jake itu jawaban doaku? tidak mau!" teriaknya tak bisa mengontrol, syukurlah ruangan ini kedap suara. kini berganti nafiri yang bingung, "loh, kenapa tidak mau? jake itu pria paling sopan yang pernah aku kenal, salah satu pemain biola terbaik di kursus kita. dia pria yang rajin, pokoknya sangat baik" jelasnya, lea memutar bola mata, "justru karena ia terlalu baik kak, rutinitasnya hanya sekolah, kursus, rumah, lalu diulang lagi, membosankan. sepertinya dia hanya akan tinggal sendirian dengan otak jeniusnya sampai ia tua" lea mencibir. "hush! jangan bicara begitu. disakiti pria jahat seperti jay saja kamu langsung nangis berbulan-bulan, sampai sekarang belum rela pula. giliran dikasih pria yang baik tidak mau" gantian lagi nafiri mencibir gadis di hadapannya, yang dicibir memilih hanya menciptakan ekspresi menjengkelkan di mukanya, sampai ingin nafiri tinju.

-

lea sibuk dengan ponselnya, menunggu bus sore datang, ada jake si culun yang berdiri dengan tenang di samping gadis itu, sepertinya menunggu supir pribadi menjemputnya. "lea, mau pulang?" suara sang cinta pertama berkumandang di telinga, detak jantung lea jadi sangat cepat, "iya, jay" katanya sok cuek padahal hatinya sudah ambyar. "sendirian saja, lea?" kini suara rachel, gadis centil yang sedang menggandeng tangan jay terdengar. lea memutar bola mata, malas berurusan dengan objek sakit hatinya. "tidak, sama jake!" ujarnya ketus, lantas mengait tangannya ke lengan jake, pria di sampingnya itu berkedip berulang kali, tapi tetap tak bicara, "oh, sekarang kamu akrab sama jake?" jay bicara lagi, lea mengangguk cepat-cepat. tak mau lebih lama berurusan dengan dua orang di hadapannya, gadis itu segera melarikan jake, berjalan memunggungi jay dan rachel dengan tangan yang masih terkait bak pengantin berjalan menuju altar, padahal arahnya berlawanan dengan jalan menuju rumahnya, tapi gadis itu tak perduli.

langit semakin gelap, keduanya berjalan makin jauh, usai hilang dari pandangan jay, langkah lea melambat, pegangannya pada jake pun melonggar sampai perlahan terlepas. jake menatap lea bingung, sebenarnya tingkah gadis itu sejak tadi memang sudah membuat jake kebingungan. "lea?" ia memberanikan diri bersuara. lea tersadar dari lamunannya, kepalanya berhenti tertunduk, "oh, ya jake" katanya gelagapan, "maaf ya, sudah membawamu, sekarang kamu boleh kembali" katanya minta maaf. jake, pria lugu itu, mengedipkan matanya lagi berulang kali, "tapi kita sudah terlalu jauh, lea, aku bingung jalan pulang, aku belum pernah lewat sini" pria itu bicara hati-hati. "jadi... kamu mau aku antar kembali ke kursus?" lea balik bertanya, jake mengangguk segera, lea membuang nafas, mimpi buruk! harus dua kali lipat berjalan kaki guna mengantar pria ini, menyusahkan, lama-lama pahanya bisa berotot, lea kerap bersungut-sungut. "ck, ya sudah, ayo" usai mendecak ia pasrah lantas berjalan terlebih dahulu dengan langkah kaki yang sengaja ia hentakkan keras-keras sampai menimbulkan suara, meninggalkan jake yang berjalan dengan lambat di belakangnya.

love theory | jakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang